Jakarta -
Menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan di negeri orang dan jauh dari keluarga adalah hal yang menantang ya Bun. Suasana yang terasa akan terasa berbeda.
Pengalaman ini dirasakan oleh salah satu mahasiswa Indonesia di Korea Selatan bernama Muhammad Ghidza Rikandi. Ghidza merupakan mahasiswa UMKT Samarinda dengan jurusan Information Technology (IT). Namun dengan adanya program Student Exchange ke Hanbat National University di Daejeon, Korea Selatan, dia mengikutinya dan mengambil jurusan yang sama.
Program yang berjalan hingga bulan keenam ini ternyata harus ia lewati sambil puasa dan berjauhan dari keluarga. Perbedaan yang dirasakan tentu soal budaya dua negara. Mengingat Muslim menjadi minoritas di sana, sehingga nuansa hangatnya Ramadhan tak ia dapatkan seperti di Indonesia.
"Perbedaan ya dari kultur. Di sini Muslim minoritas, jadi Ramadhan tidak begitu terasa suasananya. Orang makan dan lain-lain seperti biasa," ujarnya kepada
HaiBunda, beberapa waktu lalu.
Selain suasananya yang tak sama, waktu puasanya di Korea juga berbeda. Di sana, puasa lebih panjang dibanding di Indonesia, bisa mencapai 15-16 jam, lho Bun.
"Selain nuansa ya, bedanya puasa di Korea itu waktunya lebih lama sedikit dari WIB. Jadi sahur itu imsaknya jam 4, terus berbukanya jam 7 sampai setengah 8-an," ujarnya.
Dia bersama sembilan mahasiswa Indonesia dari universitas yang sama menempati satu asrama yang juga menyediakan makanan untuk sahur. Jika berbuka puasa, Gidzha sering kali berkumpul dengan teman-teman Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Kedutaan Besar Republik Indonesia atau berbuka puasa bersama dengan komunitas Muslim, Islamic Centre of Daejeon.
 Ghidza Rikandi/ Foto: Instagram: @ghidza_rikandi |
Menjadi pengalaman pertama untuk berpuasa di Korea Selatan, secara jujur Ghidza begitu merindukan keluarganya. Ditambah lagi, dia juga merindukan bagaimana antusiasme masyarakat Indonesia dalam merayakan bulan suci ini, tradisi saat puasa, seperti
ngabuburit atau buka bersama dengan teman-temannya. Selain itu, kangen dengan takjil, tarawih, dan pasar Ramadhan.
"Jauh dari keluarga ya. Yang berkesan di Indonesia itu buka bareng sama teman-teman. Orang yang
ngabuburit. Indonesia banget," ucapnya.
Ditanya mengenai kesulitan menjalankan ibadah puasa di Korea Selatan dengan perbedaan waktu dan suasana, pria kelahiran 5 Maret 1998 ini mengaku tidak begitu ada masalah berarti. Untuk salat tarawih, ia sebelumnya melakukannya di dalam kamar karena larangan berkumpul di masjid akibat pandemi
COVID-19. Namun kini masjid-masjid telah dibuka kembali, sehingga bisa melakukannya secara berjamaah dengan Muslim lainnya.
Dia mengungkapkan bahwa suasana Korea Selatan saat ini sudah tenang dan kondisinya jauh lebih kondusif. Jumlah kasus karena Corona pun sudah menurun drastis.
"Sebelumnya, di sini tenang aja kok. Sekarang kasus (Corona) yang muncul bisa 2-3 orang dalam satu minggu. Pemerintahnya sigap menangani, selain itu warganya pun patuh. Enggak ada l
ockdown dan PSBB seperti Indonesia. Cuma dianjurkan untuk terus makai masker," tuturnya.
Mahasiswa semester empat ini pun tengah disibukkan dengan ujian tengah semester. Selain menjadi mahasiswa aktif yang hobi melakukan dance cover, dengan kondisi yang sudah kondusif dia sana, dia juga sering menghabiskan waktu bersama teman-teman lokalÂ
Korea dan dari negara lain.
"Senang punya teman baru dari negara lain. Jadi belajar banyak kan," pungkasnya.
Dan sambil menunggu waktu berbuka, biasanya dia nge-vlog bersama dengan teman-temannya. Ghidza bersama beberapa temannya memiliki kanal YouTube bernama Gafa Project.
Dalam salah satu video terbarunya berjudul
Hari Pertama Pelajar Puasa di Korea, dia membuat konten tentang pelajar Indonesia berpuasa di Korea. Dalam video itu, dia merekam kegiatan yang dilakukan mulai dari sahur hingga buka puasa.
Sementara kegiatan menjelang buka bersama alias ngabuburit di Korea Selatan, dia bersama dengan teman-temannya pergi ke Daiso. Mereka membeli kotak makan untuk wadah makanan berbuka yang disediakan pihak kampus. Selanjutnya, mereka berbuka bersama di salah satu kamar asrama. Setelah berbuka, mereka mencuci piring, salat dan mengerjakan tugas kuliah.
Sementara soal makanan sahur dan buka puasa, pihak kampus menyediakan makanan halal, di antaranya telur dan ikan. "Beragam sih, tapi ibu dapur tahu kami (Muslim) cuma bisa makanan halal, jadi kami dikhususkan. Sebenarnya kayak prasmanan, ada tulisan makanan halal dan tidak tapi kalau kimchi
always ada," tuturnya.Â
Bun simak juga resep bikin coconut blue untuk berbuka berikut:
[Gambas:Video Haibunda]
(AFN/jue)