Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Stigma Negatif Pasien COVID-19 Masih Terjadi, Ini Cara Mengikisnya

Kurnia Yustiana   |   HaiBunda

Kamis, 29 Oct 2020 11:36 WIB

Front view portrait of serious woman with protective mask avoiding contagion looking at camera on street
Stigma Negatif Pasien COVID-19 Masih Terjadi, Ini Cara Mengikisnya/Foto: iStock
Jakarta -

Stigma tak jarang muncul saat terjadi pandemi, termasuk saat merebaknya virus corona. Stigma negatif terhadap pasien COVID-19 pun sampai sekarang masih terjadi.

Stigma ini merupakan pandangan negatif yang sering tak mendasar terhadap kelompok, atau seseorang yang dianggap berbeda dan lebih rendah.

Nah, stigma orang terkonfirmasi COVID-19 pun dianggap membahayakan, Bunda. Walaupun sudah sembuh, bisa membuat para penyintas COVID-19 dijauhi.

Ketua Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia (JRPI) Dr. dr. Irmansyah, SpKJ (K) menjelaskan stigma itu membuat para pasien COVID-19 maupun yang sudah sembuh berada dalam posisi tidak menguntungkan.

"Orang terkonfirmasi positif COVID-19 di stigma luar biasa yang membuat mereka tertimpa beban ganda, sudah mengalami penyakit dan dijauhi lingkungan sosial. Ini suatu kondisi yang tidak menguntungkan," ungkap Irmansyah, dikutip dari situs covid19.go.id.

Maka muncul kecenderungan masyarakat dalam menyembunyikan gejala COVID-19 yang dialami. Tentu ini tidak seharusnya terjadi ya, Bunda.

"Dengan adanya stigma ada kecenderungan bagi masyarakat untuk menyembunyikan simptom. Ini lebih berbahaya," ujar Tim Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Urip Purwono, M.Sc, M.S., Ph.D.

Untuk mengikis habis stigma, perlu adanya pendampingan sosial dengan memberikan penguatan di kalangan masyarakat. Pendampingan ini dilakukan dengan memberikan pelatihan, serta bimbingan teknis seputar penanganan COVID-19. 

Sebaiknya pendampingan sosial ini diadakan secara berjenjang di kalangan masyarakat. Mulai dari lingkup RT, RW, hingga kelurahan/desa.

"Penguatan dilakukan dengan berjejaring menjadi sekutu-sekutu pelayanan kesehatan. Ini di semua sektor," kata Independent Pekerja Profesional Indonesia Nurul Eka Hidayat, M.Si.

"Akan lebih baik yang terlibat itu orang lokal karena memudahkan dari budaya dan bahasanya," imbuhnya.

Jangan lupa juga selalu #ingatpesanbunda atau #ingatpesanibu, untuk #pakaimasker, #jagajarak, dan #cucitanganpakaisabun.

Simak juga video menguak fakta hoax terkait COVID-19:

[Gambas:Video Haibunda]



(kuy/kuy)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda