trending

Jason Arday, Dahulu Speech Delay Kini Profesor Termuda di Cambridge University

Annisa A   |   HaiBunda

Kamis, 16 Mar 2023 21:10 WIB

Jakarta -

Jason Arday, pria dengan gangguan spektrum autisme sukses mewujudkan mimpinya sebagai profesor termuda di Cambridge University, Inggris.

Profesor Arday yang saat ini berusia 37 tahun merupakan seorang sosiolog yang lahir dan dibesarkan di Clapham, bagian barat daya London.

Saat masih kecil, Jason Arday didiagnosis mengalami gangguan spektrum autisme dan keterlambatan kemampuan bicara atau speech delay.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Arday tidak bisa berbicara hingga ia mencapai usia 11 tahun. Sementara itu, kemampuan membaca dan menulis baru ia dapatkan ketika menginjak 18 tahun.

Ketika pertama kali mendapatkan diagnosis autisme dan speech delay, Arday berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Namun perkembangan Arday mengantarnya ke puncak kesuksesan, Bunda.

Kepada The Times, Arday mengatakan bahwa ia mengantongi dua kualifikasi master, sertifikat pascasarjana dalam pendidikan untuk menjadi guru olahraga, dan gelar PhD dari Liverpool John Moores University.

Arday kemudian mendapat dorongan untuk mengejar karier di dunia akademis dari teman sekaligus mentornya, Sandro Sandi.

"Saya pikir Anda bisa melakukan ini. Saya pikir kita bisa menghadapi dunia dan memenangkannya," kata Sandi kepada Arday, dilansir People.

Minat Arday di bidang akademisi tumbuh semakin besar. Ia pun bertekad untuk terjun ke bidang tersebut.

"Banyak akademisi mengatakan mereka kerap tersandung dalam pekerjaan ini, tetapi sejak saat itu saya bertekad dan fokus. Saya tahu bahwa ini akan menjadi tujuan saya. Setelah direnungkan, inilah yang ingin saya lakukan," ungkap Arday.

Namun tentunya, tak mudah bagi Arday untuk terjun ke bidang akademis. Kurang dari delapan tahun lalu, Arday diberi tahu bahwa dia perlu mendapatkan bantuan dan dukungan seumur hidup sebagai orang dewasa karena kondisinya.

Akan tetapi Jason tidak pernah menyerah, Bunda. Suatu hari, ia menuliskan impian di dinding kamar tidur sang ibunda.

"Suatu hari saya akan bekerja di Oxford atau Cambridge," tulisnya kala itu.

Berbekal harapan tipis, Jason Arday tak berpikir bahwa impiannya akan terwujud. Apalagi, ia tidak memiliki mentor yang membimbingnya saat pertama kali menulis makalah.

Arday berkali-kali mengalami kegagalan karena makalahnya ditolak. Namun pada akhirnya, ia malah terbiasa dan menjadikan kegagalan itu sebagai pelajaran.

"Semua yang saya kirimkan ditolak dengan keras. Proses peer review sangat kejam, sangat kejam. Tapi saya memperlakukannya sebagai pengalaman belajar dan anehnya, mulai menikmatinya," kenang Arday.

Jalan Arday ke bidang akademis mulai terbuka semakin lebar setelah berhasil mempublikasikan makalah pertamanya. Baca di halaman setelah ini.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Saksikan juga video tentang kisah remaja berdarah RI yang diterima di universitas pada usia 14 tahun:

[Gambas:Video Haibunda]



TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT