Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Momen Hakim MK Tahan Tangis Bacakan Perbedaan Pendapat Pemegang Hak Asuh Anak

Amira Salsabila   |   HaiBunda

Sabtu, 28 Sep 2024 13:57 WIB

Ilustrasi sidang mk
Momen Hakim MK Tahan Tangis Bacakan Perbedaan Pendapat Pemegang Hak Asuh Anak/Foto: Getty Images/Worawee Meepian

Hakim M. Guntur Hamzah memiliki pendapat yang berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan lima orang Bunda soal frasa “Barang Siapa” dalam Pasal 330 ayat 1 KUHP 1946.

Seperti yang diketahui, MK menyelenggarakan sidang Pengucapan Putusan terkait Hak Asuh Anak secara terbuka, Kamis (26/9/2024).

Pada kesempatan itu, Guntur membacakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion sambil menahan tangis dan sesekali memegang dadanya. Ia mengatakan seharusnya MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan tersebut.

“Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,” ujar Guntur, dikutip dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Sabtu (28/9/2024).

“Serta dengan mempertimbangkan asas ex aequo et bono, sehingga dalam kaitannya dengan Perkara Nomor 140/PUU-XXI/2023, berkenaan dengan Permohonan Pengujian norma Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), saya Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah berpendapat seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian (partially granted),” sambungnya.

Sebagai seorang Ayah, Guntur mengaku sedih saat membaca permohonan dan mendengarkan kesaksian para Bunda yang terpaksa harus berpisah dengan anak-anak mereka yang masih di bawah umur.

“Terus terang, saya merasa nelangsa tatkala membaca permohonan Pemohon dan mendengar kesaksian ibu-ibu yang 'terpaksa' harus berpisah dengan 'buah hatinya' yang masih di bawah umur karena rebutan hak mengasuh anak yang berujung pada pengambilan paksa seorang anak dari ibu kandungnya,” jelas Guntur.

Hakim Guntur berharap MK bisa mengambil langkah maju dan progresif menunjukkan sikap konstruktifnya dalam menangani permasalahan ini.

“Namun, sekali lagi, dalam perkara a quo mahkamah tidak menunjukkan hal tersebut dan cenderung membatasi diri -quod non-, sehingga keagamaan aparat penegak hukum dalam menyikapi duka para ibu-ibu yang terlepas dari anak kandungnya masih di bawah umur foressa terus berlangsung,” tuturnya.

“Meskipun demikian, saya menaruh harapan agar kiranya Mahkamah dalam putusan a quo berkenan men-deliver semangat keberpihakan kepada para ibu kandung untuk mengasuh anaknya yang masih di bawah umur,” sambung Guntur.

Perbedaan pendapat Guntur terkait putusan MK

Ilustrasi sidang mk

Momen Hakim MK Tahan Tangis Bacakan Perbedaan Pendapat Pemegang Hak Asuh Anak/Foto: Getty Images/iStockphoto/Michał Chodyra

Pada kesempatan itu, Guntur turut menjelaskan perbedaan pendapat terkait kata “Barang Siapa” dalam norma Pasal a quo yang dinilai dalam dua aspek sebagai berikut:

1. Bahwa norma a quo dalam konteks praksis lebih merupakan persoalan implementasi norma yang dapat dimaknai terhadap ayah kandung tanpa dikecualikan dari frasa "barang siapa", sehingga ayah kandung dapat dikenai tindakan polisionil atau tuduhan tindak pidana.

2. Bahwa norma a quo dalam konteks "Sense of Justice" tindakan ayah kandung menarik anak di bawah umur dari penguasaan atau pengawasan ibu kandung merupakan langkah yang melanggar rasa keadilan terhadap fitrah anak di bawah umur yang seharusnya masih tetap di bawah penguasaan atau pengasuhan ibu kandung kecuali karena dua alasan pengecualian. Terlebih, jika ayah kandung menarik secara paksa anak di bawah umur dari penguasaan ibu kandungnya sebelum adanya  putusan pengadilan, maka langkah tersebut tidak hanya melanggar prinsip keadilan melainkan juga melanggar nilai-nilai Pancasila, Konstitusi, prinsip keadilan, dan HAM.

Banner Bumil Makan Mi Instan

Lebih lanjut, Hakim Guntur berharap orang tua yang bercerai tetap bersikap suportif terhadap putusan pengadilan dengan saling memberikan akses kepada anak untuk berinteraksi satu sama lain.

“Meskipun status perkawinan orang tua telah berakhir (bercerai), kedua orang tua harus tetap saling memberi akses kepada anak untuk dapat berkomunikasi satu sama lain baik dengan ayah maupun ibu kandungnya,” ujar Guntur.

“Meskipun salah satu orang tua mendapatkan hak asuh anak, bukan berarti dia memonopoli anak dan melarang anak untuk bertemu orang tua bahkan keluarga orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh,” imbuhnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!

Saksikan video di bawah ini, ya, Bunda.

[Gambas:Video Haibunda]


(asa/fir)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda