Jakarta -
Seperti wanita lainnya dengan usia yang cukup matang, aku pengen sekali menikah. Hingga akhirnya aku menemukan tambatan hatiku. Usianya enggak jauh dariku. Tapi sayang, agamanya dengan agamaku berbeda.
Sempat ragu ketika pria itu, yang kini jadi suamiku menyatakan perasaanya. Tapi, sudah kadung cinta ya sudah kuterima saja cintanya. Beberapa bulan menjalani hubungan ini, aku enggak memberi tahu orang tua. Tapi, aku enggak bisa menyembunyikan hubungan ini ketika si Mas menyampaikan keinginannya menikah.
Aku tahu, orang tuaku pasti enggak akan menyetujui pernikahan ini. Apalagi, ayahku seorang imam masjid di lingkungan tempat tinggal kami. Yang tambah bikin hatiku galau, si Mas memutuskan dia enggak bisa pindah keyakinan. Justru dialah yang memintaku pindah keyakinan.
Kala itu, kupikir enggak masalah bila aku harus pindah agama. Tapi gimana dengan orang tuaku? Benar aja, setelah si Mas dan aku menyatakan keinginan kami menikah, terutama ayahku melarangnya dengan keras. Bahkan, dia mengancam enggak mau menganggapku lagi sebagai anak.
Tapi, saat itu rasanya logiku tak jalan lagi. Makanya, setelah ayah memintaku untuk berpikir dua kali, hatiku tetap pada si Mas. Alhasil, aku tetap memutuskan pindah agama dan menikah dengan suamiku. Kami menikah secara kristiani. Saat pemberkatan, sudah pasti orang tuaku enggak datang. Juga saudara dan kerabat.
Tapi, saat resepsi pernikahan, hanya ibuku dan beberapa kerabat yang datang. Inilah kasih sayang ibu, pikirku saat itu. Bagaimanapun, ibu tetap sayang padaku walau aku sudah menyakiti perasaannya juga ayah.
Karena keputusanku pindah agama, orang tuaku sempat dihujat karena dianggap enggak bisa menjaga putrinya. Namun, aku berterima kasih pada orang tuaku yang tak terlalu mendengarkan komentar orang lain. Meskipun aku tahu, dalam hati terdalam mereka menangis dan menyesal karena keputusanku ini.
Tapi, lama-lama tetanggaku balik menyerangku dan membela orang tuaku. Aku senang, seenggaknya biarlah aku yang jadi hujatan orang tua, jangan ayah dan ibuku. Beberapa waktu setelah aku menikah, orang tuaku masih mau menerimaku di rumah mereka.
Kugadaikan Agama demi Menikah dengan Pria yang Kucintai/ Foto: iStock |
Tapi ya begitu. Ayah cuek padaku, sedangkan hanya ibu yang tetap sayang padaku. Nah, hati ayah mulai luluh ketika anak pertamaku lahir. Saat itu, aku mengajak anak dan suami berkunjung ke rumah orang tua. Ayah terlihat senang dengan kehadiran cucunya.
Namun, aku bisa merasa ada yang berbeda dari sikap ayah. Dia masih belum memaafkanku. Aku menerima karena di lubuk hati terdalam aku yakin ayah masih menyayngiku. Sampai saat ini, aku masuh berkunjung ke rumah ayah dan ibu. Aku bicara ala kadarnya, kalau ayah dan ibu sakit aku dan suami juga membantu, semampuku.
Hanya satu kebahagiaanku kalau melihat ayah bisa tertawa bersama cucunya.
(Kisah Bunda Ella di Jakarta)**Bunda yang ingin berbagi kisah dalam Cerita Bunda, bisa kirimkan langsung ke email redaksi kami di redaksi@haibunda.com. Cerita paling menarik akan mendapat voucher belanja dari kami. Ssst, Bunda yang tidak mau nama aslinya ditampilkan, sampaikan juga di email ya. Cerita yang sudah dikirim menjadi milik redaksi kami sepenuhnya. (rdn/rdn)