Jakarta -
Kalau belum melahirkan anak secara normal, rasanya belum lengkap peran kita sebagai ibu. Pasti Bunda juga sering kan mendengar anggapan itu? Aku pun begitu.
Saat hamil anak pertama, aku ingin sekali bisa melahirkan normal. Meski harus berjuang untuk mendapat pekerjaan yang lebih layak, aku rela bolak-balik ke kota lain naik motor dibonceng suami.
Awalnya baik-baik saja. Tapi saat usia kandungan 6 bulan, aku dinyatakan mengalami plasenta previa. Aku diberi tahu kalau kemungkinan besar harus melahirkan lewat operasi caesar.
"Rasanya seperti divonis penyakit mematikan," pikirku saat itu.
Aku pantang menyerah dan masih semangat untuk melahirkan normal. Jalan pagi, yoga prenatal, sampai latihan pakai gym ball sudah ku lakukan. Namun, Allah takdirkan aku menjalani caesar karena jalan lahir tertutup plasenta.
"Aku
down, merasa gagal sebagai ibu," batinku.
Banyak yang menjenguk, tapi malah merendahkan karena aku melahirkan secara caesar. Padahal, rasanya luka habis operasi enggak kalah sakit dibanding yang melahirkan normal.
Belum habis aku menghadapi
mom-shaming setelah melahirkan, masa-masa menyusui juga berat ku lalui. Aku memiliki inverted nipple sehingga bayiku sulit menyusu.
Baby blues pun menghampiriku.
 Ilustrasi bayi rewel kurang ASI/ Foto: iStock |
Bayi rewel karena lapar, tapi belum bisa dapat ASI. Aku semakin down, apalagi banyak yang membisiki untuk memberi susu formula. Setiap hari aku selalu menangis.
Aku menyadari, "Rasanya enggan memegang bayiku."
Karena ASI belum terlalu lancar, bayiku kuning dan mengalami dehidrasi. Si kecil pun harus diopname untuk disinar dan ku tinggalkan dia di rumah sakit. Hb-nya harus kembali normal. Aku merasa sangat hancur. Tapi bukannya disemangati, aku malah di-
bully.
"ASI-nya sedikit nggak kenyang-kenyang. ASI-nya nggak ada gizinya," begitu kata mereka.
Stres aku dibuatnya. Dan produksi ASI benar-benar seret. Aku menyerah hingga akhirnya selama di RS, bayiku ditambah minum sufor. Alhamdulillah, bayiku sehat dan diperbolehkan pulang.
Aku pun mulai menata hati, demi bayiku bisa mendapat nutrisi terbaik dari ASI. Masa bodo dengan omongan orang, yang penting aku terus latih bayiku menyusu dengan benar, meski putingku sampai lecet.
Bunda, kita memang harus kuat untuk menangkal energi negatif. Kita bukan ibu sempurna, tapi kita ibu yang sempurna untuk anak kita. Untuk para Bunda yang mengalamiÂ
mom-shamming seperti aku, Tetap semangat ya...
(Cerita Bunda Husnul Khotimah)*Bunda yang ingin berbagi kisah seputar rumah tangga dan parenting di Cerita Bunda, bisa kirimkan langsung ke email redaksi kami di [email protected] Cerita paling menarik akan mendapat voucher belanja dari kami. dengan subjek Cerita Bunda. Ssst, Bunda yang tidak mau nama aslinya ditampilkan, sampaikan juga di email ya. Cerita yang sudah dikirim menjadi milik redaksi kami sepenuhnya.
(muf/muf)