Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Mentalku Down Sampai Takut Bawa Anak Keluar Rumah Gara-gara Mom-Shaming

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Senin, 30 Dec 2019 20:11 WIB

"Bundanya gemuk, kok anaknya kurus?" Seringnya mendengar kalimat-kalimat senada, lama-lama mentalku down juga. Berikut pengalamanku saat terkena mom-shaming.
Ilustrasi mom-shaming/ Foto: iStock
Jakarta - ⁣Hai Bunda, sharing sedikit ya tentang perjuanganku membesarkan anak-anak. Semoga bisa membuka pikiran Bunda yang lain tentang bahaya kejamnya mom-shaming.

Sebelum hamil, berat tubuhku ideal. Begitu hamil, bobot tubuh perlahan tapi pasti, mulai merangkak naik ke arah kanan. Beratku naik sekitar 20 kg menjelang kelahiran. Amazing!


Di sinilah ketakutan itu dimulai. Awalnya aku sangat menikmati peranku sebagai ibu baru. Sebulan, dua bulan, tiga bulan... mulai muncul teguran dari berbagai pihak.

Awalnya mereka mengomentari bentuk tubuhku yang melar. Ada yang bilang, itu salahku karena setelah melahirkan aku tidak mau minum jamu seperti saran mereka.

Ada yang menuduh, aku terlalu manja dan kurang menggerakkan badanku. Yang lebih sedih lagi waktu mereka mengaitkan bobot tubuhku dengan fisik si kecil. "Bundanya gemuk, kok anaknya kurus?", "Lemaknya dibagi ke dedeknya dong...", "Bundanya malas menyusui anaknya, jadi Bundanya enggak turun-turun berat tubuhnya, anaknya segitu gitu aja."

Karena seringnya mendengar kalimat-kalimat senada, lama-lama mentalku down juga. Apalagi fisik si kecil tidak gemuk seperti anak sebayanya yang lain. Tapi si kecil sangat lincah dan jarang rewel.

Ilustrasi mom-shamingIlustrasi mom-shaming. (Foto: iStock)

Mom-Shamming masih terus berlanjut, bukan hanya menilai fisikku tapi sekarang mulai sampai ke si kecil. Mereka bilang, anakku harus diberi susu tambahan. Waktu aku menolak karena usianya belum genap satu tahun, mereka bilang, "Gimana mau gemuk, Bundanya kolot sih.." Sedih banget Mom.

Katanya ASI-ku tidak bagus, enggak cocok ke badan anak makanya enggak jadi daging. Lama-lama aku jadi terpengaruh juga. Apakah benar yang mereka katakan?

Saking takutnya mendapat perkataan serupa, aku jadi jarang mengajak si kecil jalan-jalan ke luar rumah. Hari-hari ku habiskan bersama si kecil di dalam rumah.

Beruntung suami memahami keadaanku. Pelan pelan dia berusaha memberi pengertian. Suami bilang, "Yang paling mengerti apa yang si kecil butuhkan adalah kamu, Bundanya. Bukan mereka. Selama si kecil sehat dan aktif, terpenuhi kecukupan gizinya, jangan pikirkan penilaian negatif orang lain."


Akhirnya aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan omongan-omongan yang membuat down semangatku. Aku enggak mau stres, anakku membutuhkan perhatianku.

Jika aku down dan mengabaikan anak, penilaian mereka pasti akan semakin menyakitkan. Alhamdulillah berkat dukungan dari pasangan, aku bisa melewati semuanya. So, untuk Bunda-Bunda yang sedang berjuang, fokuslah untuk memberikan yang terbaik pada si kecil. Mereka hanya bisa menilai, tapi kitalah yang menjalani.

(Cerita Bunda Arya Yong)

*Bunda yang ingin berbagi kisah seputar rumah tangga dan parenting di Cerita Bunda, bisa kirimkan langsung ke email redaksi kami di [email protected] Cerita paling menarik akan mendapat voucher belanja dari kami. dengan subjek Cerita Bunda. Ssst, Bunda yang tidak mau nama aslinya ditampilkan, sampaikan juga di email ya. Cerita yang sudah dikirim menjadi milik redaksi kami sepenuhnya. (som/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda