
cerita-bunda
'Diteror' Keluarga untuk Menyusui 2 Batita, Aku Depresi & Jadi Sakit-sakitan
HaiBunda
Senin, 27 Sep 2021 17:55 WIB

Bismillah, HaiBunda, izinkan saya berbagi cerita pengalaman saya. Mohon agar nama asli saya disamarkan ya.
Perkenalkan saya S, seorang ibu dengan dua orang anak balita dan wanita karir. Saat ini saya tinggal di Bekasi bersama suami dan anak kedua yang masih berumur 3 bulan.
Anak pertama saya umurnya masih 20 bulan, terpaksa saya titipkan pada eyangnya di kampung karena saya didiagnosis oleh psikolog menderita post partum depression.
Semua dimulai karena saya kebobolan hamil anak kedua. Sedangkan anak pertama masih berumur 8 bulan saat itu, Bun. Rasanya dunia saya runtuh melihat anak saya yang masih butuh kasih sayang dan perhatian harus terbagi. Belum lagi saya masih harus bekerja dalam keadaan hamil.
Sungguh berat sekali rasanya. Berbeda dengan suami saya yang sangat senang dengan kabar kehamilan ini. Dia benar-benar totalitas membantu saya mengurus rumah dan si kakak saat saya hamil, Bun!
Tapi menginjak usia kehamilan bulan kelima, suami terkena PHK dampak dari pandemi COVID-19. Sejak itu kami sekeluarga berjuang bertahan hidup di perantauan.
Beruntungnya saya memiliki BPJS, jadi meskipun melahirkan secara caesar, semuanya gratis. Beban keuangan kami berkurang sedikit. Proses kelahiran anak kedua pun sebenarnya tergolong lancar. Hanya saja lebih sakit dibanding proses caesar kakaknya dahulu.
Pasca melahirkan, suami saya diterima kerja di salah satu PT di Bekasi dengan sistem tiga shift. Mau tak mau, saya yang saat itu sedang cuti melahirkan, harus mengurus kedua anak saya seorang diri jika suami sedang bekerja.
Saya mengusahakan ASI eksklusif untuk anak kedua saya karena anak pertama gagal memberikan ASI tersebut. Saya belajar dan bertekad untuk bisa mengasihi anak kedua ini.
Tapi sayang Bunda, usaha saya tidak sebanding dengan hasilnya. Anak kedua saya divonis kuning dengan kadar bilirubin yang cukup tinggi, BAB-nya yang berwarna hitam, dan berat badan yang tidak naik saat umur satu bulan.
DSA (Dokter Spesialis Anak) bilang ASI saya tidak mencukupi kebutuhan bayi jadi harus disambung sufor (susu formula). Suami saya dari awal tidak pernah protes dan selalu mendukung keputusan saya terhadap anak. Saya dan suami sepakat memberikan sufor untuk membantu berat badan anak kami.
Tetapi Tante saya menolak keputusan kami. Dia memaksa saya untuk tetap full ASI hingga saya dan suami merasa diteror dengan segala nasihatnya. Tidak hanya lewat WA, tapi juga Beliau datang ke rumah hampir setiap hari untuk memantau apakah saya melaksanakan nasihatnya untuk full ASI.
Apakah akhirnya membantu? Enggak sama sekali, Bun. Saya malah depresi, simak cerita selengkapnya di HALAMAN SELANJUTNYA, Bun.
Simak juga video berikut mengenai kisah istri almarhum Glenn Fredly yang terkena Baby Blues pasca ditinggal wafat oleh suami.
Mereka Hanya Bisa Ceramah
Ilustrasi depresi pasca melahirkan/Foto: thinkstock
Lama-lama saya stres, Bun. Bayi sering menangis setiap malam dan seringkali mengamuk setiap siang atau sore karena kelaparan. ASI saya memang tidak banyak.
Si Kakak sering terbangun karena terganggu tangisan adiknya tengah malam. Dia pun ikut menangis serta minta dipeluk. Saya bingung karena harus menyusui dan menenangkan adik, sedangkan kakaknya menangis minta ditenangkan juga. Repot banget karena saat itu suami saya sedang masuk kerja shift malam.
Tak lama setelah itu saya sakit panas, Bun selama seminggu lalu ditambah sakit maag karena selalu telat makan mengurusi kedua anak. Suami yang tidak tega melihat saya sakit akhirnya membawa saya pulang ke kampung karena kebetulan saya dan suami berasal dari satu kampung yang sama.
Di sana suami membelikan sufor untuk adik sesuai anjuran dokter, karena dia merasa saya sudah sangat kewalahan menghadapi tangisan bayi. Saya ditinggal di rumah orang tua saya saat itu. Saya pikir akan ada bala bantuan dari orangtua saya yang akan membantu mengurusi anak-anak saya. Tapi ternyata tidak, Bunda!
Ibu tiri saya hanya ceramah dan ceramah karena melihat saya yang selalu mendahulukan anak-anak dalam segala hal. Ia sepertinya jengkel saya tidak bisa membantu Beliau mengerjakan pekerjaan rumah.
Saya sedih, Bunda karena ayah kandung saya pun sama saja, tidak paham keadaan ini. Sampai pada akhirnya saya melakukan hal yang sangat fatal pada anak pertama saya di luar kesadaran saya.
Saya sadar ketika mendengar dia menangis menjerit jerit. Saya segera memeluk dia dan menelepon suami meminta bantuan. Dengan sigap suami menelepon ibunya untuk menjemput anak pertama saya.
Ibu mertua tidak tahu kejadian yang sesungguhnya. Suami hanya berkata saya kewalahan mengurus dua balita. Akhirnya ibu mertua berkata jika si kakak akan Beliau urus dan saya disuruh fokus merawat bayi.
Besoknya suami menjemput saya pulang ke Bekasi. Dia mengajak saya menemui psikolog dan saya didiagnosis menderita post partum depression karena tekanan dari orang-orang d isekitar.
Hingga saat ini saya masih berjuang melawan sindrom ini. Kadang-kadang saya sering menangisi hal-hal kecil, emosi saya meledak-ledak setiap kali mendengar bayi tantrum, mood yang naik turun tidak jelas. Untungnya, dengan sabar suami mendampingi saya setiap harinya. Doakan saya agar segera sembuh ya, Bunda.
(Bunda S, Bekasi)
Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Cerita Bunda
Astagfirullah.. Baby Blues Membuatku Nyaris Mencekik Mati Si Kecil

Cerita Bunda
Work From Home Menegaskan Kalau Aku Depresi Pasca Melahirkan

Cerita Bunda
Ortu Posesif dan Nyinyiran Saudara Bikin Aku Depresi Usai Lahiran

Cerita Bunda
Wajah Polos Si Kecil Hilangkan Kegilaanku karena Depresi Postpartum

Cerita Bunda
Ibuku Kejam, Sampai Membuatku Ingin Bunuh Diri Bareng Anak

Cerita Bunda
Berbagi Kiat Atasi Depresi Usai Melahirkan & Dapatkan Voucher Belanja
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda