Jakarta -
Bunda pernah mendengar tentang gangguan
Postpartum Depression (PPD)? Gangguan ini lebih dikenal sebagai gangguan kecemasan pasca persalinan. Menurut American Pregnancy Association, gangguan ini mempengaruhi 10 persen dari ibu baru.
Gejala yang dirasakan di antaranya khawatir yang berlebih, berpikir cepat, hilangnya konsentrasi, mual, perubahan pola tidur dan makan, deg-degan, serta perasaan takut akan sesuatu yang akan terjadi. Dilansir dari Parents, gejala tersebut muncul saat tahun pertama kelahiran bayi, namun dalam beberapa kasus, gejala ini dapat muncul lebih awal.
"25-35 persen dari kasus kecemasan pasca persalinan dimulai selama kehamilan," ujar Presiden Postpartum Support International Ann Smith.
Smith juga mencatat bahwa sebagian besar wanita lainnya mulai merasa gelisah tak lama setelah melahirkan. Kecemasan ini merupakan hasil dari berbagai pemicu salah satunya karena hormon.
"Ada perubahan hormon yang sangat besar. Kadar estrogen dan progesteron meningkat 10-100 kali lipat selama masa kehamilan, kemudian turun menjadi 0 dalam 24 jam persalinan," ujar Elizabeth Fitelson, MD, Director of the Women's Program di Department of Psychiatry Columbia University
Sebelumnya, seorang ibu dari Seattle, AS, bernama Katie Kavulla berbagi kisahnya dalam menghadapi kecemasan pasca persalinan. Kattie mengaku sudah mengalami tanda-tanda depresi sejak kehamilan keduanya. Pada kelahiran anak kedua, ia merasa kelelahan secara fisik maupun emosi dan gejalanya semakin ia rasa ketika anak ketiganya lahir.
"Level kecemasan saya sangat meningkat. Saya sering kepanasan, berkeringat dan mudah tersinggung. Dan kegelisahan itu terus berlanjut hingga di malam hari saya sulit tidur karena banyak yang saya pikirkan," tuturnya.
Berikut beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kecemasan pasca persalinan:
1. Riwayat kecemasan pribadi atau dari keluarga
2. Berpengalaman depresi sebelumnya
3. OCD
Menurut American Psychiatric Association (APA), setiap ibu baru berisiko mengalami kecemasan sebesar 14 persen dan berkembang pada ibu berusia di bawah 19 tahun dan dengan tingkat pendidikan plus pendapatan rendah. Peluang ini makin meningkat jika ibu tersebut memiliki riwayat depresi pribadi sebelumnya atau di keluarga. Kurangnya dukungan keluarga juga bisa meningkatkan risiko ibu kena depresi pasca melahirkan.
Untuk perawatannya sendiri, penderita dapat bertanya pada penyedia pelayanan kesehatan untuk rujukan ke terapis yang memiliki pengalaman atau ke psikolog berspesialisasi. "Penderita akan sangat membutuhkan terapi dan juga dukungan," kata Smith.
Bunda bisa juga nonton video curhatan Marissa Nasution saat anaknya wafat dalam kandungan berikut:
(AFN/som)