Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Serba Serbi Efek Samping KB IUD, Benarkah Bisa Bikin Gemuk?

dr. Lestari Mustika Rini, Sp.OG   |   HaiBunda

Kamis, 29 Apr 2021 12:38 WIB

Dokter Sisipan
dr. Lestari Mustika Rini, Sp.OG
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Praktek dokter: RS Dr. Branata Jambi dan RS MMC Jambi.
ilustrasi kb spiral
Efek samping penggunaan KB IUD/ Foto: iStock

Mengatur jarak kehamilan menjadi hal penting yang harus Bunda lakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Berbagai metode kontrasepsi itu sendiri dapat dipilih sesuai keinginan dan kenyamanan Bunda dan pasangan, serta cocok dengan kondisi tubuh. Salah satu metodenya selain pil, suntik ataupun susuk adalah dengan menggunakan KB IUD atau biasa disebut juga KB spiral.

KB IUD dapat diandalkan sebagai kontrasepsi jangka panjang dengan angka keberhasilan tinggi. Menurut American Congress of Obstetric and Gynecologists (ACOG), tingkat kegagalan IUD untuk mencegah kehamilan kurang dari 1 persen di tahun pertama. Meski demikian, peluang terjadinya kehamilan tetap ada dan angka kegagalan akan meningkat seiring dengan lamanya penggunaan.

Bagaimana penjelasan dan cara kerjanya? Kita ulas secara lengkap di bawah ini.

KB IUD

KB IUD (intrauterine device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat kontrasepsi berukuran kecil, biasanya berbentuk "T" terbuat dari plastik berukuran 3 cm yang telah disesuaikan dengan ukuran rahim dan mengandung tembaga atau hormon levonorgestrel, dan penggunaannya dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina oleh petugas kesehatan terlatih. Terdapat pula benang IUD yang menggantung di dalam vagina tetapi tidak keluar dari vagina, yang tujuannya adalah untuk evaluasi keberadaan IUD di dalam rahim.

Mengingat pemasangan KB IUD harus melalui vagina, maka hanya boleh dipakai pada Bunda yang sudah menikah atau pernah melahirkan. Pemasangan KB IUD bisa dilakukan langsung setelah Bunda melahirkan baik persalinan normal maupun secara operasi Caesar tepat setelah plasenta dilahirkan, IUD dimasukkan ke dalam rahim. Namun pemasangan bisa juga dilakukan kapanpun, dianjurkan pada saat menstruasi agar jalan lahir (serviks) dalam kondisi terbuka sehingga dapat mengurangi rasa nyeri saat proses pemasangan.

IUD sering kali dianggap lebih baik karena cenderung lebih praktis, karena Bunda tidak perlu takut lupa meminum pil KB setiap hari atau harus suntik setiap bulan pada pengguna KB suntik. KB IUD sendiri memiliki 2 jenis yaitu IUD non-hormonal (berlapis tembaga) dan IUD hormonal (berisi hormon levonorgestrel). Apa perbedaannya?

Simak perbedaan dua jenis KB IUD di halaman selanjutnya!

Simak juga dampak alat kontrasepsi KB untuk kesuburan seperti dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]


PERBEDAAN KB HORMONAL DAN NON HORMONAL

IUD (Intrauterine Device) Birth Control

Efek samping penggunaan KB IUD/ Foto: iStock

KB non-hormonal atau tembaga

IUD berlapis tembaga memiliki fungsi untuk mencegah kehamilan dengan cara melepaskan kandungan zat tembaga (cooper) yg melapisi KB IUD berbentuk T tersebut setiap hari di dalam rahim.

Kandungan zat tembaga ini akan memberikan reaksi di dalam rahim dengan cara merusak sel sperma yang masuk sehingga mencegah bertemunya sel sperma dengan sel telur agar tidak terjadi pembuahan. Selain itu, zat tembaga ini juga memberikan reaksi pada dinding rahim agar sel telur lebih sulit menempel ke dinding rahim sehingga tidak terjadi implantasi. Oleh karena itu, diharapkan tidak akan terjadi kehamilan.

KB IUD jenis tembaga ini bisa digunakan selama 5 hingga 10 tahun, namun bagi pasangan yang masih ingin mengharapkan keturunan sebaiknya jangan terlalu lama untuk melepasnya.

KB hormonal

Bentuk KB jenis ini sama dengan IUD non hormonal, hanya saja tidak dilapisi bahan tembaga melainkan berisi hormon progesterone sintetik yang dikeluarkan dalam dosis kecil setiap harinya, yaitu levonorgestrel. Cara kerja KB ini antara lain:

- Menghambat ovulasi

Normalnya setiap bulan wanita yang subur dapat mengeluarkan sel telur untuk dibuahi, yang disebut dengan proses ovulasi. Namun dengan adanya hormon progestin yang dilepaskan setiap harinya dari IUD hormonal ini, proses ovulasi ini dihambat sehingga tidak ada telur yang menetas setiap bulannya. Dengan cara ini, sel sperma tidak akan bisa bertemu dengan sel telur, dan kehamilan tidak dapat terjadi.

- Membuat dinding rahim tipis

Pada siklus normal wanita usia subur, ketebalan dinding rahim setiap bulannya akan berubah dari tipis hingga menebal dan tipis kembali setelah terjadi haid apabilan tidak terjadi kehamilan. Dinding rahim dipertengahan siklus normalnya akan menebal sebagai persiapan penempelan sel telur yang telah dibuahi (implantasi), sehingga dapat tumbuh menjadi kehamilan. Cara kerja KB hormonal ini adalah dengan menghambat dinding rahim menebal di pertengahan siklus, sehingga dinding rahim dibuat tipis terus menerus agar mencegah proses implantasi.

- Menebalkan lendir serviks

Lendir serviks adalah cairan/lendir yang dikeluarkan dari kelenjar di leher rahim (serviks) dan seringkali keluar melalui vagina pada saat sebelum haid atau setelah haid dengan konsistensi lebih tebal berwarna putih bening tidak berbau, dan pada pertengahan siklus (masa subur) akan terasa lebih encer, bening dan banyak agar sperma lebih mudah masuk ke dalam lahir. Sebaliknya jika menggunakan KB IUD hormonal, sepanjang siklus lendir serviks akan dibuat tebal dan banyak agar sperma tidak dapat memasuki rahim.

Lama penggunaan KB IUD hormonal ini terbatas antara 3 hingga 5 tahun. Jika digunakan lebih dari 5 tahun, efektivitasnya tentu akan berkurang dan peluang untuk hamil bisa meningkat (walau masih terdapat IUD di dalam rahim).

Benarkah KB IUD hormonal bisa membuat gemuk?

Sama seperti KB hormonal lainnya (pil, suntik, susuk), efek samping yang dapat ditimbulkan dari KB IUD hormonal antara lain adalah peningkatan berat badan, timbulnya jerawat dan gejala seperti PMS. Namun, efek samping hormonal yang ditimbulkan pada KB IUD lebih ringan dibandingkan dengan KB hormonal lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh sifat hormon progestin yang dilepaskan dari IUD ini. Peningkatan berat badan akibat penggunaan KB IUD ini bukanlah peningkatan komposisi lemak, melainkan komposisi cairan tubuh yang lebih banyak diserap dan ditahan di dalam tubuh karena hormon ini bersifat menyerap cairan (mineralocorticoid).

Sekitar 5 persen pengguna IUD hormonal mengeluh adanya peningkatan berat badan. Namun, laju peningkatan berat badan akan menurun setelah 3 bulan penggunaan dan akan kembali normal lagi setelah IUD dilepas. Perlu diingat juga bahwa peningkatan berat badan ini juga bisa dipengaruhi oleh gaya hidup Bunda yang tidak sehat, dan meningkatkan timbunan lemak tubuh juga selain efek hormonal dari KB IUD. Sehingga pengguna KB IUD hormonal tetap disarankan untuk menjaga gaya hidup sehat seperti menjaga pola makan dan olah raga teratur.

Simak efek samping yang sering dirasakan Bunda setelah memakai KB IUD di halaman berikutnya!

EFEK SAMPING PEMAKAIAN KB IUD

ilustrasi kb spiral

Efek samping penggunaan KB IUD/ Foto: thinkstock

Pemilihan jenis KB IUD

Dari perbedaan cara kerja kedua jenis IUD ini, pemilihan disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya. Walaupun keduanya memiliki efektivitas, keuntungan dan efek samping yang relative sama, namun KB IUD hormonal bisa digunakan untuk tujuan terapi penyakit seperti perdarahan akibat penebalan dinding rahim, terapi nyeri pada kasus endometriosis dan adenomiosis.

Keuntungan KB IUD

- Efektif mencegah kehamilan hingga 99 persen.
- Efisien karena penggunaannnya yang jangka panjang, tidak perlu pusing memikirkan jadwal rutin minum pil atau jadwal suntik KB, dan hanya perlu kontrol setahun sekali.
- Aman untuk ibu menyusui.
- Mengurangi risiko kanker serviks dan kanker dinding Rahim.
- Mudah dilepas kapanpun ketika Bunda ingin hamil lagi.
- Kesuburan langsung dapat kembali lagi setelah IUD dilepas.
- Pada KB IUD non hormonal: tidak mempengaruhi berat badan, libido maupun perubahan mood (gejala PMS lainnya).

Perlu diingat bahwa penggunaan KB IUD tidak bisa mencegah Penyakit Menular Seksual. 

Efek samping KB IUD

- Kram perut dan nyeri punggung belakang baik saat menstruasi maupun tidak.
- Menstruasi tidak teratur di awal pemasangan, terutama 3-6 bulan pertama penggunaan.
- Darah menstruasi lebih banyak dibanding biasanya.
- Bisa menimbulkan flek-flek (spotting) di awal pemasangan.
- Risiko infeksi/radang panggul, ditandai dengan adanya keputihan banyak dan berbau tidak sedap disertai demam.
- Posisi IUD bergeser di dalam Rahim.
- IUD lepas/keluar dari rahim melalui vagina.

Efek samping tambahan pada IUD hormonal:

- Nyeri kepala
- Jerawat
- Nyeri pada payudara
- Mood swing
- Mual/begah
- Rasa lelah
- Peningkatan berat badan

Kontrol setelah pemasangan KB IUD

Bunda yang baru saja memasang KB IUD wajib melakukan kontrol ke dokter kandungan atau bidan. Saat tidak ada keluhan bisa melakukan kontrol setelah 1 bulan atau 3 bulan pemasangan, kemudian dilanjutkan setiap 1 tahun sekali.

Kontrol pada awal pemasangan perlu dilakukan untuk evaluasi ada atau tidaknya masalah, seperti IUD pindah posisi atau terlepas, adanya infeksi/radang panggul, terjadi perdarahan hebat (ganti pembalut lebih dari 5 kali sehari).

Pada saat kontrol ke dokter biasanya akan dilakukan USG baik dari perut maupun dari vagina (transvaginal), untuk melihat secara akurat apakah IUD masih berada pada posisi yang benar di dalam rahim. Dapat pula pemeriksaan secara konvesional dengan hanya melihat benang IUD di vagina. Cara pengecekan benang IUD dapat dilakukan secara mandiri di rumah dan dianjurkan untuk mengetahui apakah IUD masih ada di dalam rahim atau tidak, biasanya akan diajarkan oleh dokter maupun bidan yang melakukan pemasangan

Kontraindikasi pemasangan KB IUD

KB IUD memang banyak keuntungannya, akan tetapi ada beberapa kondisi Bunda yang tidak diperbolehkan menggunakan IUD berdasarkan Center for Disease Control (CDC) tahun 2016, antara lain:

1. Hamil, pastikan tidak sedang hamil atau pemasangan dianjurkan pada saat menstruasi.
2. Perdarahan dari jalan lahir yang belum jelas penyebabnya, pastikan dengan pemeriksaan terlebih dahulu.
3. Infeksi saluran reproduksi (radang panggul) termasuk penyakit menular seksual, dianjurkan untuk diobati terlebih dahulu.
4. Bentuk rahim tidak normal.
5. Kanker atau tumor ganas di saluran reproduksi.
6. Pada IUD tembaga, terdapat riwayat alergi pada tembaga.

Kontraindikasi tambahan pada KB IUD hormonal, antara lain:1. Kanker payudara

2. Kanker dinding rahim (Endometrium)
3. Penyakit pembuluh darah jantung dan otak (mis: hipertensi, stroke, pengentalan darah)
4. Riwayat penyakit kencing manis dengan komplikasi
5. Riwayat alergi KB hormonal

Sebaiknya lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk pemilihan metode kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi medis saat pemasangan.

Tips mengatasi efek samping KB IUD

Rasa tidak nyaman bagi Bunda yang mengalami efek samping penggunaan IUD baik hormonal maupun non-hormonal tentunya dapat menggganggu aktivitas. Namun tidak perlu khawatir, Bunda dapat mengatasi rasa tidak nyaman dengan cara berikut:

1. Konsumsi obat pereda nyeri (analgetik) antara lain paracetamol, asam mefenamat dan obat pereda nyeri lain yang disarankan dokter.
2. Kompres dengan air hangat pada area yang nyeri saat gejala PMS timbul, seperti di payudara dan perut.
3. Gunakan celana dalam berbahan katun atau pantyliner untuk menyerap lendir serviks berlebih atau flek-flek darah.

Nah Bunda, dari penjelasan diatas tentang 2 jenis KB IUD, mana yang lebih baik? Tentu saja sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Bunda. KB IUD hormonal dan non-hormonal akan berbeda efeknya pada setiap wanita. Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter atau tenaga kesehatan untuk mengetahui jenis mana yang sesuai untuk Bunda.


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda