
kehamilan
Mengenal 2 Jenis IUD, Hormonal dan Non Hormonal Beserta Risikonya
HaiBunda
Selasa, 14 Feb 2023 16:12 WIB

Bunda pasti sudah tak asing dengan KB IUD (intrauterine device). Di Indonesia, KB IUD lebih dikenal dengan sebutan KB spiral.
Menurut Monitoring Berkualitas (MONIKA) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), IUD adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim. Alat kontrasepsi ini terbuat dari plastik yang kecil dan fleksibel, yang dipasang oleh bidan atau dokter yang terlatih dan berpengalaman.
Bunda bisa melakukan pemasangan IUD di fasilitas kesehatan. Beberapa di antaranya adalah Puskesmas, praktik dokter, bidan, dan rumah sakit.
Angka keberhasilan IUD
Menurut Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Lestari Mustika Rini, Sp.OG, IUD dapat diandalkan sebagai kontrasepsi jangka panjang dengan angka keberhasilan yang tinggi. Menurut American Congress of Obstetric and Gynecologists (ACOG), tingkat kegagalan IUD untuk mencegah kehamilan kurang dari 1 persen di tahun pertama.
"Tapi meski demikian, peluang terjadinya kehamilan tetap ada dan angka kegagalan akan meningkat seiring dengan lamanya penggunaan," kata Lestari kepada HaiBunda, beberapa waktu lalu.
Kapan bisa pasang IUD?
IUD dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina. Bunda bisa menggunakan IUD ini setelah melahirkan atau saat haid. Pemasangan di waktu ini dapat mengurangi rasa nyeri.
"Pemasangan KB IUD bisa dilakukan langsung setelah Bunda melahirkan baik persalinan normal maupun secara operasi caesar tepat setelah plasenta dilahirkan, IUD dimasukkan ke dalam rahim," ujar Lestari.
"Namun, pemasangan juga dapat dilakukan kapan pun, dianjurkan pada saat menstruasi agar jalan lahir (serviks) dalam kondisi terbuka sehingga dapat mengurangi rasa nyeri saat proses pemasangan."
KB IUDÂ dibagi menjadi dua jenis, yakni KB IUDÂ non hormonal dan IUDÂ hormonal. Keduanya memiliki cara kerja dan efek yang berbeda dalam mencegah dan menunda kehamilan. Apa saja efek serta risiko keduanya?
Selengkapnya dapat dibaca di halaman berikutnya ya.
Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.
Simak juga 5 cara redakan nyeri haid karena efek penggunaan IUD, dalam video berikut:
BEDA KB IUD NON HORMONAL DAN IUD HORMONAL
Mengenal 2 Jenis IUD, Hormonal dan Non Hormonal Beserta Risikonya/ Foto: Getty Images/iStockphoto/chrupka
Jenis KB IUD
KB IUD dibagi menjadi dua, yakni IUD non hormonal dan IUD hormonal. Berikut beda jenis IUD ini:
1. KB IUD non hormonal
IUD non hormonal berisi atau berlapis tembaga. Menurut Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Dr. dr. Liva Wijaya, Sp.OG, IUD non hormonal dapat digunakan selama 5 sampai 10 tahun. Namun, lama masa pakai ini tergantung dari jenis atau mereknya, Bunda.
Cara kerja KB IUD non hormonal
IUD non hormonal bekerja dengan cara membuat peradangan atau inflamasi non infeksi di dalam rongga rahim. Peradangan yang terjadi ini membuat rahim menjadi kurang baik untuk konsepsi.
"Jadi ini membuat radang tapi bukan infeksi, sehingga keadaan di dalam rongga rahim itu menjadi tidak baik untuk konsepsi. Intinya merubah keadaan di dalam rahim, supaya sperma yang lewat menjadi kurang baik, atau tidak mendukung untuk implantasi atau penempelan embrio," ujar Liva saat dihubungi Haibunda, belum lama ini.
Efek samping KB IUD non hormonal
Penggunaan KB IUD non hormonal bisa menimbulkan efek samping. Beberapa di antaranya adalah haid yang lebih panjang, lebih banyak, hingga muncul rasa nyeri haid, dan keputihan.
Menurut Liva, efek KB non hormonal ini dapat terjadi karena alat berisi tembaga. Dalam tubuh, IUD dianggap benda asing, Bunda.
"Karena isinya tembaga atau benda asing, jadi rahim otomatis merangsang lebih banyak darah keluar saat haid. Misal, normalnya haid 3 hari, tapi kalau pakai IUD non hormonal bisa 5 hari, atau misal normalnya ganti pembalut 2 sampai 3 kali per hari, bisa jadi 4 sampai 5 kali bila menggunakan non hormonal," ungkapnya.
Kalau Bunda tidak bisa mengatasi darah haid yang keluar terlalu banyak saat pakai IUD ini, Liva menyarankan untuk mengganti metode KB lain. Sampai saat ini, banyak pilihan metode KB di Indonesia, seperti suntik KB, implan, dan minum pil KB.
"Kalau tidak bisa mengatasi, sudah ganti saja metode KB yang lain, kan enggak harus IUD, banyak pilihan KB yang lain. Tidak ada yang lebih baik antara satu dan lainnya. Cuma memang setiap KB punya kelebihan dan kekurangan masing-masing," ungkapnya.
2. KB IUD hormonal
KB IUD hormonal tidak dilapisi tembaga, melainkan berisi hormon progesteron. Di Indonesia, KB IUD hormonal ini terbilang cukup mahal.
Pada awalnya, jenis kontrasepsi ini digunakan untuk pasien pada kondisi tertentu. Salah satunya yang mengalami adenomiosis.
"Ini ditawarkan pada pasien yang ingin menggunakan KB IUD tapi jumlah darah haid sebelum pasang IUD itu sudah banyak dan nyeri, atau memiliki kelainan adenomiosis atau ada miom dan kelainan lain yang memerlukan intervensi hormonal jangka panjang," ungkap Liva."
Cara kerja KB IUD hormonal
KB IUD hormonal bekerja dengan cara menghambat ovulasi, membuat dinding rahim menjadi tipis, dan menebalkan lendir serviks. Melalui cara kerja tersebut, kehamilan tidak bisa terjadi.
Liva menjelaskan, kandungan progesteron di IUD hormonal bekerja dengan cara menekan pertumbuhan lapisan rahim, sehingga tidak terjadi haid dan mencegah kehamilan. Cara kerja KB ini hampir sama dengan KB suntik 3 bulan dan pemasangan implan, Bunda.
Bedanya, efek IUD hormonal hanya terjadi secara lokal atau di rahim saja. Sedangkan efek suntik KB dan implan bisa sistemik ke seluruh tubuh.
Efek samping KB IUD hormonal
Efek KB IUD hormonal yang utama adalah tidak haid atau sesekali hanya muncul flek. Namun, bukan berarti Bunda tidak bisa haid sama sekali.
"Sekitar 80 persen wanita yang menggunakan IUD ini biasanya tidak haid atau jarang haid. Sisanya tetap haid," kata Liva.
Setelah pemasangan IUD hormonal, haid tidak langsung berhenti. Bunda tetap bisa mengalami perdarahan sebagai salah satu efek pemasangannya.
Perlu diperhatikan sebelum pasang KB IUD
Setelah pasang IUD hormonal atau non hormonal, Bunda disarankan untuk kembali kontrol ke dokter. Kontrol dapat dilakukan setelah haid pertama dan sekali dalam 6 sampai 12 bulan untuk mengecek posisi IUD dan efek samping.
Bila muncul efek samping yang berlebihan dan mengganggu, Bunda sebaiknya mempertimbangkan untuk mengganti metode KB lain. Namun sebelumnya, pastikan dulu penyebabnya ke dokter.
"Kalau habis dipasang ini kamu mengalami perdarahan banyak dan hebat, kamu datang lagi ke dokter. Kalau tidak cocok ya ganti saja," ucap Liva.
Memilih KB IUD untuk merencanakan kehamilan memang sebaiknya didiskusikan dulu dengan dokter. Pemilihan kontrasepsi ini perlu menyesuaikan dengan kebutuhan Bunda.
"Jadi kalau ditanya bagus yang mana, ya tergantung pasiennya kebutuhannya apa," kata Liva.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Kehamilan
Bunda Ingin Pasang KB IUD, Apakah Harus saat Haid?

Kehamilan
Benarkah IUD Non Hormonal Bisa Sebabkan Perdarahan Seperti Ashanty? Ini Kata Dokter

Kehamilan
FDA Resmi Setujui Pemakaian IUD Liletta untuk Cegah Kehamilan hingga 8 Tahun

Kehamilan
17 Makanan Bantu Tingkatkan Kesuburan saat Jalani Program Hamil

Kehamilan
Saat Program Hamil, Dukungan untuk Suami Juga Penting Diberikan


5 Foto
Kehamilan
5 Gambar Test Pack Positif Hamil, Tak Selalu Muncul Dua Garis Lho
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda