
kehamilan
Stres saat Hamil Bisa Memengaruhi Temperamen Bayi setelah Lahir, Ini Penjelasan Pakar
HaiBunda
Jumat, 14 Jun 2024 21:40 WIB

Pengalaman buruk yang Bunda rasakan selama hamil ternyata bisa memengaruhi sifat atau temperamen bayi setelah lahir. Pengalaman buruk ini bisa berupa stres atau rasa cemas.
Psikolog perkembangan dan penulis Diana Divecha, Ph.D., mengatakan bahwa dalam 15 tahun terakhir, penelitian terhadap ibu dan bayi menunjukkan bahwa keadaan emosi seorang ibu hamil, terutama stres, kecemasan, dan depresi, dapat mengubah perkembangan anak dengan konsekuensi jangka panjang. Demikian seperti dilansir laman Developmental Science.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Society for Research in Child Development tahun 2006 pernah mempelajari kaitan stres saat hamil dan perkembangan anak. Studi ini mempelajari ibu hamil yang sehat secara mental, berpendidikan tinggi, dan memiliki kehamilan berisiko rendah.
Di pertengahan masa kehamilan, peneliti mengukur tingkat tekanan psikologis ibu hamil (stres, kecemasan, dan depresi). Setelah bayi lahir, peneliti lalu menguji perkembangannya saat bayi berusia 6 minggu dan 2 tahun.
Peneliti menemukan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami tekanan ringan hingga sedang memiliki perkembangan fisik dan mental yang lebih maju.
Sementara pada penelitian lain menunjukkan bahwa stres yang dialami ibu hamil bisa bermanfaat untuk otak janin. Otak mereka menjadi lebih cepat matang, dan memiliki konektivitas antar neuron yang lebih cepat.
Lantas, apa ini berarti ibu hamil harus mengalami stres agar perkembangan otak janinnya meningkat?
Tentu saja tidak ya, Bunda. Tekanan normal yang dialami hidup seorang Bunda setiap harinya sudah dirasa cukup. Adanya tekanan tambahan atau terlalu banyak stres justru bisa berbahaya.
Stres berat selama hamil telah dikaitkan dengan keguguran, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah pada bayi. Sementara itu, stres kronis seperti diskriminasi dan kemiskinan, juga dapat menyebabkan berat badan lahir rendah, serta masalah fisik dan psikologis di kemudian hari.
"Bayi yang ibunya mengalami tingkat stres 'beracun' saat hamil secara statistik lebih mungkin mengalami masalah pernapasan dan pencernaan, mudah tersinggung, atau masalah tidur dalam tiga tahun pertama perkembangannya," kata Divecha.
"Mereka juga cenderung mengalami masalah perkembangan, seperti masalah kognitif, perilaku, sosial-emosional, dan kesehatan, yang menunjukkan perubahan perkembangan saraf yang terjadi pada masa remaja dan dewasa," sambungnya.
Sedangkan bayi dari ibu hamil yang mengalami depresi berpeluang empat kali lebih besar mengalami berat badan lahir rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami depresi, Bunda. Bahkan, ketika ibu hamil mengalami depresi, kemungkinan besar mereka juga akan mengalami depresi pasca persalinan.
"Penelitian juga menunjukkan bahwa depresi yang dialami pengasuh utama (ibu) adalah salah satu prediktor terkuat dari hasil buruk perkembangan anak. Anak-anak ini tidak mendapatkan umpan balik normal yang diperlukan untuk tumbuh dengan cara yang sehat secara emosional," ungkap Divecha.
Stres janin dan temperamen bayi baru lahir
Profesor Psikologi Medis di bidang Psikiatri dan Obstetri dan Ginekologi di Columbia University Irving Medical Center, Catherine Monk dan rekan-rekannya mempelajari pengaruh jangka panjang masa prenatal, terutama di kalangan perempuan yang menderita depresi, stres, dan kecemasan. Mereka menemukan bahwa beberapa janin akan merasakan stres yang dialami ibunya, dan reaktivitas janin berkorelasi dengan temperamen bayi saat berusia empat bulan.
Dalam studi yang diterbitkan di Developmental Psychobiology tahun 2007 ini, tim peneliti membawa 50 ibu hamil ke laboratorium. Mereka lalu memantau detak jantung janin sementara para ibu hamil menyelesaikan Stroop Test atau tes psikologi yang cukup populer. Tes ini sering kali menjadi beban mental yang bisa membuat stres.
Nah, hasil studi menemukan bahwa janin dari perempuan yang secara klinis mengalami depresi atau kecemasan akan merasakan stres yang dialami ibunya. Hal tersebut dilihat dari perubahan detak jantung selama menyelesaikan Stroop Test.
Saat bayi tersebut berusia empat bulan, tim penelitian kembali melakukan penilaian. Kali ini adalah menilai temperamen dengan mengamati seberapa reaktif bayi menghadapi serangkaian rangsangan baru (suara, pemandangan, bau), dan beberapa pola penting.
Hasilnya, janin yang mengalami perubahan detak jantung lebih besar selama ibu mereka melakukan Stroop Test, cenderung menjadi sangat reaktif pada usia empat bulan.
Bicara soal stres pada janin, penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal medis JAMA Open Network juga menemukan kaitannya dengan perkembangan otak janin. Penelitian ini didokumentasikan pada saat pemindaian otak janin.
Dilansir CNN, kondisi janin ibu hamil dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi cenderung memiliki koneksi yang lemah pada dua area otak anak. Area ini terlibat dalam fungsi eksekutif, kognitif, serta koneksi antara bagian-bagian otak yang terhubung dengan kontrol emosi dan perilaku.
"Tingkat kecemasan tampaknya memiliki efek langsung pada pembentukan otak janin di dalam rahim. Apa yang dialami ibu hamil, ternyata juga dialami bayi belum lahir," kata Catherine Limperopoulos, penulis studi sekaligus pemimpin Developing Brain Institute at Children's National in Washington, DC.
Secara khusus, stres menyebabkan kelenjar pituitari dan adrenal tersebar di seluruh tubuh dan melawan hormon yang seharusnya membantu kita keluar dari bahaya. Bahan kimia yang menyebabkan stres kronis juga bisa melewati penghalang plasenta antara ibu dan bayinya.
Cara menghindari stres saat hamil
Perasaan sedih atau marah yang memicu stres hingga depresi saat hamil dapat dicegah dengan beberapa cara. Dikutip dari beberapa sumber, berikut 5 caranya:
- Lakukan kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi rutinitas agar tidak bosan dan mudah khawatir dengan kondisi kehamilan. Beberapa kegiatan ini dapat berupa yoga prenatal, mendengarkan musik, atau menonton film.
- Pastikan Bunda selalu mendapatkan istirahat yang cukup untuk mengisi kembali energi agar tidak gampang stres.
- Terapkan pola hidup sehat dan fokus merawat diri sendiri.
- Selalu berpikir positif untuk menghilangkan perasaan gundah terkait kehamilan dan kondisi janin.
- Bicara dengan orang yang tepat untuk mencurahkan isi hati. Bila perlu, Bunda bisa bicara dengan pakar untuk mencari solusi saat mengalami tantangan selama menjalani kehamilan.
Demikian hubungan stres saat hamil dan perkembangan janin setelah lahir. Semoga informasi ini bermanfaat ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/ank)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Kehamilan
Studi Terbaru Temukan Dampak Stres saat Hamil, Pengaruhi Plasenta & Perkembangan Janin

Kehamilan
Stres Ibu Hamil Bisa Menjadi Stimulus Anak Cerdas, Ini Rahasianya Menurut Dokter

Kehamilan
Tips Menjalani Kehamilan Bebas Stres ala Eks Bintang FTV Nanda Gita, Bisa Dicontoh Bun

Kehamilan
5 Cara Menenangkan Pikiran Saat Hamil Biar Enggak Mudah Cemas dan Stres

Kehamilan
7 Cara Sederhana Mengatasi Stres pada Ibu Hamil, Bunda Perlu Tahu


12 Foto
Kehamilan
12 Ilustrasi Gambar Perkembangan Janin Trimester Satu: Minggu ke-1 sampai ke-12
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda