Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Atonia Uteri: Gejala, Penyebab, Pengobatan Rahim Gagal Berkontraksi setelah Melahirkan

Dwi Indah Nurcahyani   |   HaiBunda

Kamis, 19 Sep 2024 21:20 WIB

melahirkan
Foto: Getty Images/SDI Productions
Jakarta -

Atonia uteri menjadi risiko yang dialami sebagian ibu dalam kehamilannya. Apa sebenarnya atonia uteri dan seperti apa gejala, penyebab, dan pengobatannya, Bunda.

Atonia uteri mengacu pada uterus yang lunak dan lemah setelah melahirkan. Hal ini terjadi ketika otot uterus tidak cukup berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah plasenta hingga tertutup setelah melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan darah yang mengancam jiwa setelah melahirkan. 

Penyebab atonia uteri

Atonia uteri merupakan kondisi yang terjadi ketika uterus tidak berkontraksi (atau mengencang) dengan baik selama atau setelah melahirkan. Ini adalah komplikasi serius yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang mengancam jiwa. Atonia uteri (atau tonus otot uterus) menggambarkan uterus yang lunak, atau kurang tonus.

Selama kehamilan, bayi tumbuh di uterus dan mendapatkan darah, oksigen, dan nutrisi dari plasenta. Pembuluh darah dan arteri memasok darah ke bayi melalui plasenta. Setelah melahirkan, uterus berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta.

Kontraksi ini membantu mencegah perdarahan karena menekan pembuluh darah yang menghubungkan uterus ke plasenta. Tanpa tekanan pada pembuluh darah ini, mereka dapat berdarah bebas dan menyebabkan perdarahan pasca persalinan (perdarahan berlebihan setelah melahirkan.

Atonia uteri juga dapat terjadi selama keguguran atau operasi rahim lainnya, dan dapat menjadi komplikasi dari kelahiran normal atau operasi caesar. Atonia uteri terjadi pada sekitar 2 persen dari semua kelahiran di Amerika Serikat; namun, tidak semua kasus menyebabkan perdarahan pasca persalinan.

Penyebab dari kasus atonia uteri dikarenakan otot rahim tidak berkontraksi secara memadai sebagai respons terhadap oksitosin, hormon yang dilepaskan tubuh sebelum dan selama persalinan untuk merangsang kontraksi. Dalam kasus atonia uteri, kondisi ini memerlukan intervensi medis segera. Kebanyakan orang pulih sepenuhnya jika ditangani dengan segera.

Gejala atonia uteri

Tanda terbesar atonia uteri adalah perdarahan yang berkepanjangan atau berlebihan dari rahim. Tim medis biasanya akan mendeteksi sebagian besar kasus atonia uteri segera setelah bayi lahir. Selain itu, rahim menjadi rileks, lemah, dan kendur setelah melahirkan seperti dikutip dari laman Cleveland Clinic.

Gejala pada atonia uteri di antaranya adalah sebagai berikut ini ya, Bunda:

1. Tekanan darah rendah.
2. Denyut jantung cepat.
3. Merasa pusing atau pingsan.
4. Penampilan pucat.
5. Kehilangan kesadaran.
6. Tidak bisa buang air kecil.
7. Nyeri, terutama di punggung.

Kapan harus ke dokter?

Gejala atonia uteri yang paling signifikan adalah pendarahan berkepanjangan dari rahim. Hal ini dapat menyebabkan ibu hamil kehilangan banyak darah.

Perdarahan setelah melahirkan memang wajar terjadi ya, Bunda. Namun, jika Bunda merasa mengalami perdarahan hebat atau harus sering mengganti pembalut, sebaiknya Bunda segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut seperti dikutip dari laman WebMd.

Diagnosis atonia uteri

Dalam mendeteksi atonia uteri, tim medis akan mempelajari cara mengenali atonia uterus sejak dini dan mengobatinya dengan cepat. Mereka biasanya dapat mendiagnosisnya dengan merasakan ukuran dan kelembutan uterus Bunda setelah melahirkan. 

Biasanya, tim medis akan meletakkan satu tangan di perut Bunda sambil juga melakukan pemeriksaan vagina (jari-jari dari tangan lainnya berada di dalam vagina). Selain itu, beberapa tim medis mungkin menimbang atau menghitung spons atau bantalan yang digunakan untuk menyerap darah untuk menghitung berapa banyak darah yang hilang.

Jika Bunda mengalami atonia uteri, uterus Bunda besar, lembut, dan lemah. Dalam persalinan yang normal, uterus Bunda akan mulai berkontraksi (mengencang atau mengeras) dan menyusut setelah melahirkan.

Atonia uteri adalah penyebab utama perdarahan pasca persalinan, jadi tim medis biasanya juga akan memeriksa Bunda untuk mengecek beberapa hal berikut:

1. Robekan di serviks, vagina, atau uterus
2. Jaringan plasenta yang tertahan

Kemudian, Bunda akan terus dipantau tim medis dan diamati mengenai perubahan tekanan darah dan detak jantung Bunda. Mereka mungkin meminta tes darah untuk melihat jumlah sel darah merah dan faktor pembekuan darah (seberapa cepat darah Bunda menggumpal atau membeku).

Pengobatan atonia uteri

Atonia uteri merupakan kondisi darurat dan memerlukan tindakan cepat dari tim medis. Tujuan pengobatan adalah menghentikan perdarahan sesegera mungkin dan mengganti darah atau cairan yang hilang. Bahkan setelah pendarahan terkendali, Bunda mungkin memerlukan transfusi darah atau cairan infus untuk mengganti apa yang hilang.

Tim medis biasanya memulai pengobatan dengan memijat uterus Bunda untuk mendorong kontraksi yang lebih kuat. Bergantung pada tingkat keparahannya, ini mungkin cukup untuk mengobati atonia uteri.

Selain pemijatan uterus setelah melahirkan, dokter mungkin akan menggunakan beberapa obat untuk membantu kontraksi uterus Bunda. Obat-obatan ini meliputi oksitosin, metilergonovin, protaglandin, misoprostol, dan lainnya.

Tim medis mungkin perlu memberikan tekanan lebih pada rahim untuk membatasi jumlah kehilangan darah. Teknik ini meliputi membungkus rahim dengan kain kasa atau menggembungkan balon di dalam rahim Bunda. Dengan metode ini, tim medis akan memberikan tekanan langsung pada dinding rahim untuk menghentikan pendarahan.

Komplikasi atonia uteri

Dalam kasus atonia uteri, komplikasi bisa terjadi di dalam kondisi tersebut ya, Bunda. Berbagai komplikasi tersebut meliputi anemia, dan juga kelelahan atau terlalu lelah. Selain itu, Bunda juga mungkin merasa pusing atau pening karena tekanan darah rendah. Serta, peningkatan risiko perdarahan pada kehamilan berikutnya.

Pencegahan atonia uteri

Atonia uteri biasanya tidak dapat dicegah. Jika Bunda berisiko, dokter mungkin akan mengambil langkah-langkah sebelumnya untuk mempersiapkan diri menghadapi perdarahan yang berlebihan. Ini dapat mencakup menyediakan bantuan atau peralatan tambahan di ruang bersalin atau melahirkan bayi di rumah sakit yang berbeda. 

Bunda dapat mengambil langkah-langkah untuk menjalani kehamilan yang sehat dengan mengonsumsi vitamin prenatal, menghadiri semua janji temu prenatal, dan menjaga berat badan yang sehat selama kehamilan. Jika Bunda mengalami pendarahan hebat selama persalinan sebelumnya, pastikan untuk memberi tahu dokter kandungan mengenai kondisi tersebut.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda