Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Mata Perih Jadi Gejala COVID-19? Cek Faktanya Bun

Annisa A   |   HaiBunda

Jumat, 16 Jul 2021 12:41 WIB

two woman working with protective face mask at office
Foto: Getty Images/iStockphoto/izzetugutmen

COVID-19 menular melalui saluran pernapasan. Tak hanya mengganggu proses pernapasan, virus Corona ini juga menyebar ke organ-organ tubuh lainnya seperti mata, Bunda.

Kinerja mata dapat terganggu karena COVID-19 mampu berkembang biak di selaput lendir, termasuk di daerah permukaan mata. Dilansir dari American Journal of Managed Care, mata perih menjadi salah satu tanda pasien tertular COVID-19.

Penelitian itu tercantum di dalam jurnal BMJ Open Ophthalmology. Dari 83 responden, 16 persen pasien mengalami gejala mata perih sebelum dan ketika terinfeksi COVID-19.

Mata perih biasanya berkaitan dengan kondisi konjugtivitis yang menyebabkan mata terlihat merah dan kerap terasa gatal. Konjugtivitis tidak selalu dialami oleh pasien COVID-19, namun WHO memasukkannya ke dalam daftar salah satu gejala yang lebih jarang dialami.

"Jenis, frekuensi, dan penularan virus melalui mata tidak boleh diabaikan, terutama karena mata telah diakui sebagai salah satu organ yang memungkinkan virus dapat masuk ke dalam tubuh," tutur para peneliti.

Menurut peneliti, gejala mata biasanya muncul antara 4 persen hingga 31 persen dari mereka yang terinfeksi COVID-19. Tetapi tak semua melaporkannya karena biasanya kondisi tersebut tidak parah.

Selain mata perih, 17 persen dari responden mengalami mata gatal. Kemudian 18 persen responden mengalami suatu kondisi yang disebut dengan fotofobia, Bunda.

Fotofobia merupakan gangguan kepekaan mata terhadap cahaya terang yang menimbulkan sensasi tidak nyaman pada mata. Biasanya kondisi ini juga dialami dengan sakit kepala seperti berdenyut.

Meski begitu, tak semua masalah mata berarti gejala positif COVID-19. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut melalui swab PCR atau antigen.

"Meskipun penting bahwa gejala mata dimasukkan dalam daftar gejala COVID-19, kami berpendapat bahwa sakit mata harus menggantikan 'konjungtivitis' karena penting untuk membedakannya dari gejala infeksi lain. Seperti infeksi bakteri yang juga menimbulkan mata berair dan berpasir," tuturnya.

Lalu bagaimana membedakan sakit mata biasa dengan gejala COVID-19? Simak di halaman selanjutnya.

Saksikan juga video persiapan melahirkan di masa pandemi:

[Gambas:Video Haibunda]


GEJALA COVID-19

two woman working with protective face mask at office

Foto: Getty Images/iStockphoto/izzetugutmen

Mata dianggap sebagai portal masuknya berbagai virus dan bakteri ke dalam tubuh, termasuk COVID-19. Namun Bunda perlu mempertimbangkan gejala yang dialami. Terkadang, mata perih juga diakibatkan oleh alergi musiman atau penyakit mata lainnya.

Tak seperti penyakit mata biasa, konjungtivitis pada penderita COVID-19 cenderung hanya memengaruhi salah satu mata. Hal ini berbeda dengan konjugtivitis normal pada umumnya. Peneliti masih berusaha memahami kondisi gangguan mata yang terjadi pada pasien Corona.

"Studi ini penting karena membantu kami untuk memahami bagaimana COVID-19 dapat menginfeksi konjungtiva dan bagaimana memungkinkan virus menyebar ke seluruh tubuh," kata para peneliti.

Selain mata perih, pasien COVID-19 biasanya mengalami berbagai gejala lainnya. Menilik situs WHO, gejala yang paling umum dialami oleh pasien adalah demam, batuk kering, dan badan nyeri atau lelah.

Gejala lain yang termasuk ke dalam kategori lebih jarang dialami yaitu mata perih, sakit tenggorokan, diare, konjungtivitis, sakit kepala, anosmia, dan ruam kulit.

Itu semua hanya merupakan gejala ringan, Bunda. Pelajari gejala beratnya di halaman berikut.

WASPADA GEJALA BERAT

Woman with protective mask suffocating due coronavirus holding chest sitting on a desk at nigh at home

Foto: Getty Images/iStockphoto/izzetugutmen

Setiap manusia punya respon berbeda ketika tubuhnya terinfeksi COVID-19. Bagi mereka yang tak memiliki komorbid atau penyakit bawaan cenderung mengalami gejala ringan atau tanpa gejala.

Walaupun angka kematian penyakit COVID-19 masih sekitar tiga persen, namun orang berusia lanjut dan memiliki komorbid harus lebih waspada, Bunda. Gejala ringan dapat berkembang menjadi gejala sedang hingga berat.

Pasien dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, cenderung lebih rentan untuk menjadi sakit parah.

Sekitar 1 dari 6 orang mungkin akan menderita sakit yang lebih parah, seperti disertai pneumonia atau kesulitan bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap. Pasien juga merasakan nyeri dada, hilang nafsu makan, serta demam di atas 38 derajat Celsius.

Tak hanya itu, mereka juga mengalami sesak napas karena kadar saturasi oksigen yang turun di bawah 95. Pasien COVID-19 bergejala sedang dan berat sudah seharusnya dilarikan ke rumah sakit. Mereka harus mendapatkan obat dan vitamin melalui intravena atau infus.

"Jika ada sesak napas, apalagi saturasinya sudah di bawah 95 segera ke rumah sakit. Jangan konsumsi obat-obatan selain anjuran dokter," tutur dokter spesialis paru dr. Erlina Burhan, M.Sc SpP(K) di webinar PDPI belum lama ini.


(anm/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda