Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Seperti Kasus dr Qory, Mengapa Banyak Korban KDRT Memilih Bertahan dengan Suami Toxic?

Amira Salsabila   |   HaiBunda

Rabu, 22 Nov 2023 16:32 WIB

Ilustrasi KDRT
Seperti Kasus dr Qory, Mengapa Banyak Korban KDRT Memilih Bertahan dengan Suami Toxic/Foto: Getty Images/iStockphoto/Jelena Stanojkovic
Daftar Isi
Jakarta -

Masalah rumah tangga yang dialami dr Qory tengah menjadi perbincangan publik belakangan ini. Ia mengaku mendapat perilaku tak pantas, yakni kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT, Bunda.

Berawal kabur dari rumah dan melarikan diri ke Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan anak (P2TP2A), dr Qory mengaku menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, Willy Sulistyo.

Sedang hamil 6 bulan, ternyata Bunda tiga ini berkali-kali mendapatkan kekerasan dari sang suami. Bahkan, tubuhnya sampai mengalami luka-luka.

Banner Krospromo Infused Water

Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Teguh Kumara sebelumnya mengatakan dr Qory telah membuat laporan KDRT terhadap suaminya. Kendati demikian, Bunda tiga anak ini disebut ingin mencabut laporan tersebut.

Meski disebut ingin mencabut laporan, Teguh mengatakan perkara ini masih berlanjut karena belum ada pencabutan secara tertulis.

Tak sedikit korban KDRT yang memilih untuk memaafkan dan kembali menjalani rumah tangga bersama pasangannya seperti yang ingin dilakukan dr Qory. Keputusan tersebut pun tentunya menjadi pertanyaan banyak orang, mengapa korban KDRT memilih untuk bertahan?

Alasan psikolog banyak korban KDRT sulit melepas hubungannya

Keputusan ini mereka pilih bukan tanpa alasan. Sebab, memilih untuk kembali bersama pasangan yang berperan sebagai pelaku kekerasan itu bukan hal yang mudah. Banyak hal yang perlu mereka pertimbangkan, sampai akhirnya memilih untuk bertahan.

Menanggapi kekerasan dalam hubungan, psikolog klinis dewasa mengatakan cinta dan kasih sayang menjadi salah satu alasan mengapa banyak korban memilih untuk mempertahankan hubungannya dengan pasangan.

“Dia memiliki keinginan bahwa saya adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan pasangan saya ini karena saya mencintainya,” ujar Alfath Hanifa Megawati M.Psi, saat dihubungi HaiBunda.

“Saya tahu bahwa dia bermasalah dan mungkin enggak ada orang lain yang bisa menyelamatkan dia dengan harapan saya bisa membuat dia berubah,” sambungnya.

Psikolog yang kerap disapa Ega itu menjelaskan ada juga yang disebut masa honeymoon. Fase itu adalah pelaku kekerasan mengakui kesalahan dan mulai menjanjikan hal-hal manis yang akhirnya memberikan harapan lagi kepada korban.

“Baru kemudian ada fase korban ini terpenjara dengan harapan pasangannya bisa berubah, dia ini seseorang yang dibutuhkan,” jelas Ega.

Pilihan ini mungkin mereka ambil karena masih peduli dengan pasangannya atau berharap segalanya akan berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, di sisi lain fase tersebut bisa menjadi bumerang bagi korban karena kekerasan bisa kembali terulang.

Faktor Umum Lainnya yang Bikin Korban KDRT Bertahan

Berikut adalah beberapa alasan lainnya mengapa seseorang sulit untuk meninggalkan hubungan tidak sehat itu:

1. Anak-anak

Dalam beberapa kasus, perceraian orang tua bisa mengganggu kehidupan anak-anak. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang memilih untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Mereka mungkin juga takut kehilangan anak-anaknya, terutama jika salah satu dari pasangan itu mengancam akan membawa anak-anaknya pergi.

2. Ketergantungan Finansial

Beberapa orang mungkin tidak memiliki penghasilan atau tabungan, atau pasangannya mungkin yang memiliki kendali penuh atas keuangan keluarga. Mereka mungkin tidak memiliki akses terhadap uang tunai, kartu, atau rekening bank sendiri.

3. Menghadapi Ancaman

Ancaman seringkali diterima para korban kekerasan dari Si Pelaku. Bahkan, ancaman tersebut juga bisa meluas ke anggota keluarga atau teman-teman korban.

4. Takut

Seseorang kemungkinan besar akan merasa takut atas risikonya jika memutuskan untuk berpisah, baik karena takut akan tindakan pasangannya atau khawatir dengan kemampuannya sendiri untuk mandiri.

5. Pelecehan yang Dinormalisasi

Jika seseorang tumbuh di lingkungan yang sering terjadi pelecehan, kemungkinan mereka tidak tahu seperti apa hubungan yang sehat itu. Hal ini menyebabkan mereka tidak sadar bahwa perilaku pasangannya itu tidak sehat atau kasar.

6. Rendah Diri

Tak sedikit dari korban kekerasan merasa kesalahan ada pada diri mereka. Ini juga terbentuk dari akumulasi kekerasan yang diterima dalam kurun waktu yang lama. Mereka mudah memercayai sentimen tersebut dan yakin bahwa merekalah yang bersalah atas perilaku kasar pasangannya.

7. Tekanan Sosial

Melansir dari laman one love, ada tekanan luar biasa untuk menjalin hubungan yang sempurna, dan beberapa budaya serta media sosial hanya menekan tekanan ini.

8. Tidak Punya Tempat Tujuan

Terkadang, korban KDRT tidak memiliki tempat tujuan. Itulah salah satu alasan mereka takut meninggalkan hubungan tersebut. Kembali lagi, hal ini terutama dialami banyak korban yang bergantung secara finansial pada pelaku kekerasan.

Cara Memberikan Pertolongan Korban KDRT

Ketika mengetahui seseorang mengalami KDRT, jangan biarkan rasa takut melakukan tindakan untuk segera memberikan pertolongan kepada mereka. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa Bunda lakukan:

1. Luangkan Waktu untuk Mereka

Melansir dari laman verywell mind, hubungi korban kekerasan saat mereka sudah tenang dengan keadaan. Sebab, terlibat saat mereka masih dalam emosi dapat membahayakan Bunda.

Pastikan juga untuk meluangkan waktu ketika mereka sudah siap untuk menceritakan kondisinya. 

2. Mulai Percakapan

Beri tahu mereka bahwa Bunda akan bersedia untuk memberikan perhatian yang simpatik kepadanya. Ketika korban KDRT terlihat berusaha untuk menutupi luka-lukanya, beri tahu orang tersebut Bunda akan merahasiakan informasi yang dia ungkap.

3. Dengarkan Tanpa Menghakimi

Sebagai orang yang dipercaya, Bunda perlu mendengarkan mereka tanpa harus menghakimi, memberikan nasihat, atau memberikan solusi. Kemungkinannya adalah jika mendengarkan dengan baik, korban akan memberi tahu apa yang mereka butuhkan. 

Berikan saja mereka kesempatan untuk bicara sebanyak mungkin sampai merasa sudah tenang.

4. Ketahui Tanda-tandanya

Banyak orang yang menutupi kekerasan karena berbagai faktor. Maka dari itu, Bunda perlu mempelajari tanda-tanda peringatan KDRT.

Tanda-tanda fisik meliputi mata hitam lebam, bibir pecah, tanda merah atau ungu di tubuhnya, pergelangan tangan terkilir, dan ada memar. Sementara tanda emosionalnya meliputi rendah diri, terlalu pemaaf, takut, perubahan pola tidur atau makan, mudah cemas, depresi, hingga berbicara tentang bunuh diri.

5. Percaya Korban KDRT

Seringkali hanya korban yang melihat sisi gelap dari pasangannya dan tidak sedikit juga orang sekitar yang tidak percaya dengan hal tersebut. Akibatnya, para korban merasa tidak ada seorang pun yang akan percaya kepadanya.

Oleh karena itu, percayalah pada cerita korban dan katakan demikian. Bagi mereka, memiliki orang yang mengetahui kebenaran dapat membawa harapan dan rasa tenang.

6. Validasi Perasaan Korban

Bukan hal aneh bagi korban untuk mengungkapkan perasaan yang bertentangan tentang pasangannya dan situasi mereka. Jika ingin membantu, penting sekali untuk mengakui dan memberi tahu bahwa itu adalah hal yang normal.

Akan tetapi, penting juga untuk memastikan bahwa kekerasan tidak diperbolehkan dan tidak normal jika hidup dalam rasa takut akan serangan fisik.

7. Berikan Dukungan

Bantu korban mendapatkan dukungan dan sumber daya. Berikan mereka akses untuk datang ke profesional mental, layanan sosial, pengacara, atau komunitas pendukung.

Bunda juga bisa membantu mereka dengan mencari tahu undang-undang apapun mengenai KDRT dan hak asuh anak.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(asa/fia)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda