Jakarta -
Seorang siswa sebuah SMP Negeri di Blitar tidak mau sekolah, karena trauma menjadi korban
bullying. Korban yang berusia 12 tahun mengalamiÂ
bullying hingga enam kali pingsan.
Dilansir
detikcom, siswa ini trauma dan ketakutan. Ia sering mendapat ancaman dari pelaku. Orang tuanya pun melaporkan kasus ini ke polisi dan meminta proses hukum berjalan agar memberi efek jera.
Belum juga satu tahun duduk di kelas VII, ia sering dijahili teman-teman sekelasnya. Bullying itu lama kelamaan semakin parah, hingga menyebabkan korban pingsan.
Menurut keterangan orang tua korban, aksi bullying terakhir dialami setelah upacara Hari Sumpah Pemuda pada Senin (28/10). Ketika itu, korban keluar dari perpustakaan, kemudian tiba-tiba ada yang menyerang dari belakang.
"Anak saya merasa dipegang lehernya dari belakang lalu dipukul. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa," kata S, ayah korban.
Pihak sekolah menghubungi S untuk menjemput anaknya. Wali kelas mengatakan, anaknya sudah pingsan selama tiga jam.
 Ilustrasi anak mengalami bullying/ Foto: iStock |
Sore harinya, korban mengaji ke musala yang berjarak 100 meter dari rumah. Tapi, ketika pulang, korban mendapat ancaman dari teman sekolahnya. Diduga, temannya tersebut ikut melakukan pemukulan di pagi hari.
"Sejak saat itu, anak saya sudah enggak mau sekolah. Saya lalu lapor ke pihak sekolah untuk memberitahukan kondisi anak saya," ujar S.
Menurut keterangan pihak sekolah, mereka sudah memanggil beberapa pelajar yang diduga terlibat. Tapi, mereka tidak ada yang mau mengaku.
Korban semakin takut mendengar hal ini. Ia juga semakin ingin pindah sekolah. Korban mengaku pada orang tuanya, dia sering dipukul, ditendang, dan dibanting. Lebih parahnya lagi, Bun, saat dalam kondisi pingsan terakhir, ada yang cerita kalau alat kelaminnya dibuat mainan oleh beberapa pelaku.
"Saya syok mendengarnya Mbak. Anak saya mengaku pingsan enam kali karena menahan sakit. Selama ini saya pikir, dia sering pingsan itu bukan karena dipukul temannya. Makanya ini saya laporkan ke polisi," lanjut S.
S melaporkan kasus perundungan anaknya ke Polres Blitar. Korban juga sudah dobawa ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi untuk divisum.
Kasus bullying seperti ini masih kerap terjadi di Indonesia. Peristiwa yang dialami siswa SMP di Blitar ini bukan enggak mungkin terjadi di sekitar kita.
"Perundungan berkembang pesat karena perkembangan ekonomi dan teknologi. Keduanya memicu anak-anak dan remaja ini untuk bertahan di lingkungan," kata psikolog Patricia Yuannita, M.Psi.
Perkembangan teknologi membuat anak dan remaja jadi ingin terlihat kuat dengan melakukan bullying. Padahal, mereka sedang mencari identitas mereka sendiri.
Nah, orang tua punya peran penting nih, Bun ketika anak sedang mencari identitas diri. Supaya anak tidak menjadi korban atau bahkan pelaku bullying.
Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan komunikasi emosional. Orang tua mengerti kebutuhan anak.
"Dengan komunikasi emosional, orang tua bisa melatih skill untuk melihat emosi anaknya sendiri. Selanjutnya, orang tua bisa melatih emosi anak, mengajarkannya berbagai emosi seperti emosi saat marah atau sedih," kata Yoan.
Jangan lupa, ajarkan nilai-nilai keluarga sejak dini. Jadi, ketika remaja dan mencari identitas, anak sudah bisa mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Selalu perhatikan perkembangan anak ya, Bun. Supaya mereka terhindar dari perilaku
bullying.
[Gambas:Video Haibunda]
(sih/rap)