Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Cyberbullying Meningkat Selama Pandemi Corona, Awasi Anak-anak Ya Bunda

Melly Febrida   |   HaiBunda

Sabtu, 13 Jun 2020 17:07 WIB

Full length portrait of delighted mom and kid sitting on sofa at home. They are holding computers while looking at each other with smile and love
Ilustrasi awasi anak saat online untuk cegah cyberbullying/ Foto: Getty Images/iStockphoto/YakobchukOlena
Jakarta -

Selama pandemi Corona, meletakkan handphone (HP) di sembarang tempat enggak 'aman' ya, Bunda. Baru sebentar tergeletak, HP sudah berpindah ke tangan-tangan mungil. Apalagi kalau sudah punya HP sendiri, waktu anak jadi lebih sering di depan layar. Inilah kenapa kita harus waspada dengan cyberbullying, Bunda.

Interaksi online ini memang bisa mendatangkan kebaikan, misalnya saja memberi anak-anak koneksi penting ke dunia luar. Tapi, bukannya tanpa risiko ya, Bunda. Kadang, kita kecolongan juga kalau anak-anak chat dengan orang tak dikenal saat main game online.

Social distancing membuat anak-anak dan remaja hanya bisa kontak dengan temannya secara virtual. Akibatnya, mereka jadi menggunakan media sosial dan aplikasi seperti TikTok, FaceTime, dan Zoom lebih sering daripada sebelumnya. Tapi ternyata, selama di rumah saja, angka cyberbullying meningkat tajam hingga 70 persen. Duh, miris ya.

Peneliti Sean Blackburn lalu mengecek kebenarannya. Menurutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan L1ght, sebuah organisasi yang memantau pelecehan online dan ujaran kebencian (hate speech), menunjukkan dalam hitungan bulan cyberbullying meningkat 70 persen.

Selain itu, L1ght juga menemukan toksisitas di platform game online meningkat 40 persen, hate speech yang diarahkan ke China di Twitter meningkat 900 persen. Serta lalu lintas di situs yang menyebar kebencian meningkat 200 persen.

Plus, aplikasi situs web populer seperti Zoom telah mendapat kecaman ketika peretas menyusup ke pertemuan bisnis online dengan komentar kasar, penuh kebencian, dan tidak pantas.

"Akibatnya, jika Zoom memudahkan orang untuk mengganggu percakapan pribadi dan cyberbully lainnya, pasti ada kemungkinan anak-anak akan menggunakan sumber daya ini dan yang lainnya dengan cara yang sama," kata Blackburn, dikutip dari Very Well Family.

Mother and daughter Having fun with laptop at homeIlustrasi mengawasi anak saat online/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Paperkites

Departemen Pendidikan Kota New York saja sudah menerima begitu banyak laporan yang mendokumentasikan masalah keselamatan dan privasi Zoom, sehingga mereka tidak lagi mengizinkan penggunaannya.

Mengapa ini semua bisa terjadi? Blackburn menjelaskan, dengan diterapkan sosial distancing dan sebagian besar kegiatan belajar mengajar sekolah dari jarak jauh, sangat masuk akal anak-anak jadi lebih sering online ketimbang sebelumnya. Bagaimanapun, pendidikan anak-anak sangat tergantung pada Internet. Belum lagi banyak waktu luang yang dimiliki anak-anak.

"Selain peningkatan waktu belajar di depan layar, banyak anak-anak yang online saat waktu luang mereka. Bahkan ketika tidak ada pandemi global, siswa cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar ketika sekolah libur," kata Blackburn.

Sebuah studi pada 2019 dari Pusat Penelitian Cyberbullying menemukan, saat libur sekolah, siswa menghabiskan waktu online lebih dari satu jam sehari untuk menonton YouTube atau Netflix. Angka ini mungkin bisa lebih tinggi dan teknologi sering menjadi sumber ketika anak-anak diam atau bosan.

Pemerhati anak, Seto Mulyadi menjelaskan, perbuatan cyberbullying antara lain mengancam, mengintimidasi seseorang dengan ancaman foto-foto dalam keadaan tidak baik atau telanjang akan disebarkan, menyebarkan berita perilaku buruk seseorang, menyudutkan seseorang dalam keadaan psikologis sehingga tidak berdaya, Ini kerap terjadi di media sosial.

"Kalau bullying biasa dipukul, dianiaya secara fisik," terang pria yang akrab disapa Kak Seto ini dalam perbincangan dengan detikcom.

Dikatakan juga oleh psikolog Roslina Verauli, M.Psi, perilaku ageresif melibatkan kekerasan, ada rumor, paksaan, dan sifatnya intimidasi. Dibandingkan dengan bentuk bullying lain, biasanya cyberbullying lebih kepada menyebar fitnah atau berita bohong.

"Cyberbullying pelakunya anonim. Kalau anonim, sudah enggak ketahuan, bisa sangat luas, sangat cepat menyebarnya dan sukar dihapus. Kalau sudah terlanjur tersampaikan sangat susah untuk menghilangkannya," ucap psikolog yang akrab disapa Vera ini.

Itulah Bunda, pentingnya pengawasan orang tua saat anak-anak menghabiskan waktu di depan layar gadget.

Simak juga 5 cara mendidik anak agar tak jadi korban bullying, dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

(muf/muf)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda