parenting
Tips Sukses Pola Asuh Kakak & Adik Berbeda Karakter
Minggu, 12 Jul 2020 10:45 WIB
Anak-anak itu unik dan punya sifat masing-masing. Bahkan, anak kembar pun punya karakter berbeda, apalagi kakak adik. Kadang, kita enggak bisa menerapkan aturan yang sama pada dua anak.
Itulah yang dirasakan Azizah Rowen dengan kedua putranya, yang berusia 8 dan 6 tahun. Perbedaan karakter anak membuat sang bunda menerapkan pola asuh berbeda. Bagaimana kalau tidak sesuai harapan?
Rowen bercerita, putra sulungnya itu tipe anak yang manis, sensitif, cerdas, introspektif, bingung, dan rumit. Dia juga bukan pendengar yang baik, tidak fleksibel, serta impulsif atau berbuat sesuatu tanpa dipikirkan, sehingga mengalami kesulitan sosial.
"Dia adalah 'anak sensorik', anak 'wilayah abu-abu', mungkin anak-anak ADHD, yang pasti bukan anak-anak ADHD, tetapi mungkin anak spektrum autisme, anak pra-spektrum," kata Rowen, dikutip dari Motherly.
Rowen dan suaminya sudah berusaha melakukan evaluasi, intervensi, dan terapi yang jumlahnya tak terhitung, hingga akhirnya menyadari kalau anak-anaknya itu desain manusia yang unik dan cemerlang, bukan dengan label tertentu.
Menurut mereka, si sulung itu neurodiverse, yang menentang semua ide dan harapan dari orang tua.
"Dan dia telah menantang naluri keibuan saya ke kedalaman jiwa saya yang paling gelap. Saya lebih sering menangis karena frustrasi ketimbang yang saya akui, dan saya berusaha sekitar seribu kali lebih keras daripada kebanyakan ibu, hanya untuk membuatnya tetap tenang," jelas Rowen.
![]() |
Sementara, putra bungsunya termasuk tipe neurotipikal. Dia bahagia, manis, lucu, dan mudah bergaul. Putra bungsunya itu sering membuat suasana jadi damai untuk membantu kakaknya. Dia berbeda dari sang kakak.
"Saya dan suami sudah mengasuh kedua anak laki-laki ini dengan cara sama, tapi mereka sangat berbeda. Bagi saya, hal itu sudah mengonfirmasi apa yang sudah kita ketahui, bahwa mengasuh anak ini tidak ada dalam kendali kita," jelas Rowen.
Seorang teman, kata Rowen, mengirimkan kutipan Dr. Shefali, penulis The Conscious Parent yakni, "mengasuh anak di depan Anda dan bukan anak yang Anda impikan".
Ia mengaku untuk mengasuh anak neurodiverse membutuhkan semua kesabaran dan dedikasi sebagai orang tua. Tetapi, anak itu juga membuatnya kagum serta memberinya kebahagiaan dengan cara yang juga tidak diduga.
"Anak saya kesulitan mencari teman, tetapi dia bisa memberi tahu Anda apa pun tentang tata surya. Dia itu rajin membaca dan ahli matematika pada usia 8 tahun, ketimbang kebanyakan orang dewasa," katanya.
Anak sulungnya itu juga suka berselancar karena merasakan lautan di jiwanya. Yang paling penting, ia mengajukan pertanyaan bijak dan bermakna tentang kehidupan dan perasaan yang rumit.
Kini, di masa pandemi Corona, karantina jadi sangat sulit. Sebagian besar orang tua juga berjuang, apalagi kalau memiliki anak yang membutuhkan latihan dan struktur ekstra, yang terbiasa memiliki jam intervensi dan dukungan setiap minggu untuk berkembang, dan yang berjuang secara sosial.
"Itu adalah badai yang sempurna, dan itu adalah tantangan paling sulit yang kami hadapi bersama, tapi kami berhasil," kata Rowen.
Rowen merasa, mengasuh anak itu merupakan pengalaman untuk belajar meski bukan seperti yang diharapkannya. Sering kali, ia merasa frustrasi dan sedih. Tetapi sebuah tantangan dengan kesedihan itu memberikan keanggunan dan rasa bersyukur yang setara.
"Jadi, lain kali Anda melihat orang tua atau anak sedang berjuang, buka hati Anda dan berbelas kasihlah. Mereka mungkin bekerja lebih keras daripada Anda, meskipun anak mereka mungkin tidak mencerminkannya," tutur Rowen.
Menurut Rowen, setiap orang memiliki harapan yang bertolak belakang dengan kenyataan. Tapi saat orang tua melalui perjalanan itu, kehebohan, kerumitan, dan keindahan itulah yang namanya kehidupan.
Psikolog anak Vera Itabiliana mengatakan, perlu dipahami bahwa setiap orang tua bebas punya gaya pengasuhan masing-masing. Selama tidak melanggar hak-hak anak atau menyakiti anak, sebenarnya tak usah selalu dikomentari.
"Pastikan saja apa yang orang tua terapkan pada anak-anak mereka sudah tepat, terbaik, dan sesuai dengan tumbuh kembang anak, sehingga orang tua perlu terus belajar," papar psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI ini.
Nah, kalau ada komentar orang lain yang tidak enak di hati alias nyinyiran, Vera menyarankan, Bunda menanggapi dengan sikap positif. Bunda enggak perlu buang waktu untuk memberi argumen.
"Toh, yang nyinyir tidak tahu apa yang kita hadapi karena mereka bukan kita," tegas Vera.
Kalau kakak adik di rumah bagaimana, Bunda? Lebih banyak perbedaan atau persamaan karakternya?
Simak juga yuk cara Shireen Sungkar dan Sonya Fatmala membuat anak-anaknya akur, dalam video di bawah ini:

