Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

5 Ciri Toxic Parenting, Bisa Bikin Luka Jangka Panjang ke Anak Lho Bun

Melly Febrida   |   HaiBunda

Senin, 04 Jan 2021 12:27 WIB

Portrait of a mother scolding to her baby daughter sitting on the floor in the living room at home
Toxic parenting yang menyakiti hati anak/ Foto: iStock

Jakarta - Bunda tentunya tidak ingin terjebak dalam pola asuh yang ternyata toxic parenting kan. Biasanya dalam toxic parenting, orang tua tidak memperlakukan anaknya dengan hormat sebagai individu.

Contohnya seperti tidak memuji pekerjaan anak, sehingga tanpa sadar Bunda atau Ayah meremehkan hal-hal yang sudah dilakukan anak dalam kesehariannya. Atau, bisa juga karena sering membanding-banding anak yang satu dengan lainnya, sehingga menurunkan rasa kepercayaan diri salah satu dari mereka.


Menurut psikoterapis  Sherry Gaba LCSW, toxic parenting dapat ditandai dengan beberapa hal berikut ini, dikutip Psychology Today meliputi:

1. Sangat reaktif negatif

Gaba mengatakan, orang tua yang toxic secara emosional biasanya tidak terkendali.  Orang tua ini cenderung mendramatisasi masalah kecil dan melihat kemungkinan kecil sebagai alasan untuk menjadi bermusuhan, marah, kasar secara verbal, atau destruktif.

2. Kurang empati

Orang tua yang toxic tidak dapat berempati dengan orang lain.  Sebaliknya, semuanya tentang mereka dan kebutuhan mereka, dan mereka gagal untuk melihat apapun yang mereka lakukan dilihat oleh orang lain sebagai mengganggu, berbahaya, atau menyakitkan.

3. Sangat mengontrol

Semakin toxic individu, semakin mereka ingin mengendalikan segalanya dan semua orang di sekitarnya.  Ini berarti toxic parenting mengasuh anak secara berlebihan dan membuat tuntutan yang tidak masuk akal bahkan pada anak-anak dewasa.

4. Sangat kritis

Toxic parenting tidak dapat atau tidak akan melihat prestasi anak-anaknya, terlepas dari seberapa berhasil sang anak.  Orang tua toxic terus-menerus merendahkan orang-orang di sekitar mereka sambil menjadikan dirinya luar biasa atau berbakat.

5. Menyalahkan orang lain

Ketidakharmonisan, ketidaksepakatan, permusuhan, dan kehancuran keluarga yang disebabkan toxic parenting selalu merupakan kesalahan orang lain.  Orang tua ini tidak dapat bertanggung jawab atas masalah apa pun, tetapi menyalahkan anggota keluarga lainnya dan memutarbalikkan atau memanipulasi cara melihat peristiwa ini. 

Darlene Lancer, JD, LMFT, terapis keluarga dan pernikahan mengatakan, toxic parenting tidak akan berkompromi, bertanggung jawab atau perilakunya atau meminta maaf.

"Seringkali orang tua ini memiliki gangguan mental atau kecanduan yang serius. Kita semua hidup dengan konsekuensi dari pengasuhan yang buruk.  Namun, jika masa kecil kita traumatis, kita membawa luka dari pola asuh yang kasar atau tidak berfungsi," kata Lancer.

Menurutnya, saat seseorang tumbuh dengan pola asuh disfungsional, mungkin tidak menyadarinya.  Rasanya akrab dan normal.  Orang itu mungkin menyangkal dan tidak menyadari bahwa telah dianiaya secara emosional, terutama jika kebutuhan materi terpenuhi.

Lancer menyadari hubungan anak dengan orang tua yang toxic bisa sulit untuk dihindari.  Anak mungkin membutuhkan jarak dari orang tua untuk membuat batasan yang tidak dapat dibuat secara lisan.  

Lantas bagaimana cara agar kita sebagai orang tua terhindar dari toxic parenting? Simak di halaman selanjutnya yuk!

Bunda, simak yuk uniknya gaya parenting Shopie Navita dan Pongki dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]

Banner Tips Cantik Sehat Saat Pandemi

Cara Mengubah Gaya Asuh agar Tidak Terjebak Toxic Parenting

Portrait of a mother scolding to her baby daughter sitting on the floor in the living room at home

Ilustrasi ibu dan anak/ Foto: Getty Images/iStockphoto/gpointstudio

Gaba mengatakan, faktor pertama dan terpenting yang harus disadari anak-anak dari orang tua yang toxic adalah bahwa anak-anak hanya dapat mengontrol perilaku mereka, anak-anak tidak memiliki kemampuan untuk mengubah atau mengontrol perilaku orang tua mereka atau orang tua yang memilih.

Namun, bukan berarti ini menjadi kesempatan bagi Ayah dan Bunda untuk tidak berubah. Jika anak sudah mengalah dan mencoba memahami orang tua, ada baiknya Bunda dan Ayah evaluasi diri, dan mengubah perilaku demi mental anak-anak yang lebih sehat.

Bertemu di ruang publik memungkinkan anak untuk pergi jika orang tua yang toxic tidak menghormati batasan anak, dan itu juga menciptakan tempat netral.

Perawatan diri dengan bersikap baik kepada diri sendiri juga bisa menjadi cara menghadapi toxic parenting. Anak tidak perlu menghabiskan setiap hari libur atau acara khusus bersama orang tuanya.  Melainkan, habiskan waktu dengan orang-orang yang positif, membuat anak merasa hebat tentang diri sendiri, dan itu mendorongnya untuk terus menjadi orang yang luar biasa.

"Berbicara dengan terapis atau konselor juga dapat menjadi instrumen dalam membantu memahami dampak orang tua yang toxic terhadap hidup anak dan mengembangkan strategi manajemen yang efektif untuk hubungan di masa mendatang," kata Gaba.


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda