
parenting
Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak dengan Memenuhi Haknya di Masa Pandemi
HaiBunda
Senin, 19 Jul 2021 11:47 WIB


Pandemi COVID-19 belum berakhir, itu artinya Bunda dan anak-anak masih harus di rumah aja ya. Bosan? Sudah pasti kita semua akan merasakan jenuh karena aktivitas serba terbatas. Namun, bukan berarti kita boleh mengabaikan hak anak lho, Bunda. Sudah tahu apa saja hak anak yang harus orang tua penuhi?
Di antaranya ada hak untuk mendapat pendidikan, hak perlindungan, hingga kesehatan. Wah, tentunya hal ini sangat penting untuk diperhatikan dalam kondisi pandemi seperti ini kan. Untuk lebih jelasnya, kita bahas satu persatu yuk!
4 hak anak yang perlu Bunda tahu
Merujuk Keputusan Presiden No.36 tahun 1990, dan beberapa peraturan perundang-undangan, seperti UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada 4 hak anak substansial yang harus kita upayakan untuk dipenuhi, Bunda. Berikut di antaranya:
1. Hak sipil dan kebebasan
Artinya, setiap anak memiliki hak untuk terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, memiliki nama, dan identitas. Anak berhak untuk menyampaikan pendapatnya, berhak atas informasi yang benar, serta berhak atas perlindungan dari informasi yang tidak layak bagi dirinya.
2. Hak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
Artinya, anak berhak atas lingkungan keluarga yang aman, bebas dari kekerasan, dan nyaman untuk anak dapat tumbuh dan berkembang optimal. Jika tidak ada orang tua, maka anak berhak mendapat pengasuhan alternatif yang berkualitas.
3. Hak atas kesehatan dasar dan kesejahteraan
Artinya di sini anak berhak untuk hidup sehat, mendapat gizi yang baik, dan tumbuh sejahtera serta terlindungi.
4. Hak atas pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya
Artinya, anak berhak menerima stimulasi untuk tumbuh dan berkembang, berhak atas pendidikan dasar sesuai dengan peraturan pemerintah, dan juga berhak untuk mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang positif dan yang ia minati, termasuk kegiatan-kegiatan kebudayaan.
Tapi ingat, poin ini juga mencakup hak anak untuk dapat beristirahat dari rutinitasnya sehari-hari. Segala upaya yang dilakukan untuk memenuhi hak-hak anak harus berlandaskan intensi demi kebaikan sang anak.
Upaya yang perlu dilakukan orang tua dalam memenuhi hak anak
Selama masa pandemi, terutama selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat ini sangat penting untuk mengedepankan untuk memenuhi hak anak dalam bidang kesehatan dan perlindungan. Mengapa?
PPKM sendiri dilakukan untuk melindungi anak dan sekelilingnya dari dampak penyebaran COVID-19 yang lebih luas. Orang tua juga perlu memiliki kesadaran bahwa membekali anak dengan protokol kesehatan yang benar merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak anak tersebut.
Itu sebabnya, Bunda dan Ayah diharapkan lebih bijak kalau ingin mengajak anak keluar rumah. Usahakan untuk tidak mengajak Si Kecil ke tempat umum seperti belanja bulanan atau keluar rumah tanpa alasan yang mendesak.
Namun, ganti waktu bermain di luar rumah dengan mengisi berbagai kegiatan positif di rumah. Hal itu penting dilakukan demi menjaga kesejahteraan anak, baik fisik maupun psikis lho. Tapi, tentunya dengan tetap mempertimbangkan kemampuan masing-masing orang tua ya.
Melakukan berbagai kegiatan positif di rumah, akan menjaga anak tetap bahagia meski hak untuk berekreasi belum bisa Bunda penuhi. Pada dasarnya bermain dan berekreasi bertujuan untuk memenuhi hak anak atas kesejahteraan (well-being).
Dengan begitu, porsi bermain dan menikmati waktu luang anak tetap dapat dilakukan meski dengan cara yang berbeda. Perlu cara kreatif untuk memenuhi kebutuhan anak.
Saat anak masih bisa bermain dengan orang tua, kakak-adik, dan pengasuhnya artinya hak mereka tetap terpenuhi. Atau, ketika kadang-kadang mereka harus bermain sendiri, ngobrol, dan bercanda dengan teman sebaya melalui telepon dan video call, artinya hak mereka tetap terpenuhi.
Di luar itu, ada banyak cara lain untuk menjaga kesejahteraan anak, di luar bermain dan berekreasi. Sebenarnya, pemenuhan hak anak atas kesejahteraan bisa dilakukan melalui hal-hal kecil lho. Seperti misalnya mendampingi saat anak menangis, di mana Bunda memberikan respek dan memberikan hiburan yang layak.
Simak juga yuk cara mengendalikan emosi anak dalam video di bawah ini:
MENJAGA KESEHATAN MENTAL ANAK
Ilustrasi anak main di rumah/Foto: iStockphoto
Menjaga kesehatan mental anak selama pandemi
Selama pandemi, tentu bunda sudah tak asing kan dengan gerakan GEMBIRA ( Gerak, Emosi cerdas, Makan dan minum sehat, Beribadah di rumah, Istirahat, Rukun dan Aktif berkarya). Jangan terlalu merasa bersalah, Bunda, kalau dalam praktiknya di rumah tidak semua bisa dilakukan secara bersamaan.
Tidak ada acuan 'on track' dalam menerapkan konsep GEMBIRA ini. Setiap keluarga, memiliki dinamika dan prioritas masing-masing dalam memenuhinya. Apalagi saat kondisi kesehatan anggota keluarga banyak yang terdampak, biasanya akan memengaruhi sumber daya (support system) untuk menjaga dan memenuhi hak selama di rumah aja.
Oleh sebab itu, lakukanlah sesuai kemampuan masing-masing keluarga. Tidak perlu membandingkan dengan orang tua lain ya.
Disadari atau tidak, yang sering terlupakan dalam mendidik anak selama pandemi adalah membuat anak merasa nyaman. Betul enggak nih, Bunda?
Perlu Bunda sadari bahwa anak juga butuh untuk merasa aman dan terkoneksi dengan orang tuanya. Jangan lupa untuk jeda sejenak dan membersamai anak. Membersamai saja, cukup. Duduk bersama dan mengizinkannya untuk berkeluh kesah, menyediakan waktu untuk mendengar bagaimana ia rindu teman dan sekolahnya, mendampinginya saat ia melewati hari-hari sulit, dll.
Pandemi ini tak mudah bagi mereka, maka jika ada kesempatan kecil untuk bisa hadir untuk membersamai anak, lakukan Bunda.
Panduan UNICEF sebagai acuan parenting selama pandemi Covid-19
Dalam menjaga kesehatan mental anak, menurut UNICEF (2020) dan Ada beberapa hal utama yang dapat menjadi acuan menjalani parenting selama pandemi COVID-19, yaitu:
1. Menyisihkan setidaknya 20 menit waktu berkualitas bersama anak setiap harinya. Dalam hal ini bisa diisi dengan mengobrol, cuddling sebelum tidur, membaca bersama, makan bersama, dll. Tidak perlu melakukan hal yang membutuhkan banyak bahan dan peralatan, jika hal itu memang tidak memungkinkan.
2. Menjaga iklim positif dalam keluarga, misal berbicara dengan tone suara yang positif, mengapresiasi perilaku baik anak, mendorong penggunaan kata "terima kasih“, “tolong“, dan “maaf“ sesuai dengan konteksnya.
3. Membangun rutinitas yang fleksibel tetapi konsisten. Misal, membuat jadwal sehari-hari dengan menyisipkan beberapa waktu bebas (free-time) di mana anak diperbolehkan melakukan hal yang ia sukai, menyisipkan kegiatan olah raga ringan di rumah, mengalokasikan waktu untuk mendampingi anak belajar.
4. Menyikapi perilaku anak dengan penuh kesadaran. Misal saat terasa ingin memarahi atau berteriak pada anak, kita dapat memberi jeda pada diri sendiri dan pause selama 10 detik, lalu menarik nafas lewat hidung dan perlahan hembuskan lewat mulut (lakukan sebanyak 5 kali). Ingat ya, Bunda, biar enggak marah-marah terus sama Si Kecil di rumah.
Cara seperti ini dapat membantu orang tua untuk merespon anak dengan lebih tenang. Karena, pandemi ini tidak hanya sulit untuk kita, tapi juga sulit untuk anak-anak.
5. Mengelola stress, misal dengan beristirahat sejenak dari rutinitas, beristirahat dengan cukup, dan sadari bahwa kita tidak sendiri dalam menghadapi kesulitan selama pandemi ini,
Menyiapkan mental anak jika dihadapkan dengan suasana duka
Pertambahan kasus COVID-19 tak bisa dipungkiri membuat kita semakin was-was. Dalam kondisi yang serba tidak pasti seperti saat ini, anak-anak pun kadang harus menghadapi situasi yang tidak dia ingin. Termasuk saat harus menghadapi kenyataan kehilangan orang yang mereka cintai.
Mempersiapkan mental anak saat kehilangan anggota keluarga bukanlah tugas yang mudah, jadi lakukanlah saat kita sendiri dalam keadaan yang tenang.
4 Tahapan menjelaskan situasi duka pada anak
Ada 4 panduan dalam menjelaskan hal ini pada anak. Saat ada anggota keluarganya yang meninggal, anak berhak mendapat informasi atas hal ini sesuai dengan 4 panduan di bawah ini:
- Be Open and Listen adalah sikap terbuka dan siap menerima pertanyaan anak.
- Be Honest and Appropriate dengan memberi jawaban jelas dan jujur sesuai batas pemahaman anak
- Be Supportive yaitu dengan mengizinkan anak merasa berduka, berikan dukungan yang diperlukan oleh anak.
- It’s OK Not to Know The Answer dengan mengakui saat kita belum dapat memberi jawaban atas pertanyaan anak.
Anak juga dapat diperkenalkan pada konsep-konsep umum mengenai kematian, dengan cara memberi penjelasan bahwa setiap makhluk hidup pasti akan mati. Buat mereka lebih paham dengan menjelaskan bahwa saat makhluk hidup mati, maka ia sudah tidak hidup lagi dan tidak dapat lagi menjalankan fungsinya (tidak bisa makan, minum, bergerak, bicara).
Jelaskan juga pada anak, kalau makhluk hidup yang sudah mati tidak dapat hidup kembali. Konsep seperti ini dapat dijelaskan melalui cerita mengenai hewan atau tumbuh-tumbuhan agar dapat lebih dipahami oleh anak.
Tapi, perlu diingat juga jangan sampai gambaran tentang kematian ini akan memberikan label negatif pada korban COVID-19 ya. Justru lewat penjelasan tersebut, Bunda dan Ayah bisa menyisipkan pesan untuk mengenalkan mengenai protokol isolasi mandiri. Hal ini perlu dilakukan meski anak-anak dan lingkungan keluarga tidak terpapar COVID-19 ya.
Lalu, bagaimana jika orang tua atau keluarga ada yang harus melakukan isolasi mandiri?
Beri penjelasan yang masuk akal, tanpa menambah kekhawatiran anak dengan membiasakan diri menyampaikan informasi secara netral (tanpa memberi kesan menakut-nakuti). Sampaikan pada anak bahwa apapun upaya yang dilakukan, misal orang tua yang harus menjalani isolasi mandiri atau perlu dirawat di RS, merupakan upaya untuk menekan laju penyebaran virus dan upaya agar semua sehat agar bisa berkumpul kembali.
Baca kelanjutannya di halaman berikut!
MENJAGA ANAK TETAP BAHAGIA SELAMA PANDEMI
Ilustrasi main di rumah/ Foto: Getty Images/skynesher
Tunda atau tetap sekolahkan anak di masa pandemi?
Bunda, apakah menjadi salah satu orang tua yang cemas menyekolahkan anak di tengah pengetatan PPKM darurat seperti sekarang ini? Namun, kecemasan ini juga seringkali dibarengi dengan rasa tidak puas dengan hasil pembelajaran daring ya.
Memutuskan untuk menunda sekolah anak adalah hak orang tua, tetapi hak anak adalah mendapat stimulasi. Jadi, meski tak mengikuti sekolah secara formal, anak tetap berhak mendapat stimulasi untuk tumbuh dan berkembang optimal. Semoga di masa digital seperti ini, lebih mudah bagi orang tua untuk mendapat informasi yang benar mengenai tugas perkembangan anak dan cara stimulasinya.
Terkait kebijakan pemerintah untuk membuka sekolah tatap muka, tentu kita perlu melihat kondisi pandemi di wilayah kita masing-masing, sambil dengan mempertimbangkan poin-poin panduan dari IDAI.
Terakhir, keputusan untuk mengizinkan anak mengikuti sekolah tatap muka, atau sekolah daring, perlu dikembalikan kepada masing-masing orang tua. Diskusikan dengan Ayah poin plus dan minusnya ya.
Baca Juga : 5 Ciri-ciri Anak Sehat yang Bunda Perlu Tahu |
Proteksi tambahan untuk anak selama pandemi
Kekhawatiran orang tua dapat dipahami, meski begitu, apapun pilihannya perlu kembali pada intensi terbaik bagi anak. Bagi yang memilih untuk di rumah saja, orang tua tetap bisa memenuhi hak-hak anak dengan bermain bersama, memberi stimulasi, menciptakan iklim keluarga yang positif, dll.
Sedangkan bagi yang memilih untuk sesekali keluar rumah, orang tua dapat membekali diri dengan informasi yang akurat mengenai pencegahan infeksi COVID-19 pada anak (IDAI, 2020) sebagai acuan protokol kesehatan. Tentu hal tersebut sambil diiringi dengan kewaspadaan dan melihat situasi terkini.
Semoga apapun pilihannya, hal tersebut kembali pada our best intention for the children, untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, serta melindungi mereka dari potensi bahaya.
Menjaga anak tetap bahagia selama pandemi
Kita semua melakukan yang terbaik yang kita bisa untuk bertahan. Tidak semua keluarga memiliki dinamika yang sama, tidak ada juga hubungan anak-orang tua yang sempurna, oleh sebab itu tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang tua lain.
Kita hanya perlu melakukan yang kita bisa, Bunda. Ingat ya, sesuaikan dengan nilai-nilai dan prioritas keluarga, dan kita melakukan hal itu juga demi anak-anak kita. We’ve done our best, we’ve done what we need to get through this. Hang in there!
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
5 Tips Melibatkan Ayah Mendidik Anak, Bagus untuk Perkembangan Mental Si Kecil

Parenting
9 Tanda Anak Kecanduan Gadget dan Solusi untuk Mengatasinya

Parenting
Rahasia Mendidik Anak Tanpa Perlu Sering Memberi Larangan, Bunda Perlu Tahu

Parenting
Manfaat Bermain pada Anak & 5 Tips Mendampinginya agar Tumbuh Optimal

Parenting
Penyebab GTM pada Anak dan 9 Strategi untuk Mengatasinya


7 Foto
Parenting
7 Potret Mima Shafa, Anak Mona Ratuliu yang Jadi Penggiat Isu Kesehatan Mental
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda