Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Rajin Baca Buku dan Seminar Parenting, Bunda Kok Masih Suka Ngegas ke Anak?

Melly Febrida   |   HaiBunda

Minggu, 12 Sep 2021 14:50 WIB

Ilustrasi ibu dan anak
Ilustrasi buku parenting/ Foto: iStock

Membesarkan anak memang membuat Bunda tak pernah berhenti belajar. Bunda mungkin jadi sering membaca buku parenting atau ikut banyak seminar parenting, tapi tetap saja ketika dihadapkan anak yang bersikap kurang baik seakan ilmu itu menguap. Apa sebabnya?

Ternyata memori luka di masa kanak-kanak Bunda bisa jadi alasannya. Memori luka itu bisa mempengaruhi masa sekarang dan masa depan.  

Bunda mungkin pernah mendengar istilah inner child? Menurut praktisi neuroparenting skill  dr Aisah Dahlan, CHt, CM.NNLP., inner child ini bisa diartikan sebagai sesuatu atau sisi kepribadian seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil. Atau sosok anak kecil yang melekat dalam diri orang dewasa.

Inner child itu dimulai dari rahim, pas lahir, pas kanak-kanak, sampai balig,” ujar Aisah.

Sayangnya, lanjut Penasihat Unit Narkoba RS Bhayangkara Lemdikpol ini, orang tua Bunda mungkin masuk dalam generasi tradisional yang belum banyak belajar ilmu parenting. Dan cara mengasuhnya masih pola pengasuhan pascakolonial. Akhirnya banyak luka pengasuhan di masa lalu.

Aisah berharap orang tua di era milenial sudah banyak yang belajar, sehingga luka pengasuhan diharapkan lebih sedikit. Tapi kenapa sudah membaca buku parenting dan ikut seminar tetap saja bersikap ‘galak’ ke anak?

Aisah menjelaskan, di otak manusia itu ada pikiran (jiwa) sadar atau conscious mind dan pikiran (jiwa) bawah radar atau subconscious mind. Nah, power conscious mind ini hanya 10 persen membentuk perilaku,

“Kita sudah belajar, cuma karena power-nya 10 persen, kadang itu belum termanifestasi ke perilaku,” ucap Aisah. 

Sangat berbeda dengan subconscious yang kekuatannya 88-90 persen, salah satunya dari memori. “Karena 90 persen kekuatannya, sudah rajin seminar, kalau anak berantem, teriak juga,” kata Aisah dalam webinar parenting dengan tema Inner Child beberapa waktu lalu.

Bunda juga mungkin sudah mengetahui kalau orang tua zaman dahulu suka memberikan self image dengan awalan pe-, seperti pembohong, penakut, pemalas. Hal itu ternyata sangat menyinggung anak.

“Kalau orang tua zaman sekarang masih seperti itu, itu menyinggung lho. Tidak akan menyentuh meski alasannya memotivasi,” katanya.

Mungkin Bunda sudah memaafkan orang tua, tapi kata Aisah, memori sudah terlanjur ada di otak manusia. Karena itu, perlunya terapi memori yang sudah terlanjur tersambung di masa inner child ini.

Namun, memori inner child yang diterapi ini tentunya memori yang terluka. Sedangkan memori yang tidak terluka diperkuat.

Lantas inner child yang terluka itu seperti apa? Penjelasannya bisa dilihat di halaman berikutnya.

Simak juga lima seleb Indonesia yang punya anak seorang atlet dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



PENGARUH DAN TANDA INNER CHILD TERLUKA

A beautiful young woman reading a book and enjoying a warm beverage near a fireplace

Ilustrasi membaca buku parenting/ Foto: Getty Images/kupicoo

Inner child yang terluka antara lain:

  • Merasa tidak dicintai
  • Tidak dipercaya
  • Tersakiti seperti dicubit,  mendapat pukulan
  • Terluka
  • Terabaikan karena orang tua sibuk kerja

Untuk Bunda ketahui, inner child menetap di jiwa bawah sadar dan muncul dalam perasaan pikiran serta perilaku negatif, mempengaruhi membuat keputusan dan merespons masalah, hingga menghambat perkembangan diri sewaktu dewasa. Inner child juga sering muncul dan mengambil alih kendali dalam diri orang dewasa

“Satu jam habis seminar tentang parenting kita masih baik-baik saja. Malam sudah teriak lagi. Kenapa? Karena inner child yang negatif masih ada di dalam memori kita. Belum diterapi, atau lukanya belum dibasuh,” kata Aisah.

Sedangkan, inner child yang terluka juga bisa berpengaruh dalam sikap, Bunda seperti:

  • Emosi suka meledak 
  • Over protective
  • Membandingkan masa kecil dahulu dengan sekarang 
  • Bersikap terlalu disiplin dan terlalu keras dalam mendidik anak 

“Coba cek kalau satu dari empat ini, berarti ada inner child kita yang masih terluka,” katanya.

Kalau Bunda masih bingung apa memiliki inner child yang terluka, cek tanda-tanda di bawah ini. Apa ada di dalam diri Bunda.

10 tanda Bunda memiliki inner child yang terluka

  1. Saya kesulitan untuk mengatakan tidak
  2. Saya takut pada orang dan cenderung menghindarinya
  3. Saya menghindari konflik dengan segala cara
  4. Ketakutan terdalam saya adalah ditinggalkan
  5. Saya cenderung menimbun barang dan kesulitan melepaskannya
  6. Saya tidak percaya semua orang termasuk saya sendiri
  7. Saya mengalami kecemasan setiap kali berpikir melakukan sesuatu yang baru
  8. Saya terus menerus mengkritik diri sendiri karena tidak memadai
  9. Suka menyenangkan orang lain (people pleaser)
  10. Saya seorang pencandu atau telah kecanduan sesuatu.

Untuk memulihkan alias self healing inner child ini, ada beberapa langkah yang bisa Bunda praktikkan di rumah.

  • Induction: tarik napas panjang, lalu membaca istigfar dan basmallah
  • Deepening: turun lift turun eskalator, turun tangga
  • Terapi: taawuz, membaca basmallah, inner dialog seperti ucapkan salam, perkenalkan diri, minta maaf, sampaikan kasih sayang, dan perhatikan respons diri yang kecil
  • Termination: naik lift atau eskalator lagi

Bunda juga bisa melakukan beberapa tahap ini, klik halaman berikutnya.

SELF HEALING INNER CHILD

Photo of relaxed young European lady in pyjamas enjoys audio playlist, listens music romantic songs in earphones, uses modern cell phone, sits on comfortable bed against domestic atmosphere.

Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Viorel Kurnosov

Menyadari inner child

Setiap orang memiliki inner child yang berbeda bagaimana hubungan kita dengan anak kecil dalam diri kita, apakah pernah dan sering menyapanya, apakah kita sudah menerima sepenuhnya memori inner child kita baik yang positif maupun negatif. 

“Mengunjungi masa lalu yang menyakitkan memang tidak mudah. Namun mengubur masa lalu tanpa berusaha memulihkan membuat inner child negatif terus mendominasi

Jalin komunikasi dengan inner child:

  • Menyisihkan waktu setiap hari untuk berdialog dengan inner child. “Lakukan setiap hari selama 40 hari. Lama karena waktu  kecil lama. Patokannya sampai balig. Enggak lama hanya tiga menit apalagi dilakukan sehabis salat atau mau tidur, lakukan dalam kondisi rileks," tutur Aisah.
  • Bayangkan diri Bunda ketika kecil dahulu dan sedang berhadapan dengan diri Bunda saat ini. Bisa dibantu dengan melihat foto kecil. “Kalau ada memori luka, enggak usah membayangkan sudah muncul langsung. Itu yang diterapi,” kata Aisah.
  • Katakan padanya bahwa Bunda siap untuk mendengarkan dan terus berada bersamanya

Inner dialog

  • Dahulukan membaca ta’awudz dan basmallah.
  • Bermohon izin pada Allah untuk bisa berbicara pada diri sewaktu kecil dahulu. Harus berbicara detail supaya file memori kita terakses.
  • Ucapkan salam pada diri yang kecil. Perkenalkan diri bahwa saya adalah kamu yang dewasa.
  • Katakan, "Aku minta maaf karena selama ini tidak mengunjungimu."
  • Ucapkan kalimat sportif yang menenangkan untuknya
  • Katakan, “Aku mencintaimu dan kamu sungguh berharga untukku.”
  • Katakan, “Kamu tidak perlu merasa bersalah atau malu. Semua terjadi bukanlah salahmu.”
  • Katakan, "Alhamdulillah aku adalah kamu yang dewasa. Aku baik-baik saja dan juga sudah bahagia." Rangkul rasa marah dan sedih: muncul rasa marah atau sedih, biarkan air mata mengalir, dan istigfar berulang-ulang.

Dengan self healing ini, kata Aisah, Bunda akan merasa gembira karena akan mengendorkan neuron yang kuat. Apabila masih ada luka yang membekas, diulang lagi sampai tidak lagi marah. 


(som/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda