
parenting
Pahami Tanda Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual & 3 Langkah Menyembuhkan Traumanya
HaiBunda
Senin, 03 Jan 2022 17:42 WIB


Pendidikan seksual perlu dikenalkan ke anak sejak dini ya, Bunda. Sebab, pendidikan seksual yang diterima anak dengan baik dapat melindunginya dari kekerasan dan kejahatan seksual.
Sudah saatnya pendidikan seksual menjadi perhatian para orang tua. Mengingat setiap tahun angka kekerasan seksual anak mengalami kenaikan. Data Dari Kementerian PPPA tahun 2019 menunjukkan, ada 11.057 kasus kekerasan anak, sedangkan di tahun 2020 ada 11.279 kasus.
Angka terakhir tercatat sampai November 2021 adalah 12.566 kasus dengan 45 persen dari kekerasan anak adalah kekerasan seksual, 19 persen kekerasan psikis, dan 18 persen kekerasan fisik.
Sayangnya, sampai saat ini pembicaraan tentang seks masih dianggap tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Seks dianggap sesuatu yang bersifat fisik dan berhubungan dengan lawan jenis. Sehingga umumnya, hal itu membuat orang tidak nyaman, tersinggung, dan bahkan terintimidasi.
Kata seksual sendiri mengarah pada kondisi yang membuat orang tidak nyaman dalam bentuk verbal, fisik, serta emosional berupa tindakan yang memaksa orang untuk melakukan hal-hal tidak disukai dan mengarah ke tindakan seksual.
Lingkungan pengaruhi pengetahuan tentang pendidikan seksual
Lingkungan dalam mendidik dan melindungi anak memang sangat menentukan baik atau buruknya mereka di kemudian hari. Lingkungan ini mencakup lingkungan keluarga dan sekitar.
Namun, lingkungan keluarga adalah yang paling penting untuk anak, Bunda. Bagi anak yang belum mengerti batasan, orang tua perlu bekerja keras mengaturnya. Untuk bisa melakukan itu semua, orang tua juga perlu diedukasi supaya lebih aware, agar bisa waspada dan bisa mencegah kekerasan atau tindakan pelecehan seksual pada anaknya.
Orang tua dalam menjaga anak juga biasanya dipengaruhi niat dan waktu. Orang tua yang sibuk harus lebih memikirkan keselamatan anak saat di rumah. Selain menitipkan anak ke orang yang dapat dipercaya, tak ada salahnya memasang CCTV untuk mengawasi buah hati.
Perlu diketahui, anak-anak dapat menjadi korban pelecehan seksual saat di rumah tanpa pengawasan. Kebanyakan anak-anak ini biasanya suka memendam masalah hingga muncul menjadi gejala.
Tanda-tanda anak jadi korban pelecehan seksual
Tanda-tanda ini umumnya bisa dikenali dengan mudah, Bunda. Tanda yang paling terlihat adalah munculnya perubahan signifikan dari perilaku dan emosi.
Anak yang tadinya suka main dengan teman atau mainan, tiba-tiba berubah sikap jadi tak mau main. Mereka cenderung menjadi murung, mudah menangis, hingga sering mengalami mimpi buruk.
Anak-anak korban pelecehan atau kekerasan seksual juga akan mengalami regresi atau kemunduran. Contohnya, mereka yang sudah lebih besar akan kembali mengompol.
Tanda-tanda ini memang biasanya belum muncul atau terlihat dalam waktu dekat atau cepat. Sebaliknya, tanda muncul pelan-pelan dan menetap. Pada akhirnya menjadi terlihat besar dan berkepanjangan.
Orang tua perlu sadar dengan tanda-tanda ini ya. Perubahan signifikan dapat menjadi tanda telah terjadi sesuatu pada anak kita.
Jenis kekerasan seksual
Bunda dan Ayah juga perlu memahami beberapa jenis kekerasan seksual yang terjadi pada anak, seperti di bawah ini di antaranya:
- Sodomi
- Pemerkosaan
- Pencabulan
- Memegang tubuh
- Kekerasan seksual verbal
Faktor yang memengaruhi terjadinya kekerasan seksual dapat karena kemiskinan, pengetahuan terbatas orang tua dan anak, adanya kesempatan anak bertemu dengan pelaku.
Cara menangani anak korban kekerasan seksual
1. Bicara dengan anak
Kalau anak dekat dengan orang tua, biasanya dia akan bicara jujur. Tapi, kalau tidak dekat, anak umumnya jadi enggan bicara karena takut dimarahi.
Konsepnya, apa yang kamu lakukan kalau diberikan penguatan positif akan dilakukan. Sebaliknya, bila negatif tidak akan dilakukan.
Kalau anak sering dimarahi hanya karena melakukan kesalahan kecil atau bicara jujur, anak akhirnya akan belajar kalau dia bicara, maka dia akan dimarahi dan dikritik.
Saat orang tua melihat perubahan pada anaknya, coba menjadi pendengar. Kita enggak boleh memaksa anak untuk bicara sampai mengancam.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah memberikan kenyamanan, tak usah terburu-buru ingin mendapatkan jawaban, lakukan pendekatan, dan bicara pelan-pelan. Semua itu akan membuat anak merasa nyaman dan terlindungi.
2. Menjalani rehabilitasi di psikolog
Kalau tetap tidak terungkap karena anak mengalami trauma berat, Bunda dapat meminta pertolongan psikolog. Dalam kondisi ini, trauma anak perlu disembuhkan dengan konsep rehabilitasi yang tidak bisa selesai dengan cepat.
Trauma berat karena kekerasan seksual dapat berkaitan dengan konsep diri dan harga diri. Jika bayang-bayang traumatik dalam, maka ini akan memengaruhi kehidupan dan perilaku anak di masa pertumbuhan, serta bagaimana teman-temannya bersikap.
Anak yang tidak percaya diri, gampang marah dan menangis, umumnya akan dijauhi teman sebaya. Hal ini akan memperparah kondisinya karena menganggap kelompok dan lingkungan tak baik sehingga tak punya teman.
Anak korban kekerasan seksual bukan hanya merasa menjadi korban dari pelaku, tapi korban kehidupan. Bila trauma tidak diatasi akan menimbulkan trauma-trauma baru dalam kehidupan anak ke depannya.
3. Melaporkan ke pihak berwajib
Orang tua wajib melaporkan kekerasan seksual anaknya ke pihak berwajib, untuk menuntut keadilan dan agar tidak terjadi pada orang lain. Apalagi kalau kasusnya adalah kekerasan seksual berat.
Paling tidak harus ada tindakan yang berani. Jangan pikirkan ini 'aib' karena aib bisa ditutup, tapi pelaku tetap harus dihukum. Jangan sampai karena tidak dilaporkan, pelaku mengulangi perbuatannya pada orang lain.
Sebelum melaporkan ke pihak berwajib, orang tua bisa terlebih dulu datang ke dinas sosial perlindungan perempuan dan anak ya. Di sini, anak akan didampingi oleh petugas atau psikolog untuk penanganan trauma dan proses pemeriksaan di kepolisian.
Simak juga yuk, Bunda, cara mengajarkan pendidikan seks ke anak di halaman selanjutnya!
Ada reaksi tak terduga dari Meisya Siregar nih, Bunda, soal kekerasan seksual. Intip dalam video di bawah ini ya:
8 LANGKAH MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK
ilustrasi kekerasan seksual/ Foto: Getty Images/iStockphoto/kokoroyuki
Cara mengajarkan pendidikan seksual ke anak
Pendidikan seksual bersifat dasar, yang artinya harus diajarkan ke anak sejak dini. Nah, berikut tahapan dalam memulai pendidikan seksual pada anak:
- Bunda bisa mulai mengenalkan jenis kelamin dan gender ke anak mulai usia di bawah 6 tahun.
- Kemudian, bicarakan peran gender, seperti anak laki-laki mirip Ayahnya, sedangkan anak perempuan mirip Bundanya. Jelaskan pula cara berpakaian untuk laki-laki dan perempuan.
- Jelaskan soal tanggung jawab sesuai jenis kelamin, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
- Jelaskan bagaimana anak harus aware (sadar) ketika orang lain memperlakukan dia sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
- Berikan pemahaman atau edukasi tentang hal yang tak boleh dilihat orang lain. Misalnya, untuk anak usia di bawah 6 tahun, 'kamu telanjang enggak boleh ditunjukkan ke orang lain, kecuali pada Ayah atau Bunda'.
- Berikan pemahaman tentang hal yang tak boleh disentuh orang lain. Misalnya, edukasi tentang organ intim yang hanya boleh dipegang dirinya sendiri atau boleh dipegang orang lain dalam konteks pengobatan, seperti oleh dokter saat sakit.
- Berikan tanggung jawab anak untuk belajar mengenakan pakaian sendiri di kamar mandi. Pada keadaan tertentu, anak perlu paham siapa yang boleh membantunya dalam urusan ini, misalnya hanya Ayah dan Bundanya.
- Berikan pemahaman pada anak tentang tindakan yang harus dilakukan bila ada orang lain yang memegang organ intimnya.
Dalam pendidikan seksual, paling penting adalah membangun pengetahuan dasar dan awareness. Edukasi enggak boleh bersifat bias dan ini umumnya dialami orang tua yang ketakutan melihat tayangan seksual abuse atau punya pengalaman masa lalu.
Seringkali edukasi bersifat bias ini diberikan untuk untuk mendramatisir dan memasukkan bayangan yang menakutkan ke anak. Hal ini bisa membuat anak menjadi reaktif dan mudah takut saat berinteraksi dengan orang lain, Bunda.
Berikan edukasi sesuai konteks. Artinya, penjelasan atau pemahaman harus membuat anak bisa menghubungkan sebab-akibat.
Bolehkah mengganti nama organ intim dengan istilah?
Saat memberikan pendidikan seksual ke anak, tak sedikit orang tua merasa nyaman mengganti nama organ intim dengan istilah baru yang dianggap lebih halus. Misalnya, penis diganti 'burung' atau vagina diubah menjadi 'dompet'.
Sebenarnya tidak apa-apa bila Bunda menggunakan istilah berbeda untuk mengganti nama organ intim. Kebanyakan orang sudah pasti paham dengan maksudnya.
Dalam hal ini, Ayah dan Bunda boleh menyesuaikan pendidikan seks dengan budaya ketimuran yang berkembang di masyarakat kita. Sehingga masih bisa ditoleransi jika menggunakan istilah untuk mengenalkan organ intim ke anak-anak.
Banyak hal berbau seksual yang tidak 'enak' untuk diucapkan ke publik begitu saja, apalagi bagi anak yang masih kecil. Budaya kita berbeda, jadi segala sesuatu harus dicocokkan dan lihat dampaknya, apakah signifikan atau tidak.
Saat anak bilang 'penis' atau 'vagina' di depan umum, pasti kata-kata tersebut tak 'enak' untuk didengar orang-orang sekitarnya atau teman sebaya. Kita sebagai orang tua perlu kritis dan jangan mengadopsi asumsi dari literatur yang budayanya berbeda. Itulah pentingnya orang tua juga perlu belajar psikologi budaya dalam mendidik anak.
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
5 Alasan Anak Jadi Pelaku Bullying, Waspadai Pola Asuh yang Salah & Penanganan yang Tepat

Parenting
Marak Tawuran Remaja, Ini Pentingnya Peran Keluarga & Pola Asuh Orang Tua

Parenting
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Pasangan Muda Sebelum Memutuskan Punya Anak

Parenting
9 Jenis Kecerdasan Anak: Cara Mengenali, Manfaat & Pola Asuh yang Sesuai

Parenting
3 Langkah Mengenal Minat & Bakat Anak Sejak Dini untuk Optimalkan Potensinya


7 Foto
Parenting
7 Potret Natarina Anak Taufik Hidayat yang Kini Beranjak Dewasa
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda