Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Marak Tawuran Remaja, Ini Pentingnya Peran Keluarga & Pola Asuh Orang Tua

Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog   |   HaiBunda

Senin, 08 May 2023 18:10 WIB

Dokter Sisipan
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog (@danangpsikolog) adalah psikolog klinis di RSJ Menur Surabaya. Menulis lebih 10 buku psikologi populer, aktif memberi seminar, training parenting, self healing, dan kesehatan. Danang adalah founder Brilian Psikologi.
Tawuran remaja
Marak Tawuran Remaja, Ini Pentingnya Peran Keluarga & Pola Asuh Orang Tua/ Foto: Getty Images/GeorgiaCourt
Jakarta -

Anak-anak merupakan merupakan pribadi yang kompleks, terutama ketika mereka mulai tumbuh menjadi remaja. Pada masa-masa ini mereka sedang mencari jati diri dan validasi dari teman-teman dan orang-orang sekitarnya.

Jika pada masa ini mereka tidak dibekali dengan pembimbingan yang baik dan terarah dari orang tua dan lingkungan, bisa menjadi sangat fatal bagi masa depannya, bahkan orang-orang di sekitarnya. Ada banyak contoh kenakalan remaja yang kemudian berkembang menjadi kriminalitas karena tindakan orang tua yang abai atau terlalu memanjakan anak-anaknya.

Tawuran merupakan salah satu kenakalan remaja yang entah bagaimana telah mengakar di kalangan para remaja dari generasi ke generasi. Fenomena tawuran bahkan masih langgeng hingga hari ini meskipun telah memakan banyak korban.

Faktor penyebab anak terlibat tawuran

Anak-anak memiliki beberapa alasan terlibat tawuran. Untuk dapat memahami mengapa fenomena ini masih sering terjadi berikut beberapa faktor pemicunya:

1. Faktor Pola Asuh

Pola asuh menjadi salah satu faktor penyebab anak terlibat tawuran. Pengawasan yang kurang dan keputusan orang tua yang membebaskan anak untuk melakukan apa saja, cenderung memicu perilaku anak menjadi semaunya.

Jika anak terus dibebaskan untuk melakukan apapun tanpa pengawasan orang tua, maka anak akan melakukan trial-error semaunya tanpa role model dan tanpa aturan-aturan yang perlu mereka ketahui. Ini dapat membentuk mereka menjadi pribadi yang tidak mengerti aturan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2. Pengaruh Rekan Sebaya

Pertemanan merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam membentuk kepribadian, juga keputusan-keputusan yang diambil anak. Jadi, jika dalam lingkungan pertemanan anak terdapat budaya-budaya yang negatif seperti tawuran dan gangster, maka mereka bisa sangat mungkin terpengaruhi.

3. Ketidakstabilan Emosi

Ketidakstabilan emosi pada anak bisa dipengaruhi berbagai macam hal. Rumah tangga yang tidak harmonis, konflik dalam rumah tangga bisa menjadi salah satu yang membuat anak merasa tidak aman dan mendorongnya melakukan agresi-agresi.

Ketidakstabilan emosi semacam itu membuat anak pada akhirnya menciptakan mekanisme kopingnya sendiri. Anak-anak yang memiliki mekanisme koping eksternal bisa menyalurkannya ke hal-hal seperti tawuran.

4. Meniru

Anak-anak merupakan ahlinya dalam hal meniru. Ditambah di era informasi yang serba cepat seperti saat ini, membuat anak-anak sangat mungkin menyerap dan meniru berbagai hal dari berbagai platform media sosial. Anak-anak yang terpapar tayangan-tayangan, atau konten-konten berbau kekerasan, dapat menginspirasi melakukan hal serupa.

5. Pengendalian Diri

Masalah pengendalian diri pada anak berhubungan juga dengan poin pola asuh di atas. Ketika anak tidak mengerti konsekuensi dari hal yang dilakukannya karena terbiasa dibiarkan, mereka jadi tidak mengerti dampak dari kesalahan yang telah dilakukan. Dampak lainnya adalah mereka memiliki pengendalian diri yang kurang.

Peran keluarga dalam mencegah tawuran antar remaja

Pada tawuran antar remaja ini, peran keluarga terutama Ayah dan Bunda sangat penting dalam pencegahannya. Secara hukum, anak di bawah usia 17 tahun masih berada di bawah tanggung jawab keluarga.

Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa keluarga merupakan pihak yang bertanggung jawab dan harus merasa bertanggung jawab terhadap perilaku-perilaku anak-anaknya.

Cara pertama yang bisa Ayah dan Bunda lakukan adalah memberikan edukasi tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. Orang tua dan keluarga juga perlu melakukan pendampingan pada anak-anak.

Jika orang tua telah merasa sudah sebaik mungkin membentengi anak dengan pola asuh dan pendampingan yang baik, tetapi tinggal di daerah rawan konflik dan tawuran, maka hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah pengawasan.

Penting untuk orang tua mengenal anak sepenuhnya, membentengi anak dari dalam dengan kedekatan yang terukur agar nasihat yang diberikan kepada anak masuk ke dalam hatinya, bukan hanya menjadi sekadar angin lewat saja. Orang tua juga harus mengenal teman anaknya, di mana bergaulnya, dan melakukan apa di luar rumah.

Meskipun tidak mungkin memantaunya 24 jam, tetapi setidaknya orang tua sudah memiliki peta dan gambaran akan profile sang anak. Selanjutnya, Ayah dan Bunda juga bisa bekerja sama dengan orang tua teman-teman anak lainnya untuk saling memantau anak-anak.

Tawuran dari sisi psikologis remaja

Remaja lebih banyak mengikuti kelompok dalam pengambilan keputusan-keputusannya. Jadi kalau kelompoknya memiliki penilaian A terhadap suatu perilaku, maka besar kemungkinan ia pun memiliki nilai yang sama dengan kelompoknya. Bagi mereka, pandangan kelompoknya akan dirinya merupakan suatu hal yang sangat penting.

Di lain sisi, remaja juga memiliki darah muda yang meledak-ledak. Namun sesungguhnya hal ini bisa ditanggulangi dengan mengedukasi dampaknya terhadap mereka. Caranya menyelesaikan masalah dengan konflik seperti tawuran mungkin hanyalah refleksi dari kurangnya pengetahuan dan pengalaman mereka. Mereka belum merasakan dampaknya, sehingga edukasi sangat diperlukan. Edukasi yang dilakukan haruslah dengan cara yang baik dan benar agar bisa masuk di pikiran anak.

Hukuman tanpa melukai harga diri anak

Hukuman yang tepat adalah hukuman yang disepakati. Perlu ada ketentuan-ketentuan yang jelas mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam keluarga. Sehingga ketika anak melanggar, mereka tahu mereka melanggar dan mereka pun sudah tahu apa bentuk konsekuensi yang akan diterimanya.

Hukuman yang baik adalah hukuman yang telah disepakati sebelum pelanggaran dilakukan, dan bentuknya bukanlah hukuman fisik. Karena ketika hukuman bersifat hukuman fisik, itu akan membuat anak fokus pada kesakitan yang diterimanya dan malah menyalahkan orang tua sebagai pihak yang menghukumnya. Hal ini membuat anak menjadi tidak mengerti kesalahannya.

Kekerasan tidak disarankan untuk digunakan sebagai hukuman. Hukuman sebaiknya berguna sebagai penyadaran dan ajang mengedukasi anak bahwa yang dilakukannya adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Menghilangkan atau mengurangi sesuatu yang disukainya seperti menyita handphone atau memangkas uang sakunya pun sebenarnya sudah cukup untuk membuat anak jera dan paham akan konsekuensi dari perbuatannya.

Cara menghadapi anak yang terlibat tawuran

Anak-anak yang terlibat masalah dengan hukum biasanya akan berakhir di tempat rehabilitasi anak atau penjara anak. Jika sudah seperti itu, maka hal yang harus dilakukan orang tua adalah mengikhlaskan anak menjalani, agar ia mengerti konsekuensi dari perilakunya.

Namun hal yang penting di saat seperti ini, orang tua tidak boleh juga menjauh dari anak. Berada di tempat rehabilitasi bukanlah hal yang mudah bagi anak, karenanya mereka membutuhkan dukungan dari orang tuanya.

Mereka perlu menjalani hukumannya untuk mengerti kesalahan dan memberi efek jera. Namun sebagai anak, mereka tetap membutuhkan tempat untuk kembali. Sebisa mungkin orang tua harus juga membuat tangan lebar-lebar untuk memberi kesempatan kedua pada anak. Memberikan support dan arahan-arahan untuk menjalani kehidupan yang lebih benar ke depannya.

Pembinaan remaja yang sudah menjurus ke kriminal

Ketika kenakalan anak sudah menjurus ke ranah kriminal, kita perlu menelisik apa penyebabnya. Apakah lingkungannya? Atau mungkin karena dorongan dari dirinya yang tidak bisa direm?

Mencari tahu akar masalah, akan berguna untuk menentukan langkah macam apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Jika berkaitan dengan teman-temannya, maka harus dipisahkan. Namun jika sudah menjadi perilaku, maka rehabilitasi perilaku menjadi jalan yang penting. Rehabilitasi perilaku tidak harus selalu menempatkannya pada tempat rehabilitasi khusus, bisa juga dengan membawanya ke psikolog klinis.

Langkah ini diperlukan untuk mengetahui motif anak melakukan tindak kriminal. Jangan-jangan, dia hanya tidak tahu cara mengerem dorongan-dorongan impulsif dalam dirinya. Atau, mungkin juga dia ingin sesuatu tapi tidak tahu cara yang benar untuk mendapatnya sehingga melakukannya dengan hal-hal yang dia pelajari sendiri dari media maupun teman-temannya.

Nah, dengan konseling anak akan diajarkan bagaimana cara untuk memenuhi keinginannya dengan cara yang tepat. Konseling melatih anak-anak untuk dapat mengidentifikasi emosi dan juga mengarahkannya pada perilaku-perilaku yang lebih benar. Anak juga akan diajari untuk mengendalikan dorongan-dorongan negatif dalam dirinya agar tidak mengganggu emosi dan psikisnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Simak informasi mengenai cerita anak Asri Welas yang pernah dibully dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda