Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Hari Keluarga Nasional, Ini Tips Bangun Sosial Emosional Anak di Masa Transisi COVID-19

ANNISAAFANI   |   HaiBunda

Rabu, 29 Jun 2022 15:29 WIB

Overjoyed young family with little preschooler kids have fun cooking baking pastry or pie at home together, happy smiling parents enjoy weekend play with small children doing bakery cooking in kitchen
Ilustrasi keluarga/Foto: Getty Images/iStockphoto/Nattakorn Maneerat

Tahukah Bunda kalau Hari Keluarga Nasional jatuh pada hari ini, 29 Juni? Bicara soal keluarga, sebenarnya banyak hal yang perlu dipahami oleh Bunda dan Ayah, lho.

Hal ini berkaitan dengan cara mengoptimalkan tumbuh kembang anak di masa transisi COVID-19. Untuk Bunda ketahui, pembatasan fisik dan sosial yang terjadi selama pandemi COVID-19 menyebabkan masalah kesehatan yang memengaruhi emosional, mental, dan perkembangan terutama pada anak.

Sayangnya, hal tersebut pula yang membuat anak-anak di usia dini kehilangan tingkat interaksi yang merupakan tonggak penting bagi perkembangan sosial emosional. Kemudian saat memasuki masa transisi kali ini, anak mulai memiliki rutinitas baru. Artinya, mereka akan memiliki banyak interaksi dengan lingkungan sosial dan menuntutnya untuk adaptif serta menjadi menjadi momen mengoptimalkan tumbuh kembang.

"Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya," kata Arif Mujahidin selaku Corporate Communications Director Danone Indonesia dalam webinar bertema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi, Selasa (28/6/2022)

Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan dapat merespons secara memadai terhadap perubahan yang diperlukan dan menguatkan fungsi-fungsi keluarga agar mampu menghadapi situasi yang tidak diinginkan. Fungsi keluarga yang dimaksud ini merupakan peran aktif kedua orang tua ya, Bunda. Bukan hanya ibu seperti stereotipe yang selama ini kita kenal.

Banner Eklamsia Penyebab Wafatnya Luri Istri Arjuna AFIBanner Eklamsia Penyebab Wafatnya Luri Istri Arjuna AFI/ Foto: HaiBunda/ Annisa Shofia

"Kita ini ada stereotipe yang masih melihat ayah sebagai pencari nafkah utama dan ibu mengasuh," tutur tutur Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)dr. Irma Ardiana, MAPS.

Menurut Irma, pengasuhan anak perlu diimbangi antara ayah dan ibu. Dalam hal ini, ayah juga bisa berperan aktif.

"Bisa dipraktikkan dengan misalnya mengukur perkembangan ini, dilakukan oleh ayah. Jadi pembagian peran pengasuh bisa diterapkan," sambungnya.

Agar perkembangan sosial emosional anak tumbuh dengan baik dan semestinya, Ayah dan Bunda perlu menetapkan pola asuh yang sesuai. Menurut Irma, pola asuh paling tepat itu demokratif karena kebutuhan anak secara emosional benar-benar terpenuhi.

"Pola asuh demokratif adalah yang paling ideal. Orang tua memberikan dorongan, nasihat, dan anak bisa berekspresi," tuturnya,

Sosial emosional anak sebenarnya sudah ada sejak mereka dilahirkan, Bunda. Kemudian, aspek ini akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan pengaruhi oleh lingkungan terdekat, yakni orang tua.

Simak informasi selanjutnya di halaman berikut ya, Bunda.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen. 

Cari tahu juga 7 tanda anak berpontensi cerdas dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

PRINSIP STIMULASI PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK

Overjoyed young family with little preschooler kids have fun cooking baking pastry or pie at home together, happy smiling parents enjoy weekend play with small children doing bakery cooking in kitchen

Ilustrasi keluarga/Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes

Aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya, dimulai dari remaja hingga lanjut usia. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi saat ini.

Prinsip stimulasi perkembangan sosial emosional anak

Untuk menstimulasi perkembangan sosial anak, Ayah dan Bunda perlu menerapkan beberapa prinsip berikut:

  1. Dilakukan sesuai usia dan tahapan perkembangan
  2. Bersifat individual, tidak disamakan dengan anak lain termasuk saudaranya
  3. Berlaku untuk semua aspek perkembangan
  4. Dilakukan dengan rasa cinta dan kasih sayang dan menyenangkan
  5. Dilakukan sambil bermain, jangan memaksa
  6. Dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu atau permainan
  7. Dilakukan dengan sederhana dan aman
  8. Beri anak reward atau hadiah usai berusaha

"Prinsip stimulasi ini harus dilakukan berdasarkan usia, repeatedly atau berulang kali dan bersifat individual. Anak yang satu tidak sama dengan yang lainnya. Semua ini harus dikenalkan, dan tentunya dengan suasananya yang menyenangkan bagi anak. Enggak perlu pakai yang mahal-mahal juga," tutur Dokter Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH.

Lebih lanjut, Bernie juga menjelaskan bahwa perkembangan sosial emosional anak berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat, Bunda.

Menurutnya, ketiganya saling terkait dan berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak agar anak dapat tumbuh menjadi anak hebat. Oleh karena itu, jangan lupa untuk terus memperhatikan nutrisi untuk mendukung perkembangannya yang lain, ya.

"Agar anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial-emosional yang memadai, serta memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala serta memberikan stimulasi dan nutrisi yang tepat." ungkap dr. Bernie.

Simak kelanjutanya di halaman berikut ya, Bunda.

PENTINGNYA POLA PENGASUHAN KOLABORATIF

Happy Asian family playing together at sofa, home living room

Ilustrasi keluarga/Foto: Getty Images/iStockphoto/Nattakorn Maneerat

Dalam kesempatan yang sama, Founder Joyful Parenting 101 juga menceritakan pengalamannya saat mempersiapkan anak menghadapi masa transisi untuk kembali berinteraksi dengan lingkungan sosial, Bunda. Katanya, proses adaptasi yang tak mudah terus dilakukan bersama sang suami yang berkomitmen dalam pola pengasuhan kolaboratif.

Setelah menjalani pembatasan sosial selama hampir dua tahun, saya melihat ada banyak tantangan yang dihadapi Si Kecil untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasi pun tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si Kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si kecil kadang juga menjadi frustrasi," tutur Cici Desri

"Menghadapi hal tersebut, saya dan suami mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si Kecil terlebih pada fase transisi saat ini," sambungnya.

Enggak sampai di sana, sebagai orang tua, Cici dan suami yang menerapkan pola asuh demokratif mendorong anaknya untuk berani mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal. Dengan begitu, keduanya bisa mengetahui apa yang dirasakan si Kecil secara emosional.

Upaya lain yang bisa dicontoh dari Cici yakni bersinergi secara langsung dengan guru di sekolah anaknya. Cici dan suami ternyata aktif memantau cara anak mereka mengatasi dan mengikuti tugas atau kegiatan.

"Kami memahami bahwa fase membangun hubungan baru merupakan sebuah keterampilan. Anak dapat menguasainya dengan dukungan yang tepat, terutama dari keluarga. Melalui interaksi sosial secara tatap muka langsung, ia mampu menumbuhkan rasa kepercayaan baru dan merasakan kenyamanan berada di lingkungan barunya. Dengan begitu, saya yakin ia bisa tumbuh menjadi anak hebat yang pintar, berani, dan memiliki empati tinggi," ujarnya.


(AFN/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda