Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Kisah Balita Idap Sensory Processing Disorder, Berawal dari Tak Mau Makan

Mutiara Putri   |   HaiBunda

Rabu, 17 Aug 2022 04:00 WIB

Ilustrasi ibu menggendong anak menangis
Ilustrasi Anak SPD/Foto: Getty Images/iStockphoto/maroke

Baru-baru ini sempat viral di TikTok seorang Bunda yang bercerita bahwa anaknya menderita Sensory Processing Disorder (SPD). Ia pun mengatakan bahwa gejala awal yang dialami oleh sang anak adalah sulit makan.

Dalam akun TikTok @euniketika, Bunda yang bernama Eunike Kartika ini menceritakan saat-saat dirinya berusaha untuk membuat sang anak untuk makan. Namun, hal ini tidak berhasil.

"Sebenarnya dulu bukan curiga SPD. Tapi lebih mencari tahu kenapa anakku tuh susah makan," tutur Eunike dikutip pada Selasa (16/8/2022).

"Untuk bisa bikin dia makan, aku tuh dulu sudah gonta ganti sendok. Kayaknya sendok sudah ada deh lebih dari selusin di rumah aku. Terus ganti metode cara makan, terus juga ganti-ganti peralatan makan, bahkan aku tuh bikin bento kayak nasi aku bentuk jadi bentuk beruang," sambungnya kemudian.

Tak hanya itu, Eunike bahkan sampai belajar membuat buah apel menyerupai kelinci. Ia juga mengikuti saran orang-orang untuk menambahkan bawang ke makanan Si Kecil.

Sayangnya, seluruh usaha Eunike tak membuahkan hasil, Bunda. Kemudian Eunike mencari tahu sendiri tentang kondisi sang anak karena berat badannya sudah di bawah rata-rata.

"Jadi gangguan awalnya tuh ya dari gangguan makan itu. Abis itu kan googling terus-terusan sampai akhirnya waktu dia usia 12 bulan, aku ketemu artikel di luar negeri, yaitu Sensory Processing Disorder. Dari situ barulah aku lihat kok ciri-cirinya mirip sama anak aku," jelas Eunike.

Meski begitu, Eunike tetap berkonsultasi dan membawa sang anak ke psikolog terlebih dahulu. Namun, kekhawatiran Eunike pun terjawab.

"Jadi waktu itu psikolognya nanya sama aku. Pernah dengan istilah SPD gak? Sensory Processing Disorder. Oh ya sudah abis itu aku langsung kayak 'deg' gitu di hati oh ternyata kecurigaan aku selama ini itu benar bahwa anak aku itu SPD," paparnya.

Lebih lanjut, dalam video lainnya Eunike mengaku sang anak baru terdeteksi pada usia 20 bulan. Menurutnya, kalau para orang tua mengetahui ciri dan gejala SPD, pastinya akan terdeteksi lebih cepat.

"Dari situ aku juga baru tahu ternyata gejala-gejala yang selama ini anakku alami itu ternyata sudah bisa menunjukkan SPD. Jadi kalau kita sebagai orang tua lebih aware soal gejala-gejala ini, sebenarnya kedeteksinya bisa dari usia yang lebih muda," ungkap Eunike.

Lantas seperti apa gejala dari SPD ini? Klik baca halaman berikutnya yuk, Bunda.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.

Simak juga video manfaat sensory play untuk Si Kecil berikut ini:

[Gambas:Video Haibunda]



GEJALA DAN PENYEBAB SPD

Ilustrasi anak menangis

Ilustrasi Anak SPD/Foto: Getty Images/iStockphoto/maroke

Sensory Processing Disorder (SPD) adalah suatu kondisi di mana otak mengalami kesulitan menerima dan merespon informasi yang masuk melalui indera, Bunda. Beberapa orang dengan SPD terlalu sensitif terhadap hal-hal di lingkungan mereka, mulai dari suara yang umum tapi bagi mereka menyakitkan, hingga sentuhan ringan pada kemeja bisa membuatnya lecet.

Mereka yang menderita SPD kemungkinan tidak bisa mengetahui di mana anggota tubuh mereka dan sulit untuk terlibat dalam percakapan atau permainan. Meski lebih sering diidentifikasi pada anak-anak, tak menutup kemungkinan SPD bisa menyerang orang dewasa.

Gejala utama SPD

Dilihat dari Medical News Today, gejala utama SPD pada anak dan orang dewasa adalah pemprosesan informasi sensorik yang tidak tepat. Tak hanya itu, biasanya SPD menghasilnya sensitivitas yang berlebihan atau kurang terhadap sensasi.

Banner Aliya Rajasa

Anak-anak yang mengalami sensorik berlebihan bisa menunjukkan tanda-tanda berikut ini:

  • Kewalahan menghadapi orang atau suatu tempat
  • Sangat mudah terkejut
  • Sulit dengan lampu yang terang
  • Menghindari kontak dengan orang lain
  • Bereaksi kuat terhadap bau, suara, atau tekstur.

Sementara itu, anak yang kurang peka terhadap input sosial akan mengalami gejala berikut ini:

  • Sering menyentuh benda dan bermain dengan kasar
  • Memiliki toleransi rasa sakit yang tinggi
  • Gelisah atau bergerak secara teratur
  • Menjadi canggung dan tidak terkoordinasi

Penyebab SPD

Mengutip dari laman Healthline, sebuah studi kecil dari tahun 2017 menjelaskan bahwa SPD mungkin berkaitan dengan komplikasi prenatal atau kelahiran. Cakupannya adalah sebagai berikut:

  • Lahir prematur
  • Berat badan lahir lebih rendah
  • Stres orang tua
  • Konsumsi alkohol atau obat-obatan selama kehamilan

Selain itu, overexposure bahan kimia tertentu dan kurangnya stimulasi sensorik di masa kanak-kanak juga bisa menjadi faktor risiko untuk mengembangkan SPD, Bunda.


(mua)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda