Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Kemenkes Buka Suara soal KLB Polio di Jateng dan Jatim, Sub Pin Polio Dimulai 15 Januari

Tim HaiBunda   |   HaiBunda

Senin, 15 Jan 2024 21:40 WIB

Polio vaccine vial
Ramai Kasus KLB Polio Karena Vaksin, Begini Kata Dokter / Foto: Getty Images/iStockphoto/anilakkus

Kasus polio di Jawa Tengah dan Jawa Timur ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Kementerian Kesehatan RI melaporkan adanya temuan kasus lumpuh layu akut (Acute Flaccid Paralysis/AFP) yang disebabkan virus polio tipe dua.

Salah satu kasus tersebut menimpa seorang anak perempuan berusia 6 tahun di Kecamatan Manisrenggo, Klaten, Jawa Tengah. Sebelumnya di 2022, KLB polio juga menimpa seorang anak asal Pidie, Aceh yang menderita kelumpuhan.

Polio ditetapkan sebagai KLB, karena sebelumnya Indonesia telah mendapatkan Sertifikat Bebas Polio pada 2014. Penemuan satu kasus polio seperti saat ini, maka dapat dikategorikan sebagai KLB.

Polio atau poliomielitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang masuk ke dalam golongan Human Enterovirus.

Virus polio berkembang biak di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Tinja penderita polio dapat menginfeksi orang lain. Oleh karena itu, lingkungan yang kotor dan perilaku tidak bersih dan tidak sehat menjadi faktor risiko penularan polio, Bunda.

"Virus polio ini merupakan penyakit menular yang mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen, terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi polio lengkap," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu di konferensi pers Penanganan KLB Polio, Jumat (12/1/2024).

Bahaya penularan polio pada anak

Maxi menambahkan virus polio tidak bersifat mematikan, tetapi dapat menyebabkan cacat karena kelumpuhan permanen.

"Semakin (virusnya) berpindah-pindah orang, maka semakin terjadi perubahan pada virus itu. Kalau anak-anak dengan daya tahan rentan, itu bisa kena sistem saraf terutama pada bagian tungkai sehingga jadi lumpuh yang bersifat permanen," tuturnya.

Tipe virus polio

Virus polio terdiri dari tiga tipe yang dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu virus polio liar dan virus polio yang bermutasi (VDPV). Jenis virus VDPV terbagi lagi ke dalam tiga kategori.

Dalam kasus KLB polio belakangan ini, virus yang menjadi perhatian adalah jenis Circulating VDPV 2 (cVDPV2). Ketua Komnas PP KIPI, Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari mengungkapkan kasus cVDPV2 tidak hanya terjadi di Indonesia. Ada 76 kasus cVDPV2 ditemukan di seluruh dunia sejak tahun 2016.

"Jenis virus ini bukan dari virus polio yang beredar atau virus polio liar, tapi dia berasal dari virus di dalam vaksin. Sebetulnya virus di dalam vaksin itu sudah dilemahkan, baik tipe 1, 2, atau 3. Bahkan yang tipe 2 ini sudah tidak ada lagi kasusnya di Indonesia," ungkap Hindra.

Meski berasal dari virus yang ada di dalam vaksin polio, kasus cVDPV2 tak serta-merta disebabkan oleh pemberian vaksin, Bunda. Ada beberapa faktor penyebab virus ini berkembang dan menginfeksi orang lain.

Penyebab KLB Polio di Jatim dan Jateng

Hindra mengatakan penyebab penularan cVDPV2 saat ini karena cakupan imunisasi yang tidak mencapai target, serta kebersihan lingkungan yang tidak terjaga.

Data Final Bulletin Routine Immunization MoH 2012-2022 memperlihatkan adanya penurunan cakupan imunisasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada 2021. Selain itu, pengolahan feses yang tidak baik dan benar membuat virus tersebut menular dari orang ke orang, Bunda.

Virus cVDPV2 ini merupakan penyebab polio yang berasal dari dalam vaksin itu sendiri. Virus dapat berkembang dan menginfeksi anak-anak apabila disertai dengan tingginya faktor risiko.

Bagaimana virus ini kemudian menyebabkan polio? Hindra memaparkan virus cVDPV2 yang terdapat di dalam vaksin merupakan virus yang sudah dilemahkan. Hal itu dilakukan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh dengan terbentuknya antibodi. Cara kerja tersebut sama seperti berbagai jenis vaksin lainnya, seperti COVID-19.

Namun dalam kasus KLB polio di Jateng dan Jatim, cakupan imunisasi yang rendah serta kebersihan yang tidak terjaga dapat membuat risiko penularan virus tetap tinggi.

"Tidak sesederhana itu kita kasih vaksin terus dia malah kena cVDPV2. Itu harus melalui proses panjang bertahun-tahun. Ada dua kata kunci, satu cakupannya tidak tinggi, lalu BAB-nya sembarangan. Kalau itu tidak kita selesaikan, ya begini lagi. Jadi bukan karena vaksin terus dia lumpuh. Itu tidak ada, kecuali dia defisiensi imun," ujar Hindra.

"Virus yang dari vaksin itu memang bisa hidup di saluran cerna, keluar lewat feses, dan kalau feses tidak dikelola dengan baik serta tempatnya ideal untuk pertumbuhan virus, ya virus itu muncul lagi. Anak-anak itu jadi tidak kebal karena cakupannya tidak tercapai, kebiasaan BAB-nya tidak terjaga dengan bersih, sehingga timbul kembali virus itu," imbuhnya.

Lanjutkan membaca di halaman berikutnya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!


SUB PIN POLIO MULAI 15 JANUARI

Poliomyelitis virus vaccine with stethoscope and syringe at the background

Ilustrasi vaksin polio/Foto: Getty Images/iStockphoto/Manjurul

Vaksin polio sesuai rekomendasi WHO

Hindra mengatakan hingga saat ini tidak ada vaksin polio yang menyebabkan kematian. Bahkan kasusnya tidak ditemukan di dunia, Bunda. Menurutnya, vaksin polio oral jenis baru yang dikembangkan terbilang aman dan sudah dibuktikan oleh WHO.

"Kalau pun ada kematian, ada penyebab lain. Bayi memang sangat rentan dengan sebab-sebab lain seperti infeksi. Vaksin ini sudah diberikan di dunia lebih dari 1 miliar dosis di 35 negara pada Desember 2023. Tidak ada laporan yang menyebutkan bahaya dari vaksin yang baru ini, sehingga BPOM pun berani keluarkan izin edar," Hindra memaparkan.

Berbagai penelitian menunjukkan vaksin nOPV2 aman dan dapat ditoleransi oleh golongan usia bayi dan anak. Vaksin nOPV2 menyediakan proteksi terhadap dua tipe virus polio dan dinilai lebih stabil secara genetik. Selain itu, vaksin ini punya risiko lebih kecil untuk menimbulkan paralisis pada kelompok yang tidak diimunisasi.

"Vaksin yang akan kita gunakan dapat ditoleransi dengan baik dan dapat memberi daya lindung pada bayi baru lahir hingga anak-anak. Daya lindungnya hampir 90 persen, jadi aman, bisa diterima," sambungnya.

Banner Cara Mendidik Anak agar Supel

Meski begitu, Hindra tak memungkiri bahwa segala jenis vaksin memiliki potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Namun pada vaksin polio, gejalanya tidak berbahaya dan tidak sampai menyebabkan kematian.

"Yang terjadi itu sebenarnya gejala seperti demam, bengkak di tempat suntikan, trombosit rendah, atau penyakit seperti kejang demam," ia memaparkan.

Vaksin polio oral atau tetes diberikan dalam tiga tahapan yakni di usia 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Kemudian anak akan mendapatkan vaksin oral dan suntik di usia 4 bulan. Selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian vaksin polio suntik di usia 9 bulan. Kombinasi vaksin oral dan suntik diberikan untuk mengoptimalkan pembentukan kekebalan terhadap semua jenis polio.

"Tidak cukup kalau hanya sekali, dia (kekebalan) akan cepat menurun dan rawan terhadap pertumbuhan penyakit itu lagi. Jadi turuti jadwal rekomendasi, jangan ragu, jangan dikurangi, tapi tidak perlu berlebihan," imbuhnya.

Sub PIN Polio mulai 15 Januari

Guna menangani KLB Polio di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kementerian Kesehatan RI akan melaksanakan Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio atau Sub PIN Polio secara serentak.

Sub PIN Putaran 1 dijadwalkan pada 15 Januari 2024, disusul dengan Sub PIN Putaran 2 pada 19 Februari 2024. Pemerintah berharap, target cakupan mencapai sekurang-kurangnya 95 persen untuk masing-masing putaran.

Kegiatan ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Kabupaten Sleman Provinsi DIY. Seluruh anak usia 0-7 tahun, meski yang sudah memiliki status imunisasi lengkap tetap harus mengikuti program ini, Bunda.

"Kita akan mulai di umur 0-7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Sekalipun dia sudah lengkap, kita harus berikan lagi imunisasi," kata Dirjen P2P Kemenkes RI, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu.

Simak juga video dampak bila imunisasi anak tidak lengkap:

[Gambas:Video Haibunda]




(anm/fir)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda