Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Sikap Orang Tua yang Bisa Bikin Anak Tertekan, Bunda Perlu Tahu

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Selasa, 30 Apr 2024 18:55 WIB

Ilustrasi Ibu dan Anak
Ilustrasi Anak Tertekan/ Foto: Getty Images/iStockphoto/szefei

Gaya parenting atau pengasuhan tiap orang tua berbeda, dan merupakan hak orang tua untuk memutuskan cara membesarkan anak mereka. Namun, kualitas pola asuh orang tua menjadi penting karena pola asuh yang buruk bisa berdampak negatif pada perkembangan anak, Bunda.

Para peneliti percaya bahwa pola asuh yang buruk adalah masalah kesehatan terpenting yang dihadapi masyarakat. Secara psikologis, pola asuh yang buruk dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang dan kesehatan mental pada anak.

Ada dua jenis masalah kesehatan mental yang dapat terjadi pada pola asuh yang salah, yaitu masalah internalisasi seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kepribadian. Anak-anak yang mendapatkan pola asuh salah juga berpotensi mengalami masalah eksternalisasi, seperti agresif dan suka melakukan kekerasan.

7 sikap orang tua yang membuat anak merasa tertekan

Tanpa banyak orang tua menyadari, pola asuh yang salah bisa saja menciptakan sikap negatif pada anak. Pada akhirnya, anak menjadi tertekan karena sikap tersebut.

Nah, berikut ini 7 sikap orang tua yang bisa membuat anak tertekan, yang perlu Bunda ketahui. Catat ya!

1. Tak mau anak gagal

Orang tua yang terlalu terlibat (alias orang tua helikopter) juga dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan pada anaknya. Mereka cenderung mengambil kendali atas keputusan dan melakukan terlalu banyak hal untuk anak mereka, sehingga menghalangi mereka untuk belajar.

Beberapa orang tua yang suka mengontrol hanyalah orang tua yang cemas. Mereka terlalu protektif dan ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak mereka setiap saat, tanpa gagal.

2. Terlalu disiplin, tegas

Berbeda dengan orang tua yang menerapkan sedikit atau tanpa disiplin, orang tua yang menerapkan disiplin ketat atau kaku (alias pola asuh otoriter) tidak membiarkan anak mereka menjelajahi dunianya. Hal tersebut sering kali menyebabkan anak menjadi takut dan cemas atau memberontak.

3. Mempermalukan anak

Dilansir Healthline, baik di depan umum atau secara pribadi, anak-anak yang terus-menerus dipermalukan dapat mengembangkan ketakutan akan kegagalan. Hal tersebut dapat menyebabkan depresi atau kecemasan di masa yang akan datang.

4. Selalu mengkritisi tanpa melihat usaha anak

Orang tua yang tidak pernah memuji anak atas prestasinya dan tidak menunjukkan rasa bangga atas kerja kerasnya bisa membuat anak tertekan. Tak hanya itu, menggunakan nada yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap segala tindakan anak juga akan meninggalkan kesan negatif pada diri anak.

Sikap lain yang juga buruk adalah tidak meluangkan waktu untuk berbicara dengan anak dan memahami perasaannya. Jika opini dan perasaan diabaikan dan tidak ditangani dengan cara yang sehat, hal tersebut dapat berdampak buruk pada anak.

5. Mengandalkan hukuman

Disiplin artinya mengajar dan tidak berarti menghukum. Menghukum bukanlah satu-satunya cara untuk mengajar. Menggunakan hukuman sebagai tindakan disipliner adalah pola asuh yang malas. Mendisiplinkan dengan hukuman tidak mengajarkan sesuatu yang baik pada anak.

Mengandalkan hukuman akan mengajarkan anak bagaimana menggunakan intimidasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Anak lantas akan mengadopsi sikap menghukum atau kekerasan, dan belajar bahwa sikap agresif adalah solusi yang dapat diterima terhadap suatu masalah.

6. Membanding-bandingkan dengan anak lain

Sikap orang tua yang terus-menerus membandingkan anaknya dengan anak lain juga perlu dihindari. Perbandingan dapat berdampak buruk pada perkembangan dan kemajuan anak dalam belajar. Selain anak, orang tua juga bisa terkena dampaknya. Mereka cenderung menjadi sering tidak puas dan selalu merasa kalah dalam memberikan yang terbaik untuk anaknya.

7. Tidak membiarkan anak mengambil keputusan

Orang tua tidak mengizinkan anak mengambil keputusan karena yakin anak akan mengambil pilihan yang salah atau tidak mempercayainya. Dikutip dari Parenting Firstcry, dinamika tersebut sebenarnya dapat menghambat kemampuan anak untuk mengembangkan rasa percaya diri yang kuat, Mereka juga menjadi sulit membuat pilihan mandiri dan menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan di masa depan.

Tidak berhenti di situ, terdapat risiko yang dapat dialami anak apabila mereka merasa tertekan karena sikap orang tua. Apa saja? Baca di halaman berikutnya ya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!


Risiko yang Dapat Dialami Anak Apabila Tertekan

Asian teen boy standing in backyard at home, leaning head against wall, hand cover face, feeling depressed and frustrated. Evening light cast shadow on wall.

Ilustrasi Anak Tertekan/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Jatuporn Tansirimas

RISIKO ANAK YANG TERTEKAN

Anak-anak yang merasa berada di bawah tekanan besar biasanya akan sulit menjalani kehidupan mereka ke depannya. Selain mengalami masalah kesehatan mental, mereka juga bisa kesulitan untuk tidur.

Berikut adalah beberapa konsekuensi atau risiko bila orang tua terlalu memberikan banyak tekanan kepada anak-anak, seperti dikutip dari Very Well Family:

1. Mengalami masalah kesehatan mental

Anak-anak yang merasa berada di bawah tekanan terus-menerus dapat mengalami kecemasan terus-menerus. Stres yang tinggi juga dapat menempatkan anak pada risiko lebih besar terkena depresi atau kondisi kesehatan mental lainnya.

Banner Batas Usia Tidur dengan Orang Tua

2. Anak cenderung berbohong dan berbuat curang

Jika fokus anak hanya pada pencapaian dibandingkan belajar, maka mereka akan cenderung suka berbuat curang. Contoh kecilnya mereka suka menyontek saat ujian sejak duduk di bangku sekolah hingga kuliah.

3. Menolak untuk berpartisipasi

Ketika anak-anak merasa tujuannya adalah untuk selalu 'menjadi yang terbaik', maka mereka tidak akan mau berpartisipasi ketika mereka bukan 'bintang utama'. Seorang anak yang bukan pelari tercepat mungkin berhenti bermain sepak bola karena merasa tidak yakin pada kemampuannya, atau seorang anak yang bukan penyanyi terbaik dalam grup mungkin berhenti tampil bersama paduan suara karena merasa minder dengan teman-temannya. Sayangnya, hal tersebut berarti anak-anak tidak mau mengambil kesempatan untuk mengasah keterampilan mereka.

4. Masalah harga diri

Mendorong anak untuk berprestasi dapat merusak harga dirinya. Stres yang terus-menerus dalam belajar dan bekerja dapat mengganggu pembentukan identitas anak-anak dan menyebabkan mereka merasa tidak cukup baik atau bahkan merasa tidak akan pernah cukup baik.

5. Kurang tidur

Anak-anak yang terus-menerus merasakan tekanan untuk berprestasi di sekolah mungkin akan begadang sampai larut malam untuk belajar. Pada akhirnya, mereka akan mengalami masalah tidur yang parah atau kesulitan mendapatkan tidur yang cukup.

Simak juga 5 kalimat yang sebaiknya tidak diucapkan orang tua ke anaknya yang tengah ujian, dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]


(aci/ank)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda