Jakarta -
Sudah dua hari ini
anak saya yang berusia tiga tahun trial di daycare baru. Dia adalah anak laki-laki dengan temperamen slow to warm-up. Di hari pertamanya di daycare, dia sempat menangis mencari saya.
Salah saya juga karena kala itu meninggalkannya tanpa pamit. Mungkin dia kecewa karena tiba-tiba saya tidak ada di sampingnya. Tapi laporan dari pengelola daycare membuat saya lebih tenang. Katanya anak saya baik dan nggak susah diberi tahu.
Ini hari keduanya. Saya mengantarnya masuk ke dalam daycare.
Anak saya mengangguk mantap saat seorang petugas daycare mengulurkan tangan hendak menggandengnya, bergabung dengan anak-anak lainnya. Kali ini saya berpamitan, mencium, dan memeluknya seperti biasa.
Entah kenapa ada sedih yang menyelusup. Saya melihat ada raut sedikit nggak nyaman di wajahnya. Entah takut di lingkungan yang masih baru, atau canggung karena nama yang dia ingat di tempat itu baru satu orang.
Apa dia memaksakan diri untuk tampak oke agar saya bisa bekerja dengan tenang? Apa dia akan baik-baik saja jika berlaku begitu? Nggak mau lama-lama galau, saya pun berdiskusi dengan psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqqi.
Ratih bilang, bisa saja balita, usia tiga tahun ke atas berusaha berdamai dengan rasa nggak nyaman. Bisa saja anak usia tiga tahun berusaha menyenangkan dan menenangkan orang tua dengan caranya. Jika balita melakukannya, maka dia punya social awareness yang tinggi.
Memangnya anak yang punya social awareness tinggi itu seperti apa sih? "Yang empatinya tinggi, inisiatifnya besar, dan secara sosial nggak punya kendala apapun," jelas Ratih.
Nah, social awareness yang tinggi ini bisa dilatih, Bun. Jadi empati bisa dibentuk, inisiatif juga bisa dirangsang untuk jalan. Jadi ketika menghadapi sesuatu, otak si anak ngeh harus bisa melakukan apa dalam situasi tertentu.
"Merasakan apa yang dirasakan orang lain merupakan kecerdasan sosial. Ketika anak tahu harus bersikap dan berperilaku seperti apa dalam situasi tertentu artinya mereka punya problem solving skill yan bagus," papar Ratih.
Contoh anak yang punya kecerdasan sosial baik adalah ketika tahu temannya tidak membawa makanan, maka di anak akan menawarkan sebagian makanannya, karena dia tahu nggak enak rasanya lapar. Ratih juga pernah punya pengalaman bertemu dengan anak usia 3 tahun yang bertanya padanya, "Tangge nggak capek?" saat melihat wajahnya.
 Anakku yang 3 Tahun, Apakah Kamu Sedang Berusaha Menyenangkanku?/ Foto: Thinkstock |
"Anak-anak seperti ini kepekaan pada lingkungannya tinggi, dan itu semua tergantung pada parenting-nya," imbuh Ratih.
Nah, ada juga nih, Bun, anak yang memang suka menyenangkan orang lain. Tapi social awareness tinggi dan yang suka menyenangkan orang lain itu beda. Soalnya anak yang suka menyenangkan orang lain itu melakukannya karena dia butuh perhatian dari orang lain, yang artinya ada kebutuhan dalam dirinya yang nggak terpenuhi.
"Ini biasa dilakukan oleh anak-anak yang dikatakan harus selalu mengalah. Misalnya kakak yang harus selalu mengalah pada adiknya. Anak yang harus selalu mendahulukan orang lain. Sebenarnya mengalah dan berbagi itu oke, tapi jangan sampai membuat diri ini nggak kebagian," papar Ratih.
Ratih menambahkan orang yang mudah menyerahkan apa yang menjadi haknya sering kali memiliki rasa percaya diri yang rendah. Meski memang nggak semua begitu, Bun. Yang jelas sosok ini sering merasa apa yang jadi kepentingannya itu nggak penting atau nggak berharga.
Observasi AnakRatih bilang manusia bisa menyerap energi negatif. Misalnya anak, meskipun itu masih balita, bisa tahu kekhawatiran ibunya. Anak dengan social awareness yang tinggi bisa membaca lingkungannya dan berperilaku seperti yang seharusnya, karena dia tahu jika bersikap baik maka ibunya tidak akan khawatir. Apalagi jika di tempat baru, entah daycare atau sekolah baru, dia harus beradaptasi, tapi ada hal-hal menyenangkan yang membuatnya bisa mengatasi kecanggungan.
"Nggak usah kita bilang ke anak, 'Nggak apa-apa kok kalau nggak nyaman' atau 'Kamu nggak apa-apa di sini?'. Kalau dapat pertanyaan itu anak akan makin memikirkan. Sebaiknya observasi saja dulu," saran Ratih.
Ketika nantinya kita melihat ada perubahan pada diri anak, misalnya anak jadi murung, sebaiknya kita ajak bicara. Tapi ingat, Bun, jangan langsung to the point saat bertanya. Berputar-putar dulu untuk kemudian menanyakan perasaan anak, menurut Ratih adalah cara terbaik.
"Ada beberapa anak yang tahu dalam situasi seperti ini harus bertindak seperti apa. Kalau anak berada di lingkungan baru, seperti daycare atau TK baru, kita lihat dulu 1-2 minggu ke depan, karena di awal-awal anak kan masih adjustment," terang Ratih.
(Nurvita Indarini)