Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Tentang RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Ini yang Setidaknya Perlu Bunda Tahu

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Kamis, 04 Nov 2021 19:33 WIB

Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (Gerak Perempuan) menggelar aksi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Senin (10/2/2020). Aksi tersebut digelar dalam rangka menuntut Kemdikbud untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus.
ilustrasi demo kekerasan seksual/ Foto: Agung Pambudhy

Bunda sudah tahu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) kini sudah diganti RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual)? Bagi Bunda yang belum tahu, RUU PKS diganti RUU TPKS setelah ada diskusi antara Baleg DPR dengan berbagai elemen masyarakat mulai dari para pakar, Komnas Perempuan, hingga MUI.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Baleg DPR Willy Aditya, beberapa waktu lalu. Draf awal RUU TPKS kini berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal, yang mana Bab I berisi Ketentuan Umum dan soal Tindak Pidana Kekerasan Seksual diatur pada Bab II. Draf dipaparkan dalam Rapat Panja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada hari pertama masa sidang periode II pada 1 November 2021.

Ada 4 bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam naskah terbaru RUU TPKS, yaitu pelecehan seksual (fisik dan nonfisik), pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.

Kenapa Bunda penting untuk mengetahui dan memahami ini? Karena jika disahkan RUU TPKS ini akan melindungi korban kekerasan seksual, mendampingi, serta memberikan hak-hak pada korban.

Mengutip detikcom, Willy menilai RUU TPKS akan menjadi undang-undang yang berpihak kepada korban karena sejauh ini UU yang sudah ada mengatur kekerasan seksual secara terbatas. Ia mengatakan pergantian nama RUU agar penegakan hukum kasus kekerasan seksual menjadi lebih mudah.

RUU TPKS diketahui saat ini kembali masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. RUU ini masuk bersama 36 RUU lain, yang diusulkan pemerintah dan DPR, Bunda. Kabarnya, RUU TPKS ini akan disahkan sebelum Hari Ibu, tepatnya pada 16 Desember 2021.

Sejumlah lembaga, jaringan aktivis pun mendukung agar RUU TPKS ini segera disahkan. Namun, ada beberapa masukan yang perlu disampaikan ke Baleg DPR agar nantinya RUU TPKS ini benar-benar melindungi dan memenuhi hak korban.

Baca kelanjutannya di halaman berikut.

Simak juga video soal pelecehan seksual yang tak boleh dianggap normal:

[Gambas:Video Haibunda]




SIKAP JARINGAN PEMBELA HAM PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL

Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (Gerak Perempuan) menggelar aksi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Senin (10/2/2020). Aksi tersebut digelar dalam rangka menuntut Kemdikbud untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Aksi tolak kekerasan seksual/ Foto: Agung Pambudhy

Dalam sebuah diskusi daring, advokat dan aktivis Lusia Palulungan Jaringan Pembela HAM Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan beberapa poin yang menjadi masukan dan ini sudah disampaikan pada Baleg DPR, Bunda.

Apa saja masukannya? Dari pernyataan tersebut, jaringan itu mencatat yang pertama bahwa pada dasarnya mereka mendukung RUU TPKS karena menguatkan, bahwa RUU ini merupakan hukum pidana khusus. Jadi mereka setuju dengan judul yang diusulkan.

Masukan selanjutnya adalah memperbaiki definisi kekerasan seksual. Kemudian mengatur 9 bentuk kekerasan, termasuk kekerasan berbasis siber di dalam UU TPKS.

Lusia kemudian mengatakan, perlu ada penambahan pasal terkait rehabilitasi pelaku dan memasukkan disabilitas mental dan intelektual dalam ketentuan tentang pemberian keterangan korban atau saksi.

"Penanganan pendampingan korban tidak hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga lembaga non pemerintah, beserta perlindungan yang holistik bagi pendamping," ujar Lusia, pada Rabu (3/11/2021).

"Berikutnya adalah pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk penyediaan pelayanan terpadu. Menyiapkan bank khusus tentang hak-hak korban, keluarga korban dan saksi. Kemudian ketentuan saksi minimal dan meningkatkan sanksi maksimal dalam ketentuan pidana," lanjutnya.

Lusia juga menekankan ada beberapa hal yang dianggap masih penting untuk dimuat di dalam draf terbaru. Seperti, pengaturan hak korban, karena korban bukan hanya perempuan, anak-anak, tapi juga laki-laki.

"Maka, ada kebutuhan yang spesifik bagi perempuan dan anak, maka penekanan pada hak korban yang spesifik pada perempuan dan anak harus diatur dalam UU ini, karena ada perbedaan kebutuhan khususnya penanganan dan pemulihan," ujarnya.

Lusia juga menyebut, pentingnya lembaga pendamping khusus bagi perempuan dan anak karena belum ada pasal yang mengatur tentang ini, Bunda. Yang ditulis itu masih layanan dari pemerintah seperti UPTD, PTAD. Perlu ada lembaga khusus perempuan anak yang lebih mengetahui treatment khusus.

Kalau pun dilayani UPTD, PTAD, layanan antara korban perempuan, anak-anak, dan laki-laki harus lah terpisah. "Kami berharap pendamping anak dan perempuan diperkuat lembaga HAM, perlindungan perempuan seperti Komnas Perempuan," ujar Lusia.

Nah, bagaimana Komnas Perempuan menyikapi RUU TPKS? Baca di halaman berikutnya ya, Bunda.

REKOMENDASI KOMNAS PEREMPUAN SOAL RUU TPKS

Sejumlah warga yang tergabung dalam Jakarta Feminis melakukan aksi mendesak DPR mengesahkan RUU PKS di kawasan CFD, Jakarta.

Aksi tolak kekerasan seksual/ Foto: Grandyos Zafna

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan apresiasi atas draf RUU TPKS yang menunjukkan kemajuan yang signifikan baik dari segi substansi maupun proses partisipasi masyarakat.

"Komnas Perempuan mendukung draf RUU TPKS ini untuk menjadi RUU Inisiatif DPR yang selanjutnya dibahas dan disahkan menjadi payung hukum komprehensif untuk perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual juga dinanti oleh korban, keluarga korban dan para pendamping, sebagai penegasan kehadiran negara bagi warga negara khususnya perempuan," demikian bunyi pernyataannya, dikutip dari laman resmi Komnas Perempuan, Kamis (4/11/2021).

Namun, Komnas Perempuan tetap mencatat 3 isu yang perlu ditambahkan yaitu, yang pertama adalah pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU TPKS, baik sebagai tindak pidana berdiri sendiri atau unsur dalam tindak pidana yang sudah dirumuskan atau menjadi pemberat pidana.

Kedua, merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber dan penegasan hak korban atas penghapusan jejak digital dan hak untuk dilupakan (the right to be forgotten); dan ketiga, penegasan peran lembaga nasional HAM dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini.

Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi atas proses penguatan substansi RUU TPKS yang mengedepankan prinsip demokrasi dengan memberikan pintu partisipasi bagi masyarakat dan berharap proses ini dapat terus dilanjutkan di masa sidang periode II ini.

"Prinsip keterbukaan dan demokrasi dalam perumusan RUU TPKS memungkinkan adanya masukan konstruktif dan substantif dalam memastikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual baik dalam lingkup substansi, struktur, maupun kultur hukumnya," tulisnya.

Karena itu, Komnas Perempuan menyampaikan saran dan rekomendasi kepada Baleg DPR RI, Pemerintah, dan Masyarakat sebagai berikut:

1. Baleg DPR RI menyempurnakan ketentuan dalam RUU TPKS, khususnya untuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual termasuk kekerasan seksual berbasis gender siber dan penegasan hak korban atas penghapusan jejak digital dan hak untuk dilupakan (the right to be forgotten);

2. Baleg DPR RI melanjutkan membuka ruang aspirasi dari kelompok masyarakat yang selama ini bekerja langsung dengan penanganan korban kekerasan seksual, khususnya komunitas korban/penyintas, dan lembaga pendamping korban dan lembaga bantuan hukum;

3. Baleg DPR RI mengintensifkan proses penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai dengan penetapan RUU sebagai RUU inisiatif DPR RI agar selanjutnya dapat memasuki tahap pembahasan bersama Pemerintah;

4. Pemerintah dan masyarakat mendukung Baleg DPR RI dalam upaya penyusunan dan penyempurnaan RUU TPKS sesuai dengan kepentingan korban. Komnas Perempuan juga menyampaikan terima kasih kepada para penyintas, keluarga korban, akademisi, media massa dan lembaga layanan korban yang tanpa lelah terus memperjuangkan RUU TPKS dan menyerukan untuk terus memberikan masukan pengalaman korban dan mengawal pembentukan RUU ini sampai dengan dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang.


(aci/fir)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda