Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Marak Perempuan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Ini Cara Lapor Tanpa Takut

Annisa A   |   HaiBunda

Sabtu, 12 Jun 2021 08:05 WIB

Rude man accosting to young female at crowded street
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/JackF

Kekerasan seksual menjadi permasalahan yang terus terjadi di masyarakat. Ibarat fenomena gunung es, masih banyak kasus kekerasan yang belum terungkap. Hal itu karena tidak banyak orang yang berani melapor.

Para korban kekerasan seksual rentan mendapatkan stigma negatif dari sekeliling mereka, Bunda. Terutama bagi mereka yang mengalami persetubuhan dan pelecehan seksual di ranah privasi maupun ruang publik.

Stigma negatif terhadap korban bisa datang dari mana saja. Mulai dari lingkungan keluarga, pertemanan, lingkungan kerja, hingga media sosial. Hal itu membuat korban, yang sebagian besar perempuan, enggan untuk melapor.

Korban cenderung merasa takut dan trauma, sehingga tidak mau melapor ke aparat penegak hukum. Bahkan tak sedikit pula yang memilih bungkam dan tidak berani cerita ke orang terdekat.

Menurut Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati, perempuan dan anak sangat rentan mengalami kekerasan seksual.

Data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) periode Januari - Maret 2021 mencatat ada 259 laporan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

Dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Secara Nasional pada 2016, ditemukan bahwa satu dari tiga perempuan berusia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual oleh pasangan maupun bukan pasangan, semasa hidupnya.

"Banyak korban pada akhirnya tidak berani melapor karena ketakutan akan membawa aib keluarga, ketakutan dicela, dan mendapatkan perundungan dari masyarakat serta ancaman dan teror dari pelaku," ujar Ratna Susianawati dalam keterangan resmi, Jumat (11/6/2021).

Pada akhirnya, kondisi itu justru mengakibatkan trauma mendalam bagi korban. Trauma dapat memberi dampak buruk pada kesehatan mental korban, Bunda.

Padahal, setiap korban kekerasan fisik maupun seksual membutuhkan ruang agar mereka merasa aman. Mereka juga membutuhkan orang yang dapat dipercaya, sehingga membantu menyembuhkan dan mengurangi beban trauma yang dihadapi korban.

Berkaca dari masalah tersebut, korban kekerasan fisik maupun seksual dapat melaporkan kasus mereka tanpa takut. Simak caranya di halaman selanjutnya.



Saksikan juga langkah-langkah mencegah pelecehan seksual pada anak, dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]


CARA LAPORKAN KEKERASAN SEKSUAL

woman raised her hand for dissuade, campaign stop violence against women. Asian woman raised her hand for dissuade with copy space, black and white color

Foto: Getty Images/iStockphoto/JackF

Korban kekerasan fisik dan seksual dapat melaporkan masalah yang dialami mereka tanpa dihantui rasa takut. Korban atau orang terdekat bisa melaporkannya ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Tak hanya itu, mereka bisa juga melaporkan kasus kekerasan lewat call centre Sahabat Perempuan dan Anak milik Kemen PPPA, yakni SAPA129 atau hotline Whatsapp 08211-129-129.

"Jika akhirnya korban memilih bersuara di ruang publik, tolong berikan empati untuk korban, serta tidak menyudutkan dan memberikan stigma negatif," tegas Ratna.

Menurut Ratna, payung hukum nantinya akan menjadi rujukan dalam menciptakan sistem komprehensif dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.

"Urgensi pentingnya regulasi ini, masih terus dimatangkan oleh DPR RI sebagai salah satu usul inisiatifnya. Hal ini juga sejalan dengan satu dari lima arahan Bapak Presiden kepada Kementerian PP dan PA," tuturnya.

Akhir-akhir ini, banyak kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ruang publik. Mirisnya, belum ada payung hukum perlindungan bagi para korban pelecehan tersebut. Simak di halaman berikutnya.

MARAKNYA PELECEHAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN

woman raised her hand for dissuade, campaign stop violence against women. Asian woman raised her hand for dissuade with copy space, black and white color

Ilustrasi/ Foto: iStock

Belum lama ini, dunia maya dihebohkan dengan kisah wanita yang diduga mendapat pelecehan seksual oleh pembawa acara sekaligus mantan penyiar radio, Gofar Hilman.

Wanita itu mengaku telah menerima perlakuan tidak menyenangkan di ranah publik dan membuatnya trauma hingga sekarang. Alhasil, kata 'Gofar' telah menjadi trending Twitter.

Selain itu, istilah 'turun mesin' yang diduga dilontarkan oleh Aa Gym kepada Teh Ninih juga menuai kontroversi publik. Warganet merasa istilah tersebut sangat jahat dan tidak pantas diucapkan kepada perempuan.

Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, 'turun mesin' bersifat peyoratif alias merendahkan atau mencemooh ketika dikaitkan pada perempuan yang telah melahirkan.

Penggunaan ejekan dan atau makian adalah bagian dari kekerasan psikis dan berpotensi mendapatkan hukuman pidana. Hal tersebut tertuang dalam UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT, No. 23 Tahun 2004).

"Istilah ini rekat dengan cara pandang yang seksis, yaitu merendahkan berdasar jenis kelamin. Juga, cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai objek seks, termasuk imagi pada keperawanan dan elastisitas alat kelamin perempuan, yang dikaitkan dengan kepuasan pihak laki-laki saat berhubungan seksual," tutur Andy Yentriyani.


(anm/muf)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda