Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Jahatnya Saudara Ipar, Tinggal Bersama di Rumah Warisan Malah Bikin Beban

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Selasa, 21 Jul 2020 20:45 WIB

Female volunteer bringing groceries to a senior woman at home
Ilustrasi cerita bunda tentang kakak ipar/ Foto: Getty Images
Jakarta -

Darah lebih kental dari air. Itu sebabnya saudara kandung disebut lebih erat ikatannya dibanding orang lain.

Namun rasa-rasanya, aku tak melihat hal itu berlaku di keluarga suamiku. Bisa dibilang, kehidupanku justru semakin susah saat harus berhadapan dengan kedua kakak suamiku.

Bayangkan Bunda, kami harus tinggal dengan kedua kakak suami dalam rumah yang sama. Sebagai anak bungsu, suamiku memang tinggal di rumah orang tuanya sejak kami menikah.

Setelah mertua meninggal, kami pun masih menempati rumah yang sama. Kebetulan kakak perempuan suamiku, anak pertama dalam keluarga mereka juga tinggal seatap dengan kami.

Dia sebatang kara, ditinggal suaminya yang entah kemana. Saat ini, dia bergantung padaku untuk semua urusan karena dia terbaring lemah akibat stroke.

Bukan aku tak ikhlas mengurusnya. Coba saja dia baik kepadaku dan anak-anakku, sebagai bentuk terimakasihnya kepada kami. Tapi, setiap hari ada saja ulah dan perkataannya yang menyakiti dan menyalahkan kami. Kalau hanya kepadaku, mungkin dilandasi perasaan tidak suka. Tapi kalau kepada keponakannya yang masih kecil-kecil apa masalahnya coba?

Female volunteer bringing groceries to a senior woman at homeIlustrasi cerbun kakak ipar/ Foto: Getty Images

Rasanya hanya bisa istighfar sambil mengelus dada, Bunda. Suami pun tak berdaya melihat nasib kami, karena sadar itu saudara yang harus tetap diurusnya. Sebagai driver ojek online, suamiku sudah pusing cara mendapat uang untuk menutup kebutuhan keluarga. Rasanya, aku tak tega kalau harus merengek kepadanya dan menceritakan semua beban ini.

Masalah enggak berhenti sampai di situ saja. Hingga suatu hari di pertengahan tahun 2018, kakak kedua suamiku datang memboyong keluarganya. Mereka ikut tinggal di rumah peninggalan mertua.

Kami tentu tak bisa menolaknya, karena ini memang rumah warisan orang tua. Apalagi, kakak laki-lakinya ini adalah anak kesayangan almarhum mertua. Mungkin dia jadi merasa lebih berhak untuk tinggal di rumah kami. Hufffthh...

Setelah mereka datang, dibuatlah aturan oleh kakaknya. Rumah disekat menjadi dua, di mana sebagian menjadi wilayah keluarganya. Sedangkan sisanya beberapa ruangan yang kami gunakan untuk tinggal.

Anehnya lagi, kakak perempuan suamiku ikut bersamaku dan suami. Padahal dia kelihatan banget lebih condong menyukai kakak kedua dan keluarganya. Kalau dia punya uang yang dipanggil anak-anak kakakku.

Sedangkan anak-anakku hanya bisa melihat dari jauh. Mereka tak berani mendekat karena takut dihardik budenya. Tapi, giliran mau diambilkan makan atau keperluan lainnya baru ingat ada kami.

Kakak iparku pun seperti tutup mata. Tak peduli pada kakaknya yang sakit. Mereka ogah repot mengurus kakaknya yang hanya terbaring di depan tv. Bahkan, istrinya pun tidak mau bergaul dengan Warga sekitar. Alih-alih bertetangga, berbicara padaku saja hampir tidak pernah dilakukannya. Kami memang tinggal seatap tapi seperti orang yang bermusuhan.

Lama-kelamaan aku enggak kuat menjalani hidup seperti ini. Para tetangga pun iba melihatnya. Banyak yang menyarankan agar kami berkorban sedikit uang untuk mencari rumah kontrakan.

Suami pun setuju saat kuutarakan niat tersebut. Tapi apa daya, si kakak pertama malah seenaknya bilang mau ikut kemanapun kami pergi. Entah itu di rumah sekarang atau pindah ke kontrakan nantinya.

Kalau sudah begini aku bisa apa? Mau pindah, tapi kok tetap saja mengurus orang yang tidak bisa menghargai kebaikan kami. Dia sadar kalau sebenarnya hanya keluarga kami yang tulus mengurusnya. Sebab sang adiknya memang tak pernah peduli kepadanya.

Bunda, apa yang harus kulakukan saat ini? Menangis dan berdoa menjadi kekuatanku untuk tetap bertahan.

(Cerita Bunda Wati - Cengkareng, Jakarta Barat)


Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke email [email protected]. Bunda yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.

Bunda, simak juga yuk keseharian ibu pemulung yang tak kenal lelah dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda