Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Suami Di-PHK Tapi Pura-pura Kerja, Akhirnya Kami Terjerat Utang & Kelaparan

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Senin, 22 Feb 2021 16:49 WIB

Ilustrasi suami istri
Ilustrasi suami istri/Foto: Getty Images/iStockphoto/Panupong Piewkleng

Minggu, 9 Februari 2020. Aku tidak pernah lupa hari itu. Malam ketika selesai menidurkan bayi kedua kami yang belum genap dua bulan, suamiku duduk tertunduk di hadapanku. Mukanya lesu.

Sambil pelan mengucap, "Maafkan aku, Mamak. Aku udah nggak kerja di Ard**o lagi. Selama ini aku bohong. Pura-pura pergi kerja di pagi hari dan pulang malam hari agar Mamak nggak curiga kalau sebenarnya aku udah jadi pengangguran."

Sedetik dua detik aku masih belum mengerti dengan pengakuannya. Namun, di detik selanjutnya aku paham. Suamiku meminta maaf karena kena PHK sekaligus telah berbohong selama sebulan lebih.

Banner tanaman hiasFoto: HaiBunda/Mia Kurnia Sari

Menurut pengakuannya, suamiku telah diminta resign dari kantor per 31 desember 2019. Tepat ketika bayi kedua kami berusia 15 hari. Tapi terpaksa dia tidak mengakui itu karena jika aku kepikiran, akan menjadi beban yang bisa menyebabkan bekas jahitan secarku tidak kunjung sembuh. Dia berpikir akan segera bisa menyelesaikan masalah ekonomi ini dengan caranya sendiri.

Tapi ternyata setelah sebulan lebih terkena PHK, suamiku belum juga menemukan pekerjaan baru atau pendapatan lain di luar pekerjaannya. Demi agar terus bisa berbohong, dia menutupinya dengan meminjam uang di fintech sebagai pengganti salary bulan januari 2020 yang sudah tidak diperolehnya.

Sempat aku bertanya kenapa sampai kena PHK? Padahal bekerja di kantor tersebut sudah hampir tiga tahun. Jawabannya sederhana. Karena menurut kantor, performa kerjanya kurang baik.

Aku paham masalah itu. Di kehamilanku yang kedua ini suamiku memang sering izin tidak masuk atau datang telat karena harus mengantarkan aku periksa ke dokter. Hamil anak kedua kali ini aku mengalami Placenta previa yang menyebabkan sering mengalami pendarahan selama kehamilan sehingga dokter memintaku untuk lebih sering bedrest agar pendarahan tidak semakin berat.

Frustrated unhappy young couple sitting on sofa after fight, disappointed boyfriend and offended girlfriend breaking up thinking of problems in bad relationships, misunderstandings and insult conceptIlustrasi suami istri/Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes

Tapi istirahat itu tidak mungkin karena anak pertama kami yang berusia 2,5 tahun didiagnosa dokter mengalami ADHD. Sifat hiperaktifnya menuntutku untuk terus menjaga tanpa bisa mendengarkan nasehat dokter agar aku sering bedrest.

Kami mengontrak sendiri tanpa ada saudara yang bisa membantu menjaga anak kami. Mau sewa pembantu keuangan juga tidak mencukupi. Jadi tidak ada yang bisa membantu menjaga si abang di rumah.

Alhasil, aku sering bolak-balik UGD karena beberapa kali terjadi kontraksi di usia kehamilan yang belum saatnya untuk melahirkan. Terpaksa suamiku harus membagi waktu antara pekerjaan dan merawatku di rumah. Inilah yang mungkin membuat performa kerja suamiku di kantor menjadi turun sehingga membuatnya terpaksa kena PHK.

Ini bukan pertama kali suami di-PHK. Karena...ah, Lihat di HALAMAN SELANJUTNYA ya, Bun!

Simak juga cerita Rinni Wulandari yang harus putar otak demi cuan di masa pandemi dalam video berikut.

[Gambas:Video Haibunda]

Bukan Pertama Kali Dia Di-PHK...

Ilustrasi suami istri

Ilustrasi suami istri/Foto: Getty Images/PonyWang

Sebenarnya ini bukan kali pertama dia kena PHK dadakan. Ketika aku melahirkan anak pertama, suamiku juga kena PHK karena kantornya mengalami kebangkrutan. PHK tanpa pesangon. Bahkan gaji terakhirnya juga tidak dibayar.

Inilah yang membuat aku berpikir bahwa setiap kami memiliki anak, ujiannya selalu sama. Yaitu suami kena PHK. Hingga sampai saat ini membuatku trauma untuk kembali hamil dan melahirkan. Takut kejadian yang sama akan terulang lagi.

"Maafkan aku, Mamak. Sudah membohongimu."

Ketakutanku memuncak seketika. Bagaimana nasib keuangan keluarga kami beberapa bulan ke depan? Bayar kontrakan, uang buat belanja, keperluan bayi, dan berbagai keperluan lain termasuk mengirim uang untuk anak pertama yang dibawa eyangnya ke kampung.

Ditambah lagi utang ke pinjaman online yang jatuh temponya tinggal seminggu lagi? Kalau tidak segera dilunasi, debt collector jelas akan meneror dan menelpon siapapun yang ada di daftar kontak HP suami. Jelas itu akan membuat kami semakin malu.

Tapi aku cukup bersyukur. Masih ada sedikit tabungan yang rencananya akan kami gunakan untuk acara aqiqah anak kedua. Saat itu juga aku memutuskan untuk tidak jadi mengadakan acara aqiqah. Uang itu kami gunakan untuk membayar kontrakan bulan Februari 2020 dan membayar utang pinjol.

Ilustrasi keuangan atau utangIlustrasi keuangan atau utang/ Foto: iStock/ sam thomas

Suamiku yang mulai malu keluar rumah karena takut ditanya tetangga kenapa tidak berangkat ke kantor membuatnya murung setiap hari di rumah. Aktivitasnya hanya membantuku menjaga si kecil, mencoba jualan online dan mencari lowongan pekerjaan secepatnya.

Sebenarnya aku sendiri meski di rumah tetap bisa menghasilkan uang dari pekerjaan penulis konten freelance. Tapi karena aku tidak bisa menerima banyak orderan pasca melahirkan, pemasukan dari tulisan-tulisanku tetap saja tidak bisa meng-cover semua kebutuhan keluarga kami.

Kami juga terpaksa jujur saat sudah tidak sanggup lagi mengirim uang untuk anak pertama kami yang dibawa eyangnya di kampung. Jadilah seluruh keluarga besar tahu kesulitan ini. 

Bulan kedua menganggur suami dapat akun ojek online yang dibelinya dari seorang kenalan. Untuk membeli akun ojol ini pun kami terpaksa pinjam uang ke sebuah korporasi. Tapi ternyata pemasukan dari ojek online pun tidak sesuai dengan yang diharapkan. 

Delapan bulan kami menjalani hidup dengan ekonomi yang tidak jelas. Utang sedikit demi sedikit mulai menumpuk. Barang-barang kesayangan satu per satu mulai dijual untuk menyambung hidup. 

Pernah suatu hari bayiku nangis karena aku kehabisan ASI. Tidak ada satupun makanan yang bisa kumakan. Mau utang beras di warung juga tidak mungkin. Di masa pandemi dengan kesulitan ekonomi seperti sekarang ini membuat banyak warung memilih untuk tidak memberi utangan. Jadilah aku menahan lapar hanya dengan minum air putih.

Hingga akhirnya di bulan ke-8, Tuhan memberi jalan keluar. Suamiku diterima bekerja di perusahaan ini asalkan mau ditempatkan di proyek pembangunan bendungan di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. 

Sampai sekarang sudah 6 bulan lebih suami bekerja di bagian Purchasing perusahaan ini. Aku pindah ke rumah orang tuaku di kampung Jawa Tengah agar ada teman untuk merawat kedua anakku. Keuangan kita mulai membaik. Utang sudah lunas dan rekeningku kembali terisi tabungan dengan jumlah yang memuaskan.

Kesulitan ekonomi memberiku pelajaran tentang banyak hal. Aku tidak lagi tergiur dengan gaya hidup yang mewah. Dari uang kiriman suami, aku belanjakan hanya 30 persennya saja. 70 persen selebihnya aku tabung. Berjaga-jaga kalau tiba-tiba suami nganggur lagi. Karena di perusahaan yang sekarang sistemnya masih kontrak per 6 bulan. Jadi kalau tiba-tiba kontrak kerja tidak diperpanjang, aku masih punya tabungan untuk menyambung hidup.

Doaku, semoga pandemi ini segera selesai. Suami bisa kembali ke Jakarta dan hidup nyaman dengan ekonomi yang cukup di rumah milik sendiri yang sejak dulu menjadi salah satu impian terbesar kami.

(Cerita Bunda Puji Khristiana, Jawa Tengah)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke email [email protected]. Bunda yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda