Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Di-PHK Saat Hamil, Aku Stres & Menangis Kayak Orang Gila Waktu Urus Anak

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Rabu, 14 Apr 2021 17:24 WIB

Lingkungan, Standar, dan Depresi
Ilustrasi depresi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Chinnapong

Saat baru melahirkan, saya ngga merasakan yang namanya kebahagiaan luar biasa. Saya nanti-nanti perasaan itu hadir, tapi ternyata ngga juga ada.

Saya sempet berpikir, apakah saya Bunda yang gagal? Apakah saya Bunda yang ngga bersyukur?

Saat Si Bayi menangis, saya ngga berhenti kesal. Dia menangis terus. Saya apain juga ngga mau diam.

Banner Anak Oki Setiana DewiFoto: HaiBunda/ Mia Kurnia Sari

Belum lagi, ditambah dengan ASI sedikit dan Ibu kandung saya ngga berhenti nyinyir. "Ih, ASI dikit gitu," atau "Gimana sih jadi ibu, masak gitu aja ngga tahu!"

Dan, masih banyak lagi sederet kata menyakitkan yang bikin saya stres. Suami yang juga masih gagap soal anak juga ngga bisa banyak bantu.

Kayaknya, kami sama-sama kaget jadi orang tua. Jadi saat anak rewel, kami ngga tahu harus apa? Harus cari bantuan ke siapa?

Anxiety disorder menopause woman, stressful depressed, panic attack person with mental health illness, headache and migraine sitting with back against wall on the floor in domestic homeIlustrasi depresi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Chinnapong

Teori-teori yang saya baca di artikel online menekankan kata 'Support System'. Itu ngga saya dapat sama sekali.

Saya lelah lahir batin dan akhirnya bertindak macam orang gila. Saya hanya diam, datar, ngga bereaksi apa-apa saat si bayi nangis. Saya liatin aja, berharap dia lelah sendiri dan membiarkan saya tidur dengan tenang.

Puncaknya terjadi ketika di suatu pagi saya kelaparan dan belum sempat makan karena urus bayi. Ibu saya, yang saya anggap bisa membantu, malah pergi banting pintu bilang, "Urus sendiri, jangan ngerepotin orang."

Saya bangunin suami yang masih tidur. Dia malah marah. Dia pake bilang saya ngga bersyukur punya anak.

Huaaa...di situ saya nangis kayak orang gila. Saya tengkurap di lantai, sesunggukan kayak perempuan ngga waras. Nangis dengan suara kencang sejadi-jadinya.

Saya...kayak...orang...gila!

Apa yang terjadi pada saya baru ketahuan setelah anak berusia dua tahun. Simak kisah selengkap di HALAMAN SELANJUTNYA

[Gambas:Video Haibunda]

TERNYATA BERAWAL DARI DI-PHK

Lingkungan, Standar, dan Depresi

Ilustrasi/ Foto: detik

Padahal, kalo beberapa tahun sebelumnya Bunda kenal saya, pasti ngga nyangka itu terjadi. Saya sebelum melahirkan anak pertama, termasuk bintang kelas di kampus. Sebelum lulus pun saya udah masuk perusahaan ternama.

Jelang menikah, karier saya sedang di puncak. Saya sering pergi ke berbagai kota untuk keperluan pekerjaan dan akhirnya setuju untuk menikah.

Tapi, semua itu berubah di saat kehamilan saya masuk bulan kedua. Perusahaan memutuskan ngga nerusin kontrak saya dengan alasan kehamilan.

Perusahaan lain yang saya lamar pun juga ngga mau menerima orang hamil. Akhirnya, saya jobless sepanjang kehamilan.

Saya akui stres dimulai dari titik itu. Saya biasanya bisa melakukan apa pun sendiri dan menghasilkan uang pun mandiri. Sekarang untuk beli pulsa aja saya mikir-mikir karena ngga enak ngerepotin suami.

Sampai akhirnya anak kami lahir. Semua stres, kurang tidur, dan tekanan menjadi ibu baru itu meledak.


Teenage grl sitting on a staircase outside feeling depressedIlustrasi depresi/ Foto: iStock

Sesudah anak saya berusia dua tahun, barulah saya konsultasi dengan seorang pakar holistik. Itu pun secara ngga sengaja karena tadinya si pakar ini hanya ingin saya pertemukan dengan seorang teman.

Dia 'buka' diri saya satu per satu dan kelihatanlah bahwa semua itu dimulai sejak kehamilan. Saya hamil dengan stres dan menghasilkan anak yang cranky.

Saya pun bertindak cranky dan emosional. Akhirnya ngga ketemu deh tuh komunikasi saya dan si bayi.

Tapi entah kenapa, si bayi yang sekarang membesar itu, jadi anak yang sangat pengertian pada saya. Koneksi batin tertinggi saya ada padanya.

Entahlah, apakah ini yang namanya ikatan batin? Yang jelas, saya dan si bayi yang sekarang sudah duduk di bangku SD itu menjadi anak dan bunda yang kompak. Level emosi saya juga jauh menurun mengingat saya sudah kembali bekerja.

Ternyata memang benar jika hamil dan menyusui itu harus banget melakukan apa yang kita suka. Biar ngga stres, Bun!

(Bunda Enzi, Jakarta Timur)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda