Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

7 Hal yang Perlu Diketahui tentang Terminasi Kehamilan

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Jumat, 17 Nov 2023 11:51 WIB

Ilustrasi Janin dan Keguguran
7 Hal yang Perlu Diketahui tentang Terminasi Kehamilan/ Foto: Getty Images/iStockphoto
Daftar Isi
Jakarta -

Terminasi kehamilan adalah praktik untuk mengakhiri kehamilan. Terminasi kehamilan umumnya dilakukan karena alasan medis, Bunda.

Terminasi kehamilan adalah istilah lain dari aborsi atau pengguguran kandungan. Menurut NHS Inggris, aborsi adalah prosedur untuk mengakhiri kehamilan dengan cara minum obat atau menjalani prosedur pembedahan.

Keputusan untuk melakukan terminasi kehamilan umumnya tidak diambil sepihak. Seorang perempuan yang ingin mengakhiri kehamilan perlu memikirkan dengan matang keputusan ini karena menyangkut dengan nyawanya dan bayi dalam kandungan.

Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang terminasi kehamilan. Apalagi mengingat aturan terkait praktik ini berbeda di setiap negara, termasuk Indonesia.

Terminasi kehamilan termasuk tindakan yang masih jarang terdengar atau tak lazim di Indonesia. Mengetahui tentang tindakan ini sangat penting, sebab sudah diatur dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

Melansir dari berbagai sumber, berikut 7 hal yang perlu Bunda ketahui tentang terminasi kehamilan:

1. Ragam alasan medis lakukan terminasi kehamilan

Alasan medis biasanya menjadi salah satu penyebab seorang Bunda melakan terminasi kehamilan. Alasan medis dikaitkan dengan kehamilan yang mengancam nyawa ibu dan kesehatan janin.

Kondisi yang mengancam nyawa ibu

Dilansir Parents, berikut beberapa kondisi yang menganwam nyawa ibu, sehingga dilakukan terminasi kehamilan:

  • Ketuban pecah dini sebelum viabilitas janin dengan peningkatan risiko infeksi atau perdarahan.
  • Kanker, di mana terminasi diperlukan untuk pengobatan menyelamatkan nyawa sang Bunda.
  • Penyakit jantung atau ginjal yang parah.
  • Kondisi lainnya seperti sepsis atau preeklamsia berat sebelum janin berkembang.

Kondisi yang mengancam nyawa janin

Selain kondisi ibu, terminasi juga umumnya dilakukan ketika ada kondisi yang mengancam janin. Berikut kondisi yang dimaksud:

  • Kelainan genetik yang dapat memengaruhi kesejahteraan anak, seperti trisomi 13, trisomi 18, sindrom Down, sindrom Turner, penyakit Tay-Sachs, dan sindrom DiGeorge.
  • Cacat lahir, seperti cacat tabung saraf yang parah seperti anencephaly (kurang berkembangnya otak atau tengkorak), kelainan ginjal yang mengakibatkan kekurangan cairan ketuban, dan cacat jantung dengan prognosis pasca melahirkan yang buruk. Bayi dengan cacat lahir yang parah umumnya tidak hidup lama setelah lahir.
  • Sindrom transfusi kembar ke kembar atau Twin to Twin Transfusion Syndrome (TTTS) yang parah, di mana kematian salah satu kembar tidak dapat dihindari dan penghentian memungkinkan kesempatan bagi kembar lainnya untuk hidup.

2. Pertimbangan sebelum melakukan terminasi kehamilan

Keputusan untuk melakukan terminasi tidak bisa langsung diambil bila berkaitan dengan masalah medis, Bunda. Misalnya, janin terdeteksi mengalai sindrom Down.

Menurut Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, dr. Widya Dwi Astuti, Sp.OG, jika hasil USG menunjukkan janin terkena down syndrome, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui tes darah. Pemeriksaan ini untuk memastikan kromosom janin positif trisomi 21 atau tidak.
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan di trimester kedua melalui USG untuk melihat kelainan organ janin. Bila kelainan cukup berat dan membahayakan nyawa bayi setelah dilahirkan, tindakan terminasi kehamilan dapat dilakukan.

"Jika kelainan yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan bayi tidak mampu bertahan hidup setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan pengakhiran kehamilan atau terminasi," ujar Widya, dikutip dari dalam laman resmi Universitas Gajah Mada.

American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan deteksi dini melalui tes prenatal. Tes dilakukan untuk mendeteksi kelainan kromosom atau genetik dirancang untuk memberikan penilaian yang akurat tentang risiko ibu hamil saat mengandung janin dengan kelainan kromosom.

Ilustrasi JaninIlustrasi Janin/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Natali_Mis

3. Hukum melakukan terminasi kehamilan di Indonesia

Di Indonesia, terminasi kehamilan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Menurut aturan, tindakan terminasi kehamilan atau aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan.

Selain itu, aturan terkait aborsi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal 75 ayat (1) disebutkan bahwa, "Setiap orang dilarang melakukan aborsi."

Sementara dalam pasal 75 ayat (2) dijelaskan bahwa larangan yang dimaksud di ayat (1) mendapat pengecualian pada indikasi tertentu, seperti indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

4. Syarat melakukan terminasi kehamilan di Indonesia

Sesuai dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014, tindakan terminasi kehamilan atau aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan. Indikasi kedaruratan medis yang dimaksud dijelaskan dalam pasal 32, yakni:

  1. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu.
  2. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Isi dari Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 ini juga hampir sama dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berisi:

  1. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
  2. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Perlu dicatat, Bunda. Tindakan aborsi sebagaimana dimaksud ayat 2 hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

5. Hukum melakukan terminasi kehamilan dalam Islam

Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005, dijelaskan hukum mengenai aborsi. Mengacu pada ketentuan umum, aborsi boleh dilakukan dalam keadaan darurat yang mana jika tidak dilakukan maka akan mengancam nyawa ibu. Demikian dilansir detikcom.

Aborsi juga diperbolehkan karena ada udzur baik yang sifatnya darurat maupun hajat, seperti:

  • Wanita hamil yang menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit fisik berat lainnya yang ditetapkan oleh dokter
  • Dalam keadaan kehamilan yang mengancam nyawa sang ibu.

Sementara itu, ditinjau dari ketentuan hukumnya, maka aborsi haram dilakukan sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Artinya, mencegah kehamilan yang sudah diberikan Allah dalam rahim hukumnya haram.

"Jadi, dapat kita pahami bahwa pada dasarnya pengaturan kelahiran (KB) sudah dilakukan sejak lama, bahkan tertulis dalam hadis Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya. Namun, harus dengan musyawarah dan kerelaan kedua belah pihak (suami dan istri)," ujar kata Ustazah Lailatis Syarifah, Lc., M.A. dari Majelis Pembinaan Kader PP Aisyiyah dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah kepada HaiBunda, beberapa waktu lalu.

"Pengaturan kelahiran boleh dilakukan, namun jika Allah takdirkan janin tetap hadir, meskipun sudah diusahakan dengan pengaturannya, maka menghalangi kelahiran anak itu haram hukumnya," sambungnya.

6. Cara melakukan terminasi kehamilan karena alasan medis

Terminasi kehamilan atau aborsi yang dilakukan karena alasan medis dapat dilaksanakan sesuai panduan medis. Terminasi hanya dapat dilakukan oleh dokter atau tenaga medis profesional, Bunda.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut 8 cara terminasi kehamilan karena alasan medis:

  • Aborsi medis
  • Aspirasi vakum
  • Dilatasi dan evakuasi
  • Keamanan terminasi kehamilan
  • Aborsi induksi persalinan
  • Histerotomi/persalinan caesar
  • Injeksi pada perut ibu hamil
  • Dilatasi dan ekstraksi (D&X)
  • Dilatasi dan kuretase (D&C)

7. Peluang hamil usai jalani terminasi kehamilan

Seringkali banyak perempuan khawatir bila terminasi kehamilan yang dijalaninya akan memengaruhi kesuburan atau peluang hamil berikutnya. Benar enggak ya, Bunda?

Dilansir Medical News Today, penelitian menunjukkan bahwa aborsi tidak akan memengaruhi kesuuran. Artinya, seorang perempuan bisa segera hamil setelah melakukan aborsi.

Umumnya, perempuan yang pernah melakukan aborsi bisa tetap mendapatkan kehamilan yang sehat. Dalam kasus yang jarang ditemukan, seseorang yang pernah melakukan aborsi dapat mengalami beberapa komplikasi di kemudian hari.

Dalam sebuah penelitian yang mencakup data 54.911 aborsi di antara 50.273 perempuan, peneliti menemukan bahwa komplikasi hanya terjadi pada 2,1 persen kasus, dan komplikasi serius terjadi pada 0,23 kasus. Studi ini diterbitkan dalam Obstetrics & Gynecology (The Green Journal) pada 2015.

Melakukan terminasi kehamilan secara medis termasuk praktik yang aman bila dilakukan sedini mungkin pada kehamilan. Komplikasi mungkin terjadi ketika usia kehamilan sudah besar atau prosedur yang salah.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda