sign up SIGN UP search

parenting

5 Hal yang Sering Ditanyakan Soal Vaksin

Amelia Sewaka   |   Haibunda Kamis, 17 Aug 2017 09:10 WIB
Beberapa pertanyaan soal vaksin ini mungkin pernah terlintas di benak Bunda? caption
Jakarta - Katanya kalau habis vaksin efeknya macam-macam. Ada yang bilang bisa demam, malah kasus terakhir dari siswi SMP di Demak kemarin ada yang habis vaksin jadi lumpuh.

Namun menurut Ketua Komnas PP KIPI Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(k), M.Trop.Paed pemberian vaksin merupakan tindakan medik yang mempunyai risiko medik. Karena itu wajar jika ada reaksi setelah pemberian vaksin.

"Dengan catatan selama pelaporan masih dalam batas normal. Jika terjadi serempak di berbagai kota baru bisa dibilang produk vaksin bermasalah," ujar dr Hindra dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, beberapa waktu lalu.


Nah, terkait vaksin, HaiBunda sudah merangkum lima pertanyaan soal vaksin yang sering ditanyakan. Yuk kita simak.

Baca juga: Bukan karena Vaksin MR, Ini Beberapa Sebab Kelumpuhan pada Anak

Ilustrasi anak divaksinIlustrasi anak divaksin Foto: Firdaus Anwar


1. Benarkah Vaksin Selalu Bikin Panas atau Demam?

Dikutip dari situs Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), demam, nyeri, kemerahan, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal, itu adalah reaksi normal tubuh kita.

Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Jika demam, maka boleh diberi obat penurun panas dan dikompres dengan air hangat. Bila perlu, kita juga bisa berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang telah memberikan imunisasi untuk mendapat penjelasan, pertolongan atau pengobatan.

"Demam ringan yang terjadi pada campak biasanya muncul 7 sampai 12 hari setelah penyuntikan. Jika demamnya malah datang setelah 2 hari penyuntikan maka tidak bisa dikatakan hal tersebut dikarenakan efek vaksin," jelas dr Hindra.

Dikutip nwcppediatrics.com, demam itu berasal dari tubuh kita yang memproduksi bahan kimia untuk membantu melawan infeksi Bun. Ini adalah reaksi normal terhadap infeksi bakteri dan virus dan ini tidak akan membahayakan otak yang sehat.

2. Benarkah Vaksin Bisa Picu Autisme?

Beberapa orang memiliki kekhawatiran bahwa ASD (autism spectrum disorder) mungkin terkait dengan vaksin yang diterima anak-anak. Namun penelitian telah menunjukkan bahwa tidak ada kaitan antara menerima vaksin dan ASD.

Dikutip cdc.gov tahun 2011, Institute of Medicine (IOM) melaporkan delapan vaksin yang diberikan kepada anak-anak dan orang dewasa, vaksin ini sangat aman. Sebuah studi CDC tahun 2013 juga menunjukkan bahwa vaksin tidak menyebabkan ASD.

Studi tersebut melihat jumlah antigen (zat dalam vaksin yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi melawan penyakit) dari vaksin selama dua tahun pertama kehidupan. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah total antigen dari vaksin yang diterima sama antara anak-anak dengan ASD dan mereka yang tidak memiliki ASD.

Dugaan kaitan vaksin dengan ASD muncul dari dr Andrew Wakefield. Namun investigasi yang dilakukan terhadap dr Andrew Wakefield membuktikan bahwa penelitiannya penuh manipulasi dan tak dijalankan dengan kode etik. Atas pelanggaran tersebut, konsil kedokteran Inggris pun mencabut surat izinnya sebagai dokter dan peneliti.

"Sama sekali tidak benar. dr Wakefield yang membuat penelitian tersebut bukan ahli vaksin, dia adalah dokter spesialis bedah. Penelitian beliau pada tahun 1999 hanya menggunakan 18 sampel," ungkap dr Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

3. Anak Saya Tetap Sehat Meski Tanpa Vaksin?

Beberapa orang mengklaim anaknya tetap sehat meski tidak mendapat vaksin. Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Dr dr Bambang Supriyatno, SpA (K), menjelaskan dalam sebuah populasi masyarakat, program imunisasi bisa menciptakan sebuah fenomena yang disebut 'herd immunity'.

Sederhananya ketika anggota suatu kelompok banyak yang divaksin, maka penyakit menjadi tidak mudah menular di antara individu dan prevalensinya rendah. Oleh karena itu angka kesakitan mereka yang tak divaksin juga bisa jadi rendah.

"Ada yang namanya herd immunity untuk vaksin. Jadi misalnya gini kalau cakupan untuk vaksin pneumonia mencapai 85 persen populasi, maka 15 persen yang tidak diimunisasi akan ikut terbantu," ungkap dr Bambang.

dr Hindra juga menegaskan kalau setengah populasi sudah divaksin nih, terus sisanya belum vaksin, maka yang sisanya belum vaksin itu sebenarnya sudah terlindungi orang-orang yang divaksin. "Maka berterimakasihlah sama mereka yang mau divaksin. Tapi sampai kapan mau begitu? Kita juga lama-lama harus melindungi tubuh kita sendiri kan?" jelas dr Hindra.

dikutip cdc.gov tanpa vaksin, anak dapat berisiko sakit parah, cacat tubuh dan bahkan kematian akibat penyakit seperti campak dan batuk rejan. Manfaat pencegahan penyakit jauh lebih besar daripada efek samping vaksin yang mungkin terjadi pada hampir semua anak.

Baca juga: Menyikapi Kabar Efek Vaksin MR yang Bikin Lumpuh

Ilustrasi anaki divaksinIlustrasi anak divaksin Foto: Firdaus Anwar


4. Sedang Demam atau Sakit, Bolehkah Vaksin?

Menurut Dr dr Aman B Pulungan SpA(K), sebetulnya tidak ada kontraindikasi saat anak diimunisasi. Namun, ketika anak demam, baiknya imunisasi ditunda. Saat akan diimunisasi, menurut dr Aman, pastikan bahwa si anak dalam keadaan sehat.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menjelaskan waktu imunisasi adalah saat yang penting. Anak-anak dengan penyakit sedang atau berat baik yang disertai demam atau tidak sebaiknya divaksin setelah penyakitnya tidak akut lagi. Demikian seperti dikutip dari Babycenter.

5. Apa Saja Efek Samping Vaksin?

Dikutip cdc.gov risiko utama yang terkait dengan mendapatkan vaksin adalah efek samping yang hampir selalu ringan (kemerahan dan bengkak di tempat suntikan) dan akan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang serius setelah vaksinasi, seperti reaksi alergi yang parah sangat jarang terjadi. Selain itu dokter dan staf klinik dilatih untuk menghadapinya.

Demam, nyeri, kemerahan, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh.

"Bisa juga ruam yang timbulnya hari ke-3 sampai hari ke-10, kejang jika ada riwayat kejang di keluarga. Jika tidak riwayat, biasanya kejang yang terjadi karena penyakit lain," terang dr Hindra dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan.

"Demam ringan yang terjadi pada campak biasanya muncul 7 sampai 12 hari setelah penyuntikan. Jika demamnya malah datang setelah 2 hari penyuntikan maka tidak bisa dikatakan hal tersebut dikarenakan efek vaksin," tambah dr Hindra.

Baca juga: Anak Demam, Bolehkah Divaksin? (Nurvita Indarini)
Share yuk, Bun!
BERSAMA DOKTER & AHLI
Bundapedia
Ensiklopedia A-Z istilah kesehatan terkait Bunda dan Si Kecil
Rekomendasi
Ayo sharing bersama HaiBunda Squad dan ikuti Live Chat langsung bersama pakar, Bun! Gabung sekarang di Aplikasi HaiBunda!
ARTIKEL TERBARU
  • Video
detiknetwork

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Pantau terus tumbuh kembang Si Kecil setiap bulannya hanya di Aplikasi HaiBunda!