PARENTING
Kekurangan Zat Besi Berisiko Turunkan IQ Anak, Bisakah Diperbaiki?
Annisa Karnesyia | HaiBunda
Kamis, 17 Dec 2020 20:13 WIBAnemia pada anak masih sering kita jumpai di Indonesia. Seperti kita tahu, anemia adalah kondisi di mana anak kekurangan zat besi dalam tubuhnya, Bunda.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, anemia paling banyak dialami anak usia 12 sampai 24 bulan. Risikonya hampir setara pada anak laki-laki dan perempuan lho.
"Menurut data, ada 47 persen anak di dunia mengalami anemia dan 50 sampai 60 persen karena defisiensi zat besi," kata dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK., Spesialis Gizi dan Ketua Departemen Ilmu Gizi FK UI, dalam diskusi virtual 'Kekurangan Zat Besi Sebagai Isu Kesehatan Nasional di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kemajuan Anak Generasi Maju' via Zoom, Kamis (17/12/2020).
Kebutuhan zat besi harus dipenuhi di masa penting pertumbuhan anak, yakni dari usia 6 bulan sampai 3 tahun. Di periode ini, kebutuhan gizi anak meningkat dan mengalami pertumbuhan yang cepat.
Sumber zat besi dari protein hewani bisa diberikan dalam menu makan si kecil. Sayangnya, tak semua anak menyukai jenis makanan ini, Bunda.
"Keluhan ibu-ibu, yaitu masalah konsumsi hewani yang mengandung tinggi zat besi masih agak sulit. Mungkin karena rasa kurang enak atau serat kurang nyaman untuk dikunyah. Akibatnya, konsumsi makanan berkurang padahal kebutuhan gizinya meningkat," ujar Nurul
Kekurangan zat besi pada anak bisa berdampak jangka panjang pada kesehatan, kecerdasan, dan perilakunya. Berikut efek jangka pendek dan panjang defisiensi besi pada anak:
Jangka pendek
1. Menurunkan kecerdasan (IQ).
2. Menurunnya fungsi otak (atensi atau fokus, pendengaran, dan visualisasi berkurang) atau anak kurang responsif.
3. Menurunnya fungsi motorik, misalnya anak cepat capek, lelah, dan tidak cekatan dibandingkan teman-teman seusianya.
Jangka panjang
1. Menurunnya performa di sekolah, termasuk kemampuan berhitung, membaca, menulis, dan bahasa.
2. Perubahan atensi dan sosial karena kurang tanggap terhadap lingkungan sekitar. Anak anemis umumnya lebih lambat terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
3. Perubahan perilaku, misalnya kurang aktif bergerak, kurang atensi, kurang responsif, tidak ceria, dan mudah lelah.
"Penelitian menunjukkan bahwa anak anemia cenderung lebih penakut dan ragu. Bukan karena dilarang orang tua, mereka menjadi kurang percaya diri dan perilaku lebih sulit diatur karena kurang responsif," ucap Nurul.
Lalu bagaimana cara mengatasi anak yang sudah didiagnosis anemia? Apakah bisa disembuhkan?
BACA HALAMAN BERIKUTNYA ya, Bunda.
Simak juga nutrisi tepat untuk anak yang susah makan, di video berikut:

Kekurangan Zat Besi Berisiko Turunkan IQ Anak, Bisakah Diperbaiki?