
Bundapedia
Authoritarian Parenting
Nanie Wardhani | Haibunda
Setiap orang tua memiliki pilihan masing-masing dalam menentukan tipe pola asuh seperti apa yang dijalankan kepada anak-anaknya. Salah satu jenis pola asuh itu adalah authoritarian parenting, atau pola asuh otoriter.
Apa itu authoritarian parenting?
Authoritarian parenting atau pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan tuntutan yang tinggi dan daya tanggap dari pihak orang tua yang rendah.
Menurut Very Well Mind, orang tua dengan gaya otoriter memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap anak-anak mereka, namun memberikan umpan balik dan pengasuhan yang sangat sedikit. Kesalahan cenderung dihukum dengan keras. Pemberian umpan balik juga seringkali negatif. Bentakan dan hukuman fisik adalah hal yang biasa terjadi pada pola asuh otoriter.
Orang dengan gaya pengasuhan seperti ini sering menggunakan hukuman daripada disiplin. Mereka umumnya tidak mau atau tidak mampu menjelaskan alasan di balik peraturan mereka.
Baca Juga : 4 Tipe Pola Asuh Anak, Mana yang Bunda Terapkan? |
Ciri dan contoh authoritarian parenting
Salah satu peran utama yang dimainkan orang tua dalam kehidupan seorang anak adalah mensosialisasikan mereka pada nilai dan harapan budaya mereka. Namun, bagaimana orang tua mencapai hal ini dapat bervariasi secara dramatis berdasarkan jumlah kontrol yang mereka coba berikan pada anak-anak.
Pendekatan authoritarian parenting mewakili gaya yang paling mengendalikan. Bukannya menghargai pengendalian diri dan mengajar anak-anak untuk mengelola perilaku mereka sendiri, orang tua yang otoriter justru fokus pada ketaatan pada otoritas. Daripada menghargai perilaku positif, orang tua otoriter hanya memberikan umpan balik berupa hukuman atas perilaku buruk.
Menuntut, tapi tidak responsif
Orang tua authoritarian parenting memiliki banyak aturan dan bahkan mungkin mengatur hampir semua aspek kehidupan dan perilaku anak-anak, di rumah dan di depan umum. Mereka juga memiliki banyak aturan tidak tertulis yang diharapkan diikuti oleh anak-anak meskipun anak-anak hanya tahu sedikit atau bahkan tidak tahu tentang aturan ini. Sebaliknya, anak-anak hanya diharapkan untuk mengetahui bahwa aturan-aturan ini ada dan mengikutinya.
Kurang ada kehangatan atau pengasuhan
Orang tua dengan gaya ini seringkali terkesan dingin, menyendiri, dan kasar. Mereka lebih cenderung mengomel atau meneriaki anak-anak mereka daripada memberikan dorongan dan pujian. Mereka lebih menghargai disiplin daripada kesenangan dan berharap anak-anak harus dilihat dan tidak didengar.
Kurang ada penjelasan atas hukuman
Orang tua dengan gaya ini biasanya tidak masalah menggunakan hukuman fisik, yang seringkali melibatkan pukulan. Bukannya mengandalkan penguatan positif, mereka bereaksi dengan cepat dan kasar saat aturan dilanggar.
Hanya ada sedikit pilihan untuk anak-anak
Orang tua otoriter tidak memberikan anak pilihan. Hanya ada sedikit ruang untuk negosiasi, dan mereka jarang membiarkan anak-anak mereka membuat pilihan sendiri.
Tidak sabar dengan perilaku buruk
Orang tua otoriter berharap anak-anak mereka tidak terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan. Mereka kurang sabar untuk menjelaskan mengapa anak-anak mereka harus menghindari perilaku tertentu dan menghabiskan sedikit energi untuk membicarakan perasaan.
Ketidakpercayaan
Orang tua otoriter tidak mempercayai anak-anak mereka untuk membuat pilihan yang baik. Orang tua dengan gaya ini tidak memberikan banyak kebebasan kepada anak untuk menunjukkan bahwa mereka sendiri dapat menunjukkan perilaku yang baik. Daripada membiarkan anak-anak membuat keputusan sendiri dan menghadapi konsekuensi alami atas pilihan tersebut, orang tua yang otoriter mengawasi anak-anak mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak membuat kesalahan.
Tidak mau negosiasi
Orang tua otoriter tidak percaya pada area abu-abu. Situasi dipandang sebagai hitam dan putih dan tidak ada ruang untuk kompromi. Anak-anak tidak mendapat suara ketika harus menetapkan aturan atau membuat keputusan.
Mempermalukan
Orang tua otoriter bisa sangat kritis dan mungkin menggunakan rasa malu sebagai taktik untuk memaksa anak-anak mengikuti aturan, menggunakan frasa seperti "Mengapa kamu selalu melakukan itu?", "Berapa kali saya harus mengatakan hal yang sama kepadamu?", " atau "Mengapa kamu tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar?" Alih-alih mencari cara untuk membangun harga diri anak mereka, orang tua ini sering percaya bahwa rasa malu akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik.
![]() |
Penyebab authoritarian parenting
Pengasuhan otoriter seringkali bukan sesuatu yang dilakukan orang tua dengan sengaja. Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada penggunaan gaya otoriter diantaranya adalah:
Asuhan otoriter sebelumnya : Orang tua dengan cara ini biasanya juga dibesarkan oleh orang tua otoriter atau dalam budaya otoriter.
Kurangnya ramah tamah : Penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua yang otoriter cenderung memiliki skor yang lebih rendah pada sifat kepribadian yang dikenal sebagai keramahtamahan. Orang yang kurang menyenangkan cenderung kurang berempati dan lebih bermusuhan. Mereka juga memiliki hubungan yang lebih sulit secara umum, termasuk dengan anak mereka sendiri.
Lebih banyak neurotisme : Studi juga menunjukkan bahwa orang tua otoriter juga cenderung mendapat skor lebih tinggi pada ukuran neurotisme. Neurotisme merupakan dimensi kepribadian yang melibatkan kestabilan emosi dan ditandai dengan kecenderungan mengalami kecemasan, keraguan, depresi, dan perasaan negatif lainnya.
Efek authoritarian parenting pada anak
Gaya pengasuhan telah dikaitkan dengan berbagai hasil anak di berbagai bidang seperti keterampilan sosial dan prestasi akademik. Anak-anak dari orang tua yang otoriter dapat:
- Jadi penakut atau terlalu malu di sekitar orang lain
- Mengaitkan kepatuhan dan kesuksesan dengan cinta
- Mudah menyesuaikan diri, namun juga mengalami depresi dan kecemasan
- Menampilkan perilaku yang lebih agresif terhadap orang lain
- Menampilkan lebih sedikit perilaku prososial
- Mengalami kesulitan dalam situasi sosial karena kurangnya kompetensi sosial
- Memiliki harga diri yang lebih rendah
- Memiliki lebih banyak gejala negatif seperti hiperaktif dan masalah tingkah laku
- Bergumul dengan pengendalian diri karena jarang mampu membuat pilihan dan mengalami konsekuensi alami
Karena orang tua otoriter mengharapkan kepatuhan mutlak, anak-anak yang dibesarkan dengan gaya ini biasanya sangat baik dalam mengikuti aturan. Namun, mereka mungkin kurang disiplin diri.
Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang otoriter tidak didorong untuk bereksplorasi dan bertindak secara mandiri, sehingga mereka tidak pernah benar-benar belajar bagaimana menetapkan batasan dan standar pribadi mereka sendiri. Kurangnya disiplin diri ini pada akhirnya dapat menimbulkan masalah ketika orang tua atau figur otoritas tidak ada untuk memantau perilaku.
Pola asuh otoriter ditandai dengan ekspektasi yang sangat tinggi terhadap anak dengan kurangnya umpan balik dan daya tanggap dari orang tua. Orang tua otoriter menghukum kesalahan dengan keras, tetapi memberikan sedikit penjelasan tentang aturan dan hukuman mereka.
Gaya pengasuhan ini terkait dengan sejumlah hasil negatif bagi anak-anak termasuk harga diri yang lebih rendah, kesulitan sosial, dan kontrol diri yang buruk, tetapi ada strategi untuk menerapkan gaya pengasuhan yang lebih positif.