Jakarta -
Enam bulan lalu aku didiagnosis
kanker payudara. Setelah suami tahu, aku ngasih tahu anak-anak pas kami lagi ngobrol santai.
Aku bilang ke mereka bahwa ibunya lagi kena penyakit yang namanya kanker payudara.
Anak-anak memang awalnya kaget. Tapi, lama-lama mereka bisa ngerti dan justru ngasih semangat supaya ibunya kuat dan sehat lagi. Setelah ngasih tahu anak, saya kasih tahu orang tua dan kerabat. Sama, awalnya mereka syok. Tapi setelah itu menerima dan mendukungku.
Buatku, selama berobat dukungan dari anak dan suami berupa tenaga dan waktu berharga banget. Bahkan, enggak bisa ditukar dengan apapun. Itu bikin saya sangat terenyuh.
Kebetulan, ibu aku juga sakit stroke sejak 4 tahun lalu. Ibu harus duduk di kursi roda dan dibantu dalam melakukan aktivitasnya. Mulai dari makan,
minum, melepas baju, pakai baju, mandi, sampai tidur. Dan biasanya tiap hari aku yang mengurusnya. Saat ibuku tahu aku kena kanker payudara, Alhamdulillah beliau bisa menerima dan malah ibu yang menenangkan aku. Padahal, sakit ibu juga enggak ringan.
Walau begitu, namanya orang tua pasti punya sedikit perasaan cemas. Maklumlah, orang tua pasti sedikit banyak kan mikiri keadaan anak-anaknya juga. Saat menjalani kemo, luar biasa sekali kondisi badanku. Setelah kemo selesai, badanku lemas kayak enggak ada tulang.
Ditambah diare, susah makan, sariawan, dan badan yang sakit semua. Kalau sudah begitu, urusan rumah tangga yang biasa aku atur, ditangani sama kakakku yang kebetulan rumahnya enggak jauh dari rumah orang tuaku.
Oh iya, sampai sekarang aku memang masih tinggal serumah sama orang tua karena aku anak bungsu dan diminta mengurus orang tuaku. Setelah efek kemo mereda, aku bisa melakukan kegiatan seperti biasa. Beres-beres rumah, mengurus ibu, menyapu, mengepel,
Alhamdulillah masih bisa ku kerjakan semuanya sendiri.
 Ilustrasi kanker payudara/ Foto: iStock |
Meski begitu, kakak perempuanku ikhlas membantuku mengurus
ibu. Kadang, kakak ipar, keponakan, atau anak sulungku juga dengan sukarela membantu mengurus ibu. Sebab, aku enggak bisa bohong. Kalau dulu sebelum kena kanker aku masih bisa handle semuanya.
Tapi, setelah divonis kanker, tubuhku sudah berubah. Apalagi sesudah kemoterapi. Makanya, keluarga amat mendukung dengan cara membantuku mengurus ibu dan rumah. Saat kondisi sedang payah banget, kakakku juga turut membantuku. Biasanya, dia membelikan buah dan sayur agar ku makan dan kondisiku membaik.
Saat berobat ada satu hal yang bikin hatiku terharu. Suamiku, dengan ikhlas cuti bekerja untuk menemaniku kemoterapi. Seharian penuh dia mendampingiku dan itu pun sambil momong anak kami yang paling kecil, umurnya 4 tahun. Suami juga telaten mengurusku ketika sedang teler setelah kemo. Suamiku hanyalah seorang tukang bangunan.
Ketika tidak bekerja, dia tak akan dapat bayaran. Tapi, dia dengan
ikhlas menerima kondisiku dan enggak pernah mengeluh ketika tak ada pemasukan karena harus menemaniku terapi.Â
(Kisah Bunda Fia di Jawa Timur)*Bunda yang ingin berbagi kisah dalam Cerita Bunda, bisa kirimkan langsung ke email redaksi kami di [email protected]. Cerita paling menarik akan mendapat voucher belanja dari kami. Ssst, Bunda yang tidak mau nama aslinya ditampilkan, sampaikan juga di email ya. Cerita yang sudah dikirim menjadi milik redaksi kami sepenuhnya. (rdn/rdn)