
cerita-bunda
Sesalku Menikah Muda, Kuliah Berantakan dan Kini Bercerai di Usia 22 Tahun
HaiBunda
Selasa, 06 Oct 2020 21:32 WIB

Gejolak cinta masa muda memang terkadang menuntun kita dalam kesalahan besar. Setidaknya, itulah yang aku alami saat ini. Menikah di usia 21 tahun dan sedang kuliah semester 5 di sebuah PTS di Yogyakarta.
Aku, sebagai anak rantau merasakan kehidupan yang serba baru di rantau. Setiap hari kuhabiskan dengan kehidupan kampus yang penuh tawa. Apalagi, banyak kaum Adam yang mencoba mendekatiku. Kata mereka, secara fisik aku lumayan menarik.
Dari beberapa orang yang melakukan PDKT, ada seorang mahasiswa dari fakultas sebelah yang mencuri perhatianku. Kebetulan, kami mengikuti organisasi yang sama di kampus. Bahkan, tak lama kemudian kami bekerja di sebuah coffee shop untuk mengisi waktu luang sepulang kuliah.
Benih cinta tumbuh makin tak terbendung di antara kami. Apalagi, sebagai mahasiswa part time, kami harus menerima shift malam saat bekerja di coffee shop. Mau tak mau, setiap hari ia harus mengantarkan aku pulang ke kosan di jam-jam yang terbilang larut malam. Kafe baru tutup pukul 00.00, jadi sampai kosan kami bisa sampai pukul 01.00 dini hari.
Mendengar ceritaku ini, orang tua menjadi sangat khawatir. Bukan hanya soal keselamatanku semata, juga soal pandangan miring orang-orang nantinya. Untuk berhenti kerja juga masih belum bisa, karena pada waktu yang bersamaan usaha ayahku sedang drop. Demi menyelamatkan kuliah yang tinggal 3 semester akhirnya segala pekerjaan aku lakukan.
Ayah akhirnya menitipkan aku pada pacar yang saat ini sudah jadi mantan suamiku. Hingga akhirnya, keluarganya sepakat untuk melamarku. Tujuannya pun agar kami sama-sama bisa menjaga diri. Keluarga kami tidak keberatan menikahkan aku dan mantan suami meskipun masih kuliah.
Saat kami sudah menikah, omongan miring orang-orang tentang kami pun mereda. Apalagi saat aku bisa membuktikan bahwa tidak menikah muda karena hamil duluan. Namun, masalah justru datang dari kami berdua. Usia muda dengan tingkat emosi yang masih menyala-nyala, membuat pertengkaran susah dielakkan.
Â
Ada saja rasanya yang memicu api perdebatan di antara aku dan mantan suami. Mulai dari urusan beres-beres rumah, kebiasaannya main game, selera makan, omongan keluarga besar, hingga ekonomi yang tak mencukupi. Rasanya membuatku hampir gila.
Setelah enam bulan menikah, aku hamil anak pertama. Namun, kelelahan bekerja membuatku anak dalam kandunganku tidak terselamatkan. Hingga akhirnya aku harus kehilangan calon anakku yang masih berusia 8 minggu.Â
Sebagai calon ayah, aku merasa ia cuek dan tidak berusaha menghiburku. Setiap hari ia hanya bermain game, kerja dan nongkrong dengan teman-temannya setelah itu. Sebagai istri aku merasa sangat tidak dihargai. Di sini, kok rasanya hanya aku yang berpikir tentang masa depan keluarga. Sedangkan ia, hanya mementingkan egonya sebagai laki-laki yang tak kunjung dewasa.
Kalau sudah bertengkar, rasanya hampir semua isi kebun binatang keluar dari mulut kami berdua. Aku merasa dia tak memperdulikan aku yang sedang butuh dukungan untuk keluar dari rasa bersalah akibat keguguran. Sedangkan ia justru tak mau tahu.
Lama-kelamaan, kami saling sinis dan saling maki setiap bertemu di rumah. Jadi, kami memilih untuk saling menghindari. Setelah keguguran, aku tidak lagi bekerja di coffee shop yang sama dengan suamiku. Untuk kehidupan sehari-hari, aku mengandalkan utang ke teman-teman kuliah. Untuk menutupnya, aku mencoba bisnis online kecil-kecilan dengan sistem dorship yang tanpa modal.
Lebih baik kelaparan daripada harus mengemis ke lelaki yang masih menjadi suamiku. Puncaknya, Maret lalu saat pandemi melanda ia pulang kampung ke rumah orang tuanya tanpa mengabari aku. Rasanya mendidih saat itu juga, langsung ku telepon orang tua ku dan mengatakan semuanya.
Aku meminta izin untuk bercerai dan bertanggung jawab atas hidupku sendiri. Aku juga minta maaf pada Ayah dan Ibuku, atas kesalahan terbesar yang kulakukan. Aku diminta menunggu 1-2 minggu, apakah ada itikad baik dari keluarga mantan suamiku.
Setelah sebulan dia tak kunjung ada omongan, akhirnya orang tua sepakat jika aku mengajukan gugatan cerai. Minggu lalu pengadilan mengabulkan perceraianku. Ya, aku resmi menjadi janda di usia 22 tahun. Rasanya tak sanggup kembali ke kota Yogyakarta, namun masih ada secuil harapan di kota itu.
Aku masih punya tanggung jawab pada orang tua untuk menyelesaikan kuliah. Meski aku pernah gagal berumahtangga dan mengencewakan Ayah dan Ibu, kali ini janjiku untuk membuat mereka bangga melihat anak sulungnya berhasil jadi sarjana.
Setelah hampir setahun tak kulangkahkan kaki ke kampus, aku janji akan kembali. Biarkan saat ini aku merapikan hati yang sudah kadung berkeping-keping, tapi masa depan yang sudah berserakan akan kukumpulkan dan kususun kembali.Â
Untuk Mas Mantan, selamat tinggal. Suatu saat kamu pasti menyesal melihatku ada di puncak sana. See you on the top!
(Cerita Bunda Amanda - Yogyakarta)
Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke email [email protected]. Bunda yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.
Bunda, simak juga yuk pesan Lenna Tan untuk para wanita yang ingin menikah muda. Klik video di bawah:
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Cerita Bunda
Ditalak saat Hamil dan Tak Tahu Alasannya, Kini Kekuatanku Hanya Doa

Cerita Bunda
Di Ujung Perceraian Aku Temukan Cincin & Kain Kafan yang Bikin Nurut Sama Suami

Cerita Bunda
Suami Diam-diam Gadai Motorku di Saat Kami Proses Bercerai, Uangnya Buat Dia

Cerita Bunda
Culasnya Mantan Suamiku, Palsukan Data Bikin Aku Bayar Asuransinya Tiap Bulan

Cerita Bunda
Bidadari Kecil, Si Penyelamat Pernikahanku dari Badai Perceraian

Cerita Bunda
Cintaku Bersemi di Warnet, Nikah di Usia 20 & Persiapan Cuma 5 Hari
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda