Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Bidadari Kecil, Si Penyelamat Pernikahanku dari Badai Perceraian

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Rabu, 25 Nov 2020 19:38 WIB

Sad little girl hug toy upset with parents fighting, frustrated small girl feel alone and depressed, mom and dad argue, lonely kid lack love and support. Psychology, family conflict, marriage break up
Cerita Bunda bidadari selematkan perceraian/ Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes

Perkawinan memang tak selamanya akan semanis madu. Setidaknya itulah yang terjadi padaku dan suami beberapa waktu lalu.

Pacaran hampir 10 tahun, tak menjamin rumah tangga kami langgeng melebihi masa pacaran. Manisnya kisah masa muda berbalik 180 derajat saat menikah. Kami tidak siap saat harus bertanggung jawab dengan kehidupan rumah tangga.

Awal pernikahan rasanya memang indah. Bisa melakukan apa-apa berdua tanpa ada yang melarang. Pulang malam pun bebas karena bareng suami.

Apalagi kami kami bekerja dan tinggal di Surabaya, jadi memang jarang bertemu mertua dan orang tua. Hingga akhirnya dua bulan setelah menikah, akhirnya aku hamil anak pertama.

Kehamilan ini bisa dibilang sebagai sesuatu yang tak diharapkan. Sebagai wanita karier, aku syok saat harus merelakan pekerjaanku saat itu. Sebab, aku mengalami hipermesis gravidarum yang membuatku muntah dan mual hebat sepanjang kehamilan.

Karena sudah mengganggu kerjaan kantor, akhirnya suami memintaku untuk berisitirahat di rumah. Sebagai orang yang terbiasa aktif sejak sekolah dan kuliah, rasanya hal ini enggak adil bagiku.

Aku mulai jenuh saat harus di rumah saja. Pikiranku saat itu, 'hina' sekali mantan wanita karier harus mengerjakan semua urusan rumah tangga seperti mencuci, mengepel, dan masak yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Maklum, sebagai anak tunggal aku tidak dibiasakan melakukan itu semua dari kecil.

Aku mulai uring-uringan pada suami, saat dia tak mau membereskan sepatu dan kaos kaki sepulang kerja. Belum lagi, piring habis makannya yang berserakan, dan mencuci semua baju-bajunya.

Kuakui egoku terlalu tinggi. Di saat hamil dengan muntah-muntah hebat aku malah harus mengurus semua. Di kepalaku saat itu, kenapa suami enggak bisa mengerti aku? Kenapa hanya aku yang harus seperti 'Bibi' di rumah? Kenapa dia tak punya empati untuk ikut membersihkan rumah?

Aku pun mulai sinis pada suami. Jawaban singkat dan ketus sering kulontarkan padanya setiap pulang kerja. Mulai dari membuka pintu, aku sudah siap memberondongnya dengan berbagai permintaan ini dan itu.

Hingga kelahiran putri kecil kami membuat suami sedikit berubah. Ia mulai mau berbagai tugas rumah tangga. Sehingga membuat rumah tangga kami sedikit adem.

Namun, pandemi ini kembali menjadi hantaman hebat dalam perkawinanku. Suami menjadi korban PHK dan membuatku harus pontang-panting ikut bekerja kembali, demi keperluan membayar kontrakan dan membeli popok si kecil.

Masalah demi masalah membuatku ingin bercerai, Bunda. Terlebih saat.....Baca kisah selanjutnya di halaman berikut, klik NEXT ya!

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke email [email protected]. Bunda yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.

Banner Andy Lau

Bunda juga bisa menyimak cerita Kirana Larasati yang bercerai setelah dua tahun menikah. Klik video di bawah:

[Gambas:Video Haibunda]



Kelakuan suami membuatku meminta cerai

Family quarrel am daughter regrets She did not want to hear parents

Cerita Bunda bidadari selematkan perceraian/Foto: Getty Images/iStockphoto/torwai

Berkat hubungan baik dengan rekan-rekan lama, akhirnya aku mendapat pekerjaan yang lumayan. Meskipun gajinya tidak besar, setidaknya dapur bisa kembali mengepul.

Di sini, aku meminta agar suami terus mencari pekerjaan baru. Bahkan, kalau memang jalan sudah buntu aku memintanya biar enggak malu melamar pekerjaan sebagai ojek online. Tapi dia berkelit kalau enggak cocok kerja di jalanan. Takut panas dan enggak hafal rute jalanan. Rasanya hati panas mendengar alasannya seperti itu.

Gara-gara masalah itu, kami bertengkar terus setiap hari. Omongan pedas dibalas teriakan dan bentakan sudah biasa di antara kami. Bahkan, suami suka mengancam membawa putri kami untuk pulang ke rumah orang tuanya di Jember.

Kalau sudah begini, enggak kalah sinis aku menjawabnya. Mau ngasih makan anak pakai apa, kalau dia sendiri pengangguran. Herannya lagi, suami jadi malas-malasan di rumah. Sepanjang hari main game bahkan anak dibiarkan bebas nonton tv atau lihat HP.

Darah mendidih setiap pulang kerja melihatnya tiduran dan anak dibiarkan bermain sendiri. Hingga akhirnya aku meminta cerai darinya. Rasanya sudah benar-benar enggak kuat melihat kelakuannya.

Namun, saat kami sepakat untuk bercerai, keajaiban itu datang melalui putri kecil kami. Setiap kali melihat Bapak dan Bundanya bertengkar, ia akan langsung menggandeng tangan kami berdua dan meminta untuk bersalaman. Saat kami sudah berteriak-teriak dan berdebat, ia suka mengggandeng tangan bapaknya untuk berbaikan denganku.

Kala ia melihatku menangis menjerit-jerit sambil membanting barang, bidadari kecilku pun ikut menangis ketakutan. Di situ aku tersadar bahwa ada anak yang harus kulindungi. Namun, aku terperanjat saat putri kecilku, meminta tangan bapaknya untuk menghapus air mataku. Serta memeluk kami berdua dan tersenyum manis.

Melihat kami berpelukan ia tertawa bahagia, hingga akhirnya ini menjadi momen yang menyadarkan aku dan suami untuk bertahan. Saat itu juga, kami berdua mohon ampun pada Allah dan berjanji untuk kembali menjaga dan menyayangi.

Kini, suami sedang dalam proses melamar pekerjaan di berbagai tempat. Doakan agar lancar dan dapa menafkahi aku dan anakku ya. Amin.

(Cerita Bunda Wanda - Surabaya)


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda