Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Malunya Aku, Ribut Sama Suami Sampai Diseret Keluar Rumah & Dipisahkan Satpam

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Jumat, 18 Jun 2021 17:10 WIB

Ilustrasi wanita menangis
Ilustrasi korban KDRT/Foto: Getty Images/PonyWang

Suamiku ganteng, Bun. Kulitnya putih, badannya tinggi, senyumnya manis banget. Enak deh untuk dibawa kemana-mana, hehe! Sayangnya kegantengan itu ngga imbang sama emosi dia yang meledak ngga main-main.

Kalau dia lagi marah, wajah gantengnya itu berubah seram. Merah-padam begitu, Bun. Ditambah dengan gigi yang mengeras dan mata melotot. Serem banget, kayak dua orang yang berbeda.

Jujur aku takut sama dia kalau lagi marah. Dulu waktu kami pacaran, aku udah tau soal temperamen ini. Namun, aku coba memaklumi dan menerima, bukankah pernikahan itu salah satu syaratnya adalah mampu menerima kekurangan pasangan?

Temperamen suamiku sempat menurun ketika anak pertama kami lahir. Aku pikir itu semua karena naluri kebapakan-nya muncul. Tapi eh tapi, ketika anak kami masuk usia dua tahun, emosi itu muncul lagi. Meski hanya pemicu sepele seperti anak yang kejedot pintu, dia bisa marah sampai segitunya.

Anak yang sudah kepalanya nyeri karena kejedot pintu, makin ditambah sama dia dengan cubitan dan bentakan. Ya Allah...siapa juga yang mau kejedot ya, Bun? Apa dia seumur hidupnya ngga pernah kejedot pintu? Anakku sampai takut lalu berlindung di belakangku dan merintih,"Sakit Papi, huhu..."

Jika sudah begitu, aku yang harus sabar. Karena nanti begitu suami reda marahnya, dia bisa minta maaf sampai nangis. Ya begitulah emosinya, naik-turun dengan cepat.

Sempat terpikir untuk cerai, Bun karena itu hanya contoh kecil emosi dia yang berubah-ubah. Tapi aku masih sayang dan kasian anak. Tapi pada hari berikutnya, aku nyebutnya hari naas, aku benar-benar bulat ingin cerai karena dia mempermalukanku di depan seluruh tetangga. Lihat lengkapnya di HALAMAN SELANJUTNYA, Bun.

[Gambas:Video Haibunda]



Dia Menyeretku Keluar & Dipisahkan Tetangga

Ilustrasi wanita menangis

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Rachaphak

Kira-kira dua tahun lalu, aku bersiap berangkat ke kantor. Saat aku mempersiapkan sarapan, suami keluar dari kamar membawa smartphone-ku. Dia nanya, siapa pria yang nge-WA aku di pagi buta?

 Aku jawab, itu teman setimku. Sebut saja namanya Tino yang memang sudah dua bulan ini ngerjain project arahan dari kantor.

WA dari Tino pun normal nanya aku sampai di kantor jam berapa? 

Ini karena jam 10.00 pagi kami harus presentasi. Dan, sejam sebelumnya kami memang rencana mau rembukan dulu soal strategi presentasinya.

Eh suamiku langsung nuding yang ngga-ngga! Dia bilang aku selingkuh, perempuan ngga bener! Dia juga bilang aku ke kantor itu bukan untuk kerja tapi untuk main gila! Astagfirullaah…kerasukan apa dia? 



Padahal setiap hari aku cerita kegiatanku, siapa teman, dan siapa musuhku di kantor. Di tahu semua, kenapa dia jadi gelap mata?

 Saat aku coba menjelaskan, dia menarik tanganku. Hmm lebih tepatnya menyeret tanganku untuk keluar rumah.

Aku ngga mau karena malu bakal dilihat tetangga. Aku tahan dia di dalam rumah, tapi dia malah makin murka dan kali ini seluruh tenaganya dia kerahkan untuk menyeretku sampai ke garasi.

Huhu..malu banget, Bun! Pagi itu tetangga semua 'kan sudah mulai beraktivitas dan ada di luar rumah. Mereka ngeliat aku digeret suami yang bilang akan ikut ke kantor dan menghajar Tino.

Karena aku menangis, ada beberapa ibu yang kasian dan memanggil suami mereka. Tapi ya, bapak-bapak ini hanya bisa nenangin suamiku dari jauh dan bilang,”Pak, sabar Pak. Kasian Ibu, Pak. Kasian Pak, diliat sama anak.”



Tapi tidak juga suamiku mereda. Hingga akhirnya datang satpam komplek yang dipanggil sama tetangga yang lain. Mungkin karena satpam ini maju, beberapa bapak-bapak juga makin berani maju ingin melerai aku dan suami.

Akhirnya berhasil….huhu…malu, Bun! Malu banget karena sekarang semua tetangga ngeliat saya diperlakukan macam itu.

 Kami akhirnya diminta masuk rumah.

Beberapa ibu-ibu menenangkan aku di dalam kamar, sementara suami dibawa ke rumah sebelah. Tanganku sakit, merah memar. Aku nangis habis-habisan di bahu tetangga.



Singkat cerita, malem itu Pak Koordinator komplek datang ke rumah beserta ustaz musolla. Kami didamaikan dan suamipun ditenangkan. 

Suami berjanji ngga akan mengulangi kejadian itu lagi dan akan lebih logis dalam bertindak.

Dia juga minta maaf padaku, lalu mencium dan memelukku. Sakit hati ini memang masih ada, tapi namanya pernikahan, akan kami coba pertahankan sebaik mungkin.

(Bunda A, Jawa Barat)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda