Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

2 Anggota Keluarga Kami Meninggal Akibat COVID-19, Tapi Mereka Masih Nyangkal Virus Itu Ada

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Rabu, 11 Aug 2021 18:22 WIB

Ilustrasi perempuan marah
Foto: Getty Images/iStockphoto/Vichakorn

Saya seorang Bidan yg berpraktik swasta di desa. Pada bulan Juni lalu, saya mengalami gejala yang mengarah ke infeksi COVID-19. Benar saja, setelah pemeriksaan antigen dan PCR hasilnya saya positif!

Saya mengalami gejala sedang dan menjalani perawatan di Rumah Sakit selama 14hari. Nasib sama dialami oleh anak saya, K, (5 tahun) yang juga positif.
Setelah mengalami COVID-19, saya jadi lebih protektif lagi dalam menjaga keluarga. Kenapa? Karena COVID-19 itu sangat menyiksa, Bun.

Konflik berawal ketika saya diminta tolong untuk menengok Tante suami saya yang sakit. Sebenarnya saya sudah curiga bahwa Tante ini memang positif COVID-19. Dia mengalami penurunan kesadaran, saturasi turun, tensi 230/120. Ditambah dengan riwayat diabetes dan stroke yang merupakan komorbid berat. Sedangkan suaminya juga mengalami penurunan kesadaran, sesak, kesulitan mobilisasi di dua hari terakhir.

Tanaman hias Janda BolongFoto: Mia Kurnia Sari

Saya arahkan mereka untuk pemeriksaan antigen di Puskesmas, tapi mereka menolak. Dengan keadaan yang sudah tidak baik, akhirnya keluarga meminta saya untuk mengantar/merujuk Tante dan Om ke rumah sakit.

Setelah menjalani pemeriksaan di rumah sakit, Om dan Tante ini didiagnosis COVID-19. Mereka disarankan untuk menjalani perawatan di ruang isolasi. Tapi karena saat itu ruangan isolasi COVID-19 di RS tersebut penuh, mereka diminta mencari di RS lain. Tapi lagi-lagi, keluarga menolak.

Akhirnya mereka berdua dibawa pulang kembali ke rumah. Padahal di rumah Nenek yang usia nya sudah sepuh. Lucunya sampai di sini keluarga sudah mulai mencak-mencak berasumsi kalau mereka 'di-COVID-kan'.

Padahal semua bukti sudah jelas ini sakit dari awal komplikasi. "Mau dirawat aja pake acara COVID-COVIDAN. Bisnis, konspirasi," demikian isi amarah mereka.

Dua hari kemudian, keadaan Om dan Tante menurun lagi. Akhirnya saya antar kembali ke rumah sakit, kali ini anak mereka setuju menjalani isolasi di rumah sakit. Tidak berhenti di situ, Nenek di rumah yang kontak erat dengan Om dan Tante sudah mulai demam dan nyeri kaki.

Saya diminta tolong lagi untuk memeriksa Nenek. Saya sudah mengarahkan keluarga untuk lapor ke Puskesmas untuk tracing kontak erat. Namun, kembali keluarga menolak. Bahkan ketika saya datang untuk memeriksa kondisi Nenek dengan APD lengkap, saya dibilang 'lebay'.

Malah ketika saya meminta keluarga Nenek ke rumah sakit, mereka enggan karena takut 'di-COVID-19-kan'. Salah satu anak Si Nenek bilang,"Ngobrolnya sama kamu, apa-apa COVID-19. Ini sakit tua. Punya jantung juga. Dikit-dikit COVID-19".

Saya pulang dan ngoceh ke suami tentang keluarganya. Jujur ini bukan kali pertama saya diminta tolong keluarga suami. Sebelumnya saya tidak pernah keberatan. Mau mantau kondisi atau pulang jam berapapun demi rawat keluarga suami, saya jabanin.

Tapi kali ini jujur saya sangat enggan. Selain karena kondisi saya yang belum pulih total, juga karena saya kesal. Saya sudah enggan berurusan dengan COVID-19. Tapi demi keluarga, saya rela lho kontak dengan yang suspect COVID-19.

Tenaga saya dipakai, tapi dihujat juga. Harusnya kalau enggak percaya sama apa yang saya sampaikan, jangan panggil saya!

Akhirnya suami bilang,"Ayah ngerti Bunda capek, kesel. Mulai sekarang, kalau keluarga Ayah minta tolong lagi, kalo Bunda enggak mau bantu, ya enggak usah. Nanti Ayah bantu ngomong."

Tapi tiga hari kemudian yang saya takutkan terjadi. Lihat kelakuan ajaib keluarga suami saat ketakutan ini terwujud di HALAMAN SELANJUTNYA, Bun.

Simak juga video berikut mengenai panduan menyusui saat positif COVID-19.

[Gambas:Video Haibunda]



Mereka Minta Tolong, Tapi Ditolong Melawan..Aneh!

Ilustrasi perempuan marah

Foto: Getty Images/iStockphoto/Panupong Piewkleng

Tiga hari kemudian, saya ditelepon salah satu anaknya Nenek, bilang kalau keadaan Beliau memburuk. Saat itu saya hanya bilang langsung bawa ke rumah sakit. Saya enggak bisa antar.

Habis itu memang mereka ke RS, tapi begitu disuruh rawat isolasi, keluarga kembali menolak. Nenek dengan keadaan sepuh, sesak berat, dan penyakit jantung, dibawa pulang lagi.

Semalaman saya tidak tidur. Telepon terus bunyi dari anak-anak Nenek. Mereka pinjam oksigen dan tanya-tanya kondisi Nenek. Blaaasss sampe pagi!

Dan, herannya saya, mereka nanya ke saya, tapi setiap kali saya jawab, mereka tentang. Saat itu, saya sangat ingin lihat Nenek, tapi saya enggan harus adu argumen dengan anak-anaknya.

Paginya setelah saya antar anak sekolah, suami bilang “Bunda, beneran enggak mau kalau liat Nenek? Yuk, ke sana sama Ayah. Bunda enggak perlu ngomong apa-apa, kalau ditanya, diemin aja.” Saya enggak tega sama suami, akhirnya saya ke sana.

Sampai di rumah Nenek, ternyata keadaan Beliau sudah sangat buruk. Saturasi sudah di angka 70 dengan oksigen. Seperti instruksi suami, saya hanya diam.

Salah satu anaknya minta agar Nenek di bawa ke RS tapi tanpa prosedur COVID-19. Helllooow….mana bisa!? Klinis gejala mengarah ke COVID-19 semua dan Beliau kontak erat dengan yang positif.

Saya menyerah. Saya ingin pulang tapi ditahan. Diarahkan panggil petugas Puskesmas, tapi pas petugas datang malah diusir. Suruh ke rumah sakit, tapi enggak mau. Saya pakai hazmat dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore. Saya ingetin keluarga yg di situ untuk pakai masker malah pada nentang. Sampai akhirnya Nenek meninggal.

Apa itu jaga jarak? Apa itu masker dan cuci tangan? Prosedur pemakaman nenek di hadiri orang sekampung!


Lima hari kemudian, Tante yang terdeteksi COVID-19 paling awal juga meninggal. Ibu mertua dan beberapa saudara yang hadir saat Nenek meninggal juga bergejala. Isolasi? Enggak!



Mereka masih Tahlilan tiap malam. Bahkan ada yang ngomong.”Nih saya hidung enggak bau, batuk pilek udah lama. Tapi enggak kenapa-napa, apaan Covid ganas?”.

Dia masih enggak sadar kalo COVID-19 ambil dua anggota keluarga dalam seminggu. Sombong ya... 



(Bunda L, tidak memberikan lokasi)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda