sign up SIGN UP search

kehamilan

Bunda Pahami Baby Blues Lebih Jauh soal Gejala, Risiko & Pengobatannya

Annisa Afani   |   Haibunda Senin, 13 Apr 2020 05:40 WIB
Sebagian ibu yang baru melahirkan akan mengalami babyy blues. Apa itu baby blues, risiko, dan pengobatannya? Yuk simak penjelasannya Bun. caption
Jakarta - Bunda pernah mendengar istilah baby blues? Ini adalah salah satu perasaan stres atau sedih yang terjadi pasca-melahirkan. Meski sering kali terjadi, gangguan baby blues dapat diobati kok Bun.

Biasanya, ibu yang mengalami baby blues dimulai sejak minggu pertama hingga minggu kedua setelah melahirkan. Beberapa gejala yang muncul, seperti mudah emosi dapat memburuk di hari ke empat dan dapat mereda dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang dua minggu.


Depresi ini mempengaruhi sekitar 10-15 persen ibu. Seorang ibu dengan baby blues mungkin merasa sedih, tidak berharga, atau bersalah, serta menyebabkannya tidak dapat berkonsentrasi bahkan tidak tertarik terhadap apa pun, termasuk pada bayinya.


Dilansir dari Health Harvard, meski depresi ini sangat umum dan dikatakan dapat mereda, mereka yang terkena depresi ini sering kali menyembunyikannya. Hal ini biasanya disebabkan oleh perasaan malu dengan tekanan yang dirasakan karena di saat seperti itu seharusnya menjadi momen bahagia dalam hidup mereka.

Akibatnya, banyak yang enggan untuk mengambil perawatan untuk mengatasinya. Fatalnya, jika kurang perawatan untuk depresi tersebut, akan berdampak buruk pada kesehatan mental orang tua, dan tentunya pada perkembangan anak.

Bahkan dalam beberapa kasus, anak dari orang tua dengan gangguan depresi yang tidak diobati akan mengalami keterlambatan perkembangan kognitif. Selain itu, ia juga akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menjadi dewasa secara emosional.

Penyebab dan faktor risiko

Baby blues dapat dikatakan sebagai bentuk dari depresi. Dua hal tersebut berkembang karena kombinasi dari kerentanan biologis, faktor psikologi, dan tekanan dalam hidup.

Selain faktor tersebut, berikut beberapa faktor lain yang berkontribusi pada perkembangan depresi, di antaranya:

1. Fluktuasi hormon

Selama masa kehamilan, kadar estrogen dan progesteron pada wanita meningkat secara dramatis. Hormon tersebut membantu rahim mengembang, mempertahankan lapisan rahim, serta membantu plasenta yang berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi janin.

Namun, dalam 48 jam setelah melahirkan, kadar kedua hormon menurun dengan drastis. Karena hormon reproduksi tersebut juga berhubungan dengan sistem neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati, sehingga fluktuasi pada hormon ini menyebabkan ketidakstabilan emosional pada wanita sehingga membuatnya lebih rentan terhadap perubahan.

2. Tekanan

Kehamilan, persalinan, dan menjadi orang tua baru adalah pengalaman yang penuh akan stres, sehingga dapat memicu depresi pasca-melahirkan. Calon atau orang tua baru juga mengalami tekanan lain seperti takut kehilangan pekerjaan, masalah keuangan, atau kematian orang yang dicintai.

3. Kelelahan

Biasanya, orang tua dari bayi yang baru lahir memiliki waktu istirahat yang kurang. Namun, bagi orang tua yang mengalami depresi pasca persalinan yang paling mungkin adalah kurang tidur. Satu studi menemukan bahwa gangguan tidur meningkatkan kemungkinan wanita mengalami depresi pasca-melahirkan.

4. Kurang dukungan

Masalah dalam pernikahan dan sosial meningkatkan kemungkinan bagi orang tua untuk mengalami depresi pasca-melahirkan. Orang tua yang tidak memiliki lingkaran teman dan keluarga yang positif untuk membantu dan mendukung mereka secara emosional rentan terhadap depresi pasca persalinan.

{SEO} Bunda Pahami Baby Blues Lebih Jauh Yuk: Gejala, Risiko dan PengobatannyaFoto: ilustrasi/thinkstock


Gejala baby blues

Sebagai orang tua, perlu untuk berkonsultasi bersama dokter, jika orang tua mengalami gejala yang dirasakan setidaknya selama 2 minggu.

Gejala yang dialami, seperti suasana hati tertekan atau merasakan kesedihan kehilangan minat beraktivitas, merasakan perasaan bersalah, dan tidak berharga, lelah dan energi berkurang, mengalami masalah tidur, nafsu makan berubah, tidak dapat berkonsentrasi hingga berpikir untuk mengakhiri hidup.

Pencegahan

Untuk menghindari hal tersebut, yang utama harus orang tua butuhkan adalah teman, keluarga yang dapat mendukung mereka. Dengan begitu, saat bayinya lahir, orang tua akan memiliki tempat untuk berkonsultasi, meminta saran, atau bantuan untuk mengurus bayinya.

Selanjutnya, memang akan sangat mustahil bagi orang tua yang merawat bayi baru lahir untuk dapat tidur dengan nyenyak di malam hari. Salah satu strategi praktis yang dapat dilakukan adalah berjalan setiap pagi bersama bayi, sehingga orang tua dan bayi dapat terpapar cahaya matahari pagi, yang dapat membantu membangun ritme sirkadian bangun dan tidur.

Orang tua juga bisa mencoba untuk tidur siang di siang hari, bila memungkinkan. Ini berguna untuk menebus kekurangan tidur malam karena harus mengurus bayi.

Pengobatan

Untuk pengobatan depresi ini, terdapat beberapa pilihan. Pilihan tersebut pun tergantung pada tingkat gejala dan preferensi pribadi, di antaranya:

1. Psikoterapi

Jika mengalami gejala depresi postpartum ringan atau sedang, dengan psikoterapi saja cukup untuk meningkatkan suasana hati. Terapi perilaku kognitif juga diperlukan untuk dapat membantu orang tua agar belajar membingkai ulang cara mereka berpikir tentang pengalaman postpartum, untuk mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati.

2. Antidepresan

Berbagai antidepresan dapat membantu meringankan gejala depresi pasca persalinan tingkat sedang hingga berat. Ini berlaku pada pria atau ibu yang tidak menyusui, pilihan obat ini juga tergantung pada gejala, preferensi pribadi, dan efek samping.

Ibu yang ingin menyusui bisa mengambil antidepresan selama periode postpartum. Meskipun semua obat-obatan psikiatrik dapat dikeluarkan melalui ASI, namun ada juga beberapa yang tidak. Meskipun tetap diteruskan ke bayi melalui ASI, tentunya dalam tingkat yang sangat rendah sehingga dokter menganggapnya relatif aman.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pilihan paling aman untuk ibu menyusui ialah antidepresan SSRI, seperti sertraline dan antidepresan trisiklik seperti nortriptyline.

Strategi yang bijaksana untuk ibu menyusui adalah memulai antidepresan dengan dosis serendah mungkin dan meningkatkan dosis seperlunya saja, sambil mengawasi bayi jika terdapat reaksi yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, seperti mudah tersinggung, berat badan yang tidak bertambah, atau jadwal menyusunya berubah.

Bayi yang paling rentan terhadap reaksi obat adalah mereka yang berusia di bawah 8 minggu, terlahir prematur dan yang memiliki masalah medis lainnya.

3. Terapi elektrokonvulsif

Jika gejala depresi yang dialami telah masuk pada tahap berat atau parah, akan muncul perasaan ingin mengakhiri hidup. Maka, terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan pilihan yang masuk akal karena efektif dan bekerja lebih cepat daripada obat-obatan.


Saat dibius, pasien yang menjalani ECT akan menerima anestesi kerja jangka pendek untuk mencegah kesadaran dan mengurangi ketidaknyamanan. Setelah pasien tidur, psikiater menggunakan alat khusus untuk memberikan impuls listrik yang merangsang otak dan menyebabkan kejang.

Mekanisme tindakan ECT tidak begitu dipahami, tetapi kejang tampaknya berfungsi untuk mengembalikan kemampuan otak untuk mengatur suasana hati.

Tonton juga yuk Bun bagaimana kisah Zee Zee Shahab saat mengalami baby blues dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(AFN/jue)
Share yuk, Bun!
BERSAMA DOKTER & AHLI
Bundapedia
Ensiklopedia A-Z istilah kesehatan terkait Bunda dan Si Kecil
Rekomendasi
Menanti kelahiran Si Kecil dengan arti nama bayi yang pas untuknya nanti hanya di Aplikasi HaiBunda!
ARTIKEL TERBARU
  • Video
detiknetwork

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ikuti perkembangan kehamilan Bunda setiap minggunya di Aplikasi HaiBunda yuk, Bun!