Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

menyusui

Kebiasaan Ibu Menyusui yang Membuat Anak Berisiko Stunting

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Senin, 03 Aug 2020 07:51 WIB

Ilustrasi ASI
Kebiasaan Ibu Menyusui yang Membuat Anak Berisiko Stunting/ Foto: Istock
Jakarta -

Menyusui merupakan bagian penting yang tak boleh dilewatkan selama 1.000 hari pertama kehidupan anak. Ya, karena stunting bisa dicegah jika kita mengoptimalkan pemberian nutrisi di masa itu, Bunda.

Bicara soal stunting, pakar nutrisi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes., menjelaskan bahwa stunting merupakan kondisi yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis secara akumulatif.

"(Stunting) Bukanlah kasus akut, melainkan keadaan yang terjadi sedikit demi sedikit, secara akumulatif," ujarnya di acara Tanoto Foundation Peran Komunikasi Perubahan Perilaku demi Pencegahan Stunting, baru-baru ini.

Perlu Bunda ingat, anak pendek belum tentu stunting, tapi salah satu indikator stunting adalah pendek. "Stunting bukan melulu soal tinggi badan yang tidak tercapai. Lebih jauh lagi, kondisi ini akan menentukan kualitas-kualitas anak di kemudian hari," lanjut Rita.

Oleh karena itu, kembali ditegaskan Rita bahwa 1.000 HPK itu amat penting, Bunda. Termasuk saat Bunda menyusui si kecil.

Nah, sayangnya banyak ibu menyusui yang memiliki kebiasaan atau salah persepsi terkait pemberian ASI pada anak. Rita menemukan banyak kasus di lapangan bahwa saat melahirkan, masih banyak ibu yang tidak melakukan IMD (inisiasi menyusui dini).

young mother breastfeedingilustrasi ibu menyusui/ Foto: iStock

Ada pula yang melakukan tapi caranya salah. Bayi hanya diletakkan di area puting susu ibu, dan dianggap selesai. "Padahal yang kita inginkan, bayi bergerak sendiri dari perut ibu untuk mencari puting susu ibu," kata Rita.

Hambatan lainnya, ada persepsi bahwa ibu melahirkan pasti capek, sehingga bayi pisah kamar dengan ibu agar ibu bisa beristirahat.

Kemudian saat bayi berusia 0 - 6 bulan, tantangannya berbeda lagi. Masih banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum atau ASI pertama, "Karena berwarna kuning sehingga dianggap kotor, lalu dibuang," ujar Rita.

Padahal kolostrum merupakan bagian ASI paling penting untuk kesehatan anak nantinya. Lalu, sebagian ibu masih menganggap bahwa ASI adalah minuman dan bukan makanan, sehingga bayi harus diberi makanan lain agar kenyang.

Banyak pula ibu yang tidak mengerti arti tangisan bayinya sendiri. "Tiap kali bayi menangis dianggap kelaparan. Begitu bayi menangis tapi ASI sudah habis, dianggapnya bayi masih lapar sehingga diberi makanan/minuman lain," papar Rita.

Kendala lain, ibu sering tidak memiliki praktik menyusui yang baik, sehingga puting menjadi luka. Sebagian ibu juga tidak memahami tahapan pengeluaran ASI. Alhasil bayi hanya mendapat karbohidrat dan protein dari ASI tapi tidak mendapat lemak.

Belum lagi, suami dan anggota keluarga lain tidak ikut terlibat dalam mengurus bayi sehingga ibu kecapekan sendiri. Duh, semoga Bunda terhindar dari kebiasaan dan kesalahan persepsi seperti yang dipaparkan tadi ya. Untuk menyukseskan Pekan Menyusui Sedunia 2020, yuk terus menyusui eksklusif dan memberikan yang terbaik untuk anak!

Simak juga cara memperbanyak ASI saat menstruasi, dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(aci/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda