Jakarta -
Punya seorang adik
difabel tak membuat Dr Anne Nurfarina MSn menyerah dengan kehidupan. Justru, Anne makin semangat mendalami terapi seni agar bisa membantu anak dengan disabilitas lainnya.
Anne yang merupakan direktur Art Therapy Center (ATC) Widyatama adalah lulusan fakultas seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Awalnya Anne nggak berniat memperdalam ilmunya tentang seni sampai jadi suatu terapi. Namun, karena adiknya memiliki autisme Anne mulai mencari cara untuk bisa berkomunikasi dengan sang adik. Anne mencoba mengetuk-ngetuk sesuatu seperti pintu atau meja dan ternyata itu menarik perhatian sang adik. Terjadilah bentuk komunikasi sederhana di antara mereka.
Anne mencoba memberi tahu orang tuanya tapi responsnya nggak terlalu baik. Anne pun ingat seorang mahasiswa dan dosen yang mengajarinya ilmu kreativitas. Dari situ Anne yakin manusia pada dasarnya kreatif dan punya ketertarikan dengan tingkat berbeda.
"Hal inilah yang mebuat saya punya keyakinan, selama mereka, anak dengan disabilitas merespons maka komunikasi kognitifnya bisa dibangun. Bersyukurnya saya ada rezeki. Saya pun melanjutkan pendidikan hingga S3 (doktoral). Pengalaman ini memicu saya bahwa dengan seni adik saya bisa merespons," tutur Anne.
Buat Anne, melanjutkan studinya bukan soal prestise atau hal lain tapi makin banyak ilmu yang ia dapat, makin mampu dia mengedukasi anak difabel atau anak dengan
disabilitas lain dan orang tuanya. Menurut Anne, masyarakat akan lebih percaya tentang sesuatu ketika hal itu sudah dikaji secara ilmiah. Makanya, Anne bertekad mempelajari lebih dalam tentang terapi seni dan ingin sekali bidang itu jadi suatu sistem pendidikan.
"Jadi awalnya saat saya ngasuh adik, saya lihat kok interestnya ke gitar, terus ngerti piano dengan belajar sendiri. Nah, di situ saya melihat ternyata dari interest bisa nih masuk ke semua aspek," papar Anne di tengah konferensi pers 'Andien Berkolaborasi dengan Art Therapy Center (ATC) Widyatama Persembahkan Pameran Warna-warna: Warna dalam Perpektif Anak-anak Berkebutuhan Khusus' di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta Selatan baru-baru ini.
Anne bilang, ketika anak disabilitas merespons saat diajak berkomunikasi, perbendaharaan kata mereka bisa bertambah. Saat itu pula kita bisa lebih mudah memasukkan konsep pembelajaran atau stimulus. Kata Anne tiap orang punya stimulus berbeda yang bisa jadi 'pintu masuk'. Ini disebut metode sensasi, Bun.
"Melalui interest anak, kita coba dekati untuk membangun respons komunikasinya lebih dulu. Nah, bentuk pembelajarannya dengan treatment khusus person by person sehingga kita bisa fokus pada yang kurang misalkan vocabular-nya," imbuh Anne.
Buat Anne, seni tak sekadar estetika yang jika karyanya dijual mahal maka urusan selesai. Di mata Anne seni bisa jadi terapi tradisional. Sebenarnya cara ini sudah lama ada dan Anne hanya mengulang. Seni terbukti punya potensi untuk membangun komunikasi dan dari komunikasi tersebut kita bisa memacu anak
difabel untuk lebih bersosialisasi dan mandiri.
(rdn)