Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Anak Perfeksionis Rawan Alami Depresi Saat Dewasa, Ini Sebabnya

Melly Febrida   |   HaiBunda

Jumat, 10 Jul 2020 19:15 WIB

Cute little boy complaining to mother outdoors. Selective focus
Ibu dan anak/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Phique Studio
Jakarta -

Hidup tak ada yang sempurna, terkadang ada saja yang tak sesuai harapan. Tapi bagi seorang perfeksionis, segala hal harus terlihat sempurna. Ini tak hanya dialami orang dewasa, Bunda juga bisa melihat tanda-tanda anak perfeksionis saat masih balita.

Seorang ibu, Jessica Grose, berbagi cerita tentang putrinya yang sudah menunjukkan tanda-tanda perfeksionis, padahal belum bisa berbicara lancar. Pada masa karantina seperti ini, Grose jadi lebih banyak terlibat mengajarkan anaknya. Ia melihat bagaimana anaknya tersiksa untuk menjadi sempurna.

"Jika pada lembar kerja matematika ada dua jawaban salah, ia hanya membicarakan itu saja. Bukan 18 jawaban yang dia jawab dengan benar. Dan 'kegagalan' tersebut di dalam benaknya sering jadi kehancuran," kata Grose.

Ia menuturkan, gurunya yang memperhatikan kecenderungan perfeksionis itu membantu menyelesaikan. Ia juga sudah melakukan semua kiat untuk membuat anaknya lebih nyaman dengan kegagalan. Seperti mengajukan pertanyaan ke anak tentang prosesnya, memuji fokusnya, menjadi model ketekunan, menceritakan dirinya yang mengalami kegagalan dalam hidup dan itu baik-baik saja. Tapi sepertinya, itu tidak membantu.

Untuk menghadapi era new normal, Grose kembali berbicara dengan seorang psikolog anak, psikolog penelitian yang berfokus pada perfeksionisme, dan seorang pendidik, untuk mencari cara terbaik untuk mendukung anak-anak yang berusaha menjadi sempurna.

Gordon Flett, Ph.D., direktur Pusat Penelitian Anak dan Remaja LaMarsh di Universitas York, yang meneliti perfeksionisme pada anak-anak dan orang dewasa selama beberapa dekade, menjelaskan bahwa anak mungkin menunjukkan tanda-tanda perfeksionisme saat berusia 3 atau 4 tahun.

Worried young foster care parent mother comforting solacing embrace adopted little child daughter give care and protection at home, loving concerned adult mom hug sad small girl consoling kid conceptIbu dan ank/ Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes

Menurutnya, perfeksionisme itu hal biasa, dan bisa disebabkan banyak hal. Salah satunya diwariskan orang tua, Bunda. Tak disadari, media sosial juga bisa memperburuk perfeksionisme pada anak-anak.

Penelitian telah menunjukkan, perfeksionisme meningkat di antara anak-anak dan remaja dalam beberapa dekade terakhir. Saat anak-anak mencapai usia remaja, antara 25 dan 30 persen memiliki perfeksionisme maladaptif, yakni berjuang untuk kesempurnaan yang tidak realistis sehingga menyebabkan mereka sakit.

Menurut Flett, sebagian besar memiliki bentuk perfeksionisme yang kurang merusak. Tapi kalau dibiarkan, perfeksionisme menjadi faktor risiko depresi klinis dan kecemasan.

"Tekanan keluarga untuk mencapainya dapat memengaruhi anak-anak, tetapi demikian juga pengaruh sosial di luar rumah. Jika anak Anda dikelilingi anak-anak lain yang sangat kompetitif di lingkungan sekolah bertekanan tinggi, mereka mungkin merasa malu jika mereka tidak mengikuti," kata Flett.

Sementara penelitian sebelumnya memaparkan, ternyata perfeksionis bukanlah karakter yang dibuat seseorang untuk menunjukkan jati diri sebenarnya. Sebuah studi juga menunjukkan, sifat ini ditentukan oleh gen dan dimiliki seseorang sejak lahir. Tim peneliti dari Michigan State University menemukan fakta ini.

"Kami menemukan ada komponen genetik yang kuat di balik perfeksionisme, begitu juga antara perfeksionisme dengan tingkat kecemasan orang yang memiliki sifat itu," ungkap ketua tim peneliti studi, Dr. Jason Moser, dikutip dari detikcom.

Ia menambahkan, bahkan ada kontribusi khusus yang signifikan dari lingkungan luar rumah si perfeksionis. Tapi anehnya, peneliti tak menemukan bukti bahwa lingkungan rumah sendiri ada kaitannya dengan sifat itu.

Bunda, simak juga jawaban dr.Lula Kamal saat menjelaskan ke anak saat dirinya sebagai single parent. Di video Intimate Interview di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]



(muf/muf)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda