PARENTING
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Pasangan Muda Sebelum Memutuskan Punya Anak
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog | HaiBunda
Senin, 03 Apr 2023 19:45 WIBTren menikah muda akhir-akhir ini semakin hits di kalangan milenial. Banyak para artis dan influencer juga mengambil keputusan yang sama, dan menjadi pasangan orang tua di usia muda.
Menikah muda bukan keputusan yang salah, tapi akan lebih baik jika dibarengi dengan kesiapan secara mental untuk menjalani rumah tangga. Sehingga tidak menyebabkan efek domino ke depannya.
Banyak hal yang perlu dibicarakan sebelum memutuskan untuk menikah muda. Termasuk keputusan untuk memiliki anak.
Ini menjadi poin penting, agar pasangan muda bisa memilih pola pengasuhan yang tepat untuk anak-anaknya. Tidak asal ikut tren tanpa mempertimbangkan kondisi anak-anaknya.
Apalagi saat ini, kita tumbuh dalam riuhnya perkembangan media sosial. Terkadang, ada beberapa orang tua yang kurang bijaksana dalam memilih konten yang akan diunggah di media sosialnya.
Ketidakpekaan dalam memilih keputusan inilah yang bisa berdampak panjang, Bunda. Baik untuk masa depan anak maupun dampak untuk para followers yang melihatnya.
Apapun konten yang muncul di media sosial, bisa menjadi validasi orang tua lainnya untuk melakukan hal serupa. Jika hal itu positif tentunya membawa manfaat, namun bagaimana jika sebaliknya?
Pertimbangan sebelum memutuskan untuk memiliki anak
Keputusan untuk memiliki anak memang bukan hal mudah untuk sebagian orang. Ada beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan, di antaranya sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang mengasuh anak
Sebelum memutuskan untuk memiliki anak, sebaiknya bekali diri dengan pengetahuan tentang pengasuhan anak. Pengasuhan anak sendiri bisa berupa psikologis maupun fisiologis.
Pengasuhan anak dalam sisi psikologis merujuk pada tumbuh dan kembangnya. Pastikan anak berkembang sesuai milestone, sehingga calon Bunda dan Ayah tahu apa yang perlu dilakukan.
Sementara itu, pengetahuan pengasuhan anak tentang fisiologis mengacu pada berbagai hal seperti makanan yang tidak boleh dikonsumsi anak, cara pengobatan anak yang sakit, cara mengganti popok, dan sebagainya.
2. Siapkan mental
Persiapan mental dalam hal pengasuhan anak berkaitan dengan pengendalian emosi, Bunda. Jika orang tua tidak bisa mengendalikan emosi, maka akan sulit memberikan keamanan dan kenyamanan pada anak.
Selain cinta kasih, anak membutuhkan rasa nyaman. Kalau orang tua tidak bisa memberikan rasa aman untuk dirinya sendiri, maka mereka tidak bisa memberikan rasa aman pada anaknya.
3. Kemampuan berkomunikasi
Calon Bunda dan Ayah perlu tahu bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan pasangan masing-masing. Jika tidak ada komunikasi yang baik, maka segala sesuatu yang dilakukan akan terasa salah.
4. Cara menyelesaikan masalah
Selain komunikasi, calon Bunda dan Ayah perlu mencari cara berpikir yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Metode-metode ini akan memunculkan solusi-solusi yang dibutuhkan.
5. Persiapan finansial
Kemampuan finansial keluarga juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk memiliki anak. Saat mereka sudah memiliki sumber penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga, setidaknya sudah memenuhi standar untuk memiliki anak.
Meski begitu, ketahui pula bagaimana cara mengelola keuangan dengan baik. Lihat cara berbelanja apakah dalam batas normal atau boros.
Lebih jauh, setiap pasangan yang akan menikah juga perlu menyepakati mengenai hal lain terkait keputusan memiliki anak.
Pentingnya buat kesepakatan sebelum menikah
Membuat kesepakatan tentang pengasuhan, hingga jumlah anak sebelum menikah penting untuk dilakukan. Dengan begitu, calon orang tua telah memiliki gambaran akan persiapan dan apa yang perlu diantisipasi.
Pembicaraan yang matang tentang anak, memberikan kesempatan orang tua untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang cara-cara mengasuh anak yang baik. Calon orang tua juga bisa menyusun langkah yang matang untuk menyiapkan biaya, pendidikan, dan lingkungan yang terbaik untuk buah hatinya.
Pembicaraan-pembicaraan tentang kesepakatan memiliki anak sebelum menikah harus diikuti dengan peran yang akan dijalankan oleh masing-masing orang tua. Dengan begitu, pasangan tidak saling menyalahkan jika perlu mengambil langkah tertentu.
Perbedaan psikologi pasangan muda dan pasangan di usia matang
Ada beberapa perbedaan psikologi yang terlihat pada pasangan yang menikah di usia muda dan pasangan yang menikah di usia matang, Bunda. Berikut ini ulasannya:
1. Pengendalian emosi
Pasangan muda berusia di usia awal 20-an, berpotensi tidak bisa mengendalikan emosinya. Mereka juga cenderung memiliki sifat immature atau tidak matang.
Bukan tanpa alasan, pasangan berusia muda masih belum memiliki banyak pengalaman. Mereka biasanya tertantang untuk mencoba-coba hal baru, tanpa mempertimbangkan dampak setelahnya.
Sementara itu, pasangan dengan usia matang memiliki pengalaman yang membuat mereka mengerti apa yang harus dilakukan. Mereka juga jauh lebih bijaksana.
2. Perbedaan adrenalin
Pasangan muda biasanya lebih optimis dan tak takut mengambil risiko, sehingga cenderung menjalankan segala sesuatunya tanpa pertimbangan matang. Berbeda dengan orang-orang yang sudah berpengalaman, akan lebih hati-hati mengambil keputusan.
Mereka melihat masa depan dengan dorongan hasrat yang bergejolak. Namun, hal ini justru menunjukkan seseorang masih bersifat belum dewasa.
3. Kebutuhan
Kebutuhan pasangan muda berbeda dengan pasangan berusia matang sekitar usia 27 hingga 30 tahunan, Bunda. Pasangan usia muda memiliki kebutuhan pertemanan yang tinggi.
Sementara itu, pasangan dengan usia matang sudah memasuki fase keintiman. Artinya, mereka tidak terlalu butuh berteman dengan banyak orang, mereka hanya butuh pasangan atau teman dengan hubungan intim.
Dampak orang tua immature terhadap gaya parenting
Pasangan yang menikah dalam usia muda bisa saja belum matang atau immature. Hal ini akan bertampak pada pola pengasuhan atau gaya parenting mereka, Bunda.
Ketika orang tua dalam keadaan immature, pengasuhannya bisa jadi kurang optimal pada anak. Orang tua belum bisa mengelola dirinya sendiri atau mengambil keputusan serta langkah yang tepat dalam pengasuhan anak. Sehingga, ketika dihadapkan dengan masalah terkait anak, ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan.
Setiap orang harus berpikir logis yang artinya mengedepankan logika dalam mengambil keputusan. Apapun yang dilakukan tidak hanya didasari oleh emosional.
Banyak orang tua yang tidak menempatkan kasih sayangnya sesuai tempat dan kondisinya. Karena itu, orang tua harus mulai melatih sifat wisdom atau kebijaksanaan.
Batasan membagikan kegiatan anak di media sosial
Berkembangnya media sosial, menjadi cara kita untuk tetap terhubung dengan orang lain. Tak sedikit pula, orang tua membagikan kegiatan bersama anak termasuk gaya parenting-nya.
Sharing tentang keluarga atau anak di media sosial menjadi hak masing-masing setiap orang. Namun, perlu dipahami orang tua harus memahami tujuannya melakukan hal itu untuk apa.
Orang tua harus bijaksana dan pintar dalam menggunakan media sosial. Dalam artian, Bunda dan Ayah perlu melakukan sesuatu tanpa efek samping.
Terlalu banyak mengekpose kegiatan anak bisa meningkatkan celah terhadap kejahatan. Ada baiknya Bunda dan Ayah tidak mengunggah sesuatu yang sifatnya pribadi seperti lokasi sekolah hingga waktu anak keluar sekolah.
Beberapa sekolah mungkin mengharuskan siswanya memiliki akun media sosial. Hal ini dibolehkan jika akun tersebut di private. Batasi hanya guru dan beberapa orang tertentu yang bisa melihat akun anak.
Bunda tentu tidak bisa meminta izin pada anak ketika usianya masih bayi. Meski begitu, alangkah baiknya jika tidak terlalu sering memperlihatkan anak di media sosial.
Hal ini bisa menjadi terlihat sebagai cara mengeksploitasi anak. Jika tujuan mengunggah foto dan video anak sebagai cara untuk mengedukasi, tentu tidak masalah.
Pentingnya pola asuh psikososial
Pola asuh psikologis atau psikososial sangat penting untuk pertumbuhan anak. Anak butuh stimulasi afeksi, komunikasi, dan kehadiran dari kedua orang tuanya.
Pada dasarnya, hak dan kewajiban orang tua tidak hanya untuk menafkahi anak secara lahir dan batin, Bunda. Anak perlu merasakan kehadiran kedua orang tua sehingga hal ini bisa direkam dalam otaknya dan menjadi pondasi mereka tumbuh sebagai seorang manusia. Intinya, aspek psikososial menjadi sangat penting dan merupakan hal utama dalam mengasuh anak.
Usia anak boleh diperkenalkan permainan ekstrem
Beberapa orang tua mengambil contoh gaya parenting dari public figure yang mereka lihat. Salah satu kegiatan yang menjadi perbincangan adalah mengajak anak memainkan permainan ekstrem.
Mengajak anak bermain permainan ekstrem adalah hak dari masing-masing orang tua. Namun, perlu diingat bahwa permainan ekstrem tidak ada manfaatnya untuk Si Kecil, Bunda.
Permainan yang bermanfaat bagi anak adalah permainan yang memiliki berbagai stimulasi. Karena itu, permainan ekstrem baiknya tidak diberikan pada anak.
Selain berbahaya secara nyata untuk fisiknya, permainan ini juga akan berdampak pada psikologisnya. Anak kecil bisa saja takut karena belum bisa memproses segala sesuatunya dengan baik.
Perasaan ini akan membekas dalam benaknya dan menimbulkan trauma. Tak hanya itu, kegiatan ini juga bisa mempengaruhi orang lain.
Ketika ingin mengajak anak bermain permainan ekstrem, tunggu sampai mereka sudah siap dan mau melakukannya tanpa paksaan, Bunda. Misalnya saja anak berusia 5 atau 6 tahun, mereka sudah bisa mengambil keputusan untuk menerima atau menolak permainan tersebut.
Semoga informasi ini membantu bagi para orang tua dalam memilih pola asuh yang paling tepat untuk anak-anaknya.
Simak juga 7 hal yang disebut sebagai tindakan merusak sel otak anak dalam video di bawah ini:
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Marak Tawuran Remaja, Ini Pentingnya Peran Keluarga & Pola Asuh Orang Tua
9 Jenis Kecerdasan Anak: Cara Mengenali, Manfaat & Pola Asuh yang Sesuai
3 Langkah Mengenal Minat & Bakat Anak Sejak Dini untuk Optimalkan Potensinya
Pahami Tanda Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual & 3 Langkah Menyembuhkan Traumanya
TERPOPULER
7 Artis Pindah ke Luar Negeri Beralih Profesi, Jadi Psikolog hingga Tukang Las
Potret Luna Maya & Maxime Bouttier Hadiri Pernikahan Sahabat di Italia
Alasan Indri Giana dan Ustaz Riza Jalani IVF lagi Meski Sudah Miliki 4 Anak, Ternyata..
5 Resep Bolu Pisang Kukus yang Enak, Lembut, dan Sederhana Dibuat
Kenali Pola Tidur Bayi 2 Bulan dan Membentuknya agar Ideal
REKOMENDASI PRODUK
10 Rekomendasi Face Mist Terbaik untuk Lembapkan Kulit Wajah
Amira SalsabilaREKOMENDASI PRODUK
5 Pilihan Tas Sekolah Anak TK-SD yang Bagus hingga Awet, Bisa Buat Perempuan & Laki-laki
Firli NabilaREKOMENDASI PRODUK
10 Rekomendasi Cleansing Oil untuk Semua Jenis Kulit dari Berminyak dan Berjerawat
Amira SalsabilaREKOMENDASI PRODUK
10 Rekomendasi Slow Cooker Terbaik, Solusi Masak MPASI untuk Bayi
Azhar HanifahREKOMENDASI PRODUK
Review Main Virtual Sport di VS Thrillix AEON Mall Tanjung Barat, Lengkap dengan Harga Tiket
Firli NabilaTERBARU DARI HAIBUNDA
Terpisah Puluhan Tahun, Teman Sekolah Ini Kembali Dipertemukan dan Akhirnya Menikah
7 Artis Pindah ke Luar Negeri Beralih Profesi, Jadi Psikolog hingga Tukang Las
Kenali Pola Tidur Bayi 2 Bulan dan Membentuknya agar Ideal
5 Resep Bolu Pisang Kukus yang Enak, Lembut, dan Sederhana Dibuat
3 Fakta di Balik Penggunaan Minyak Telon Bayi Beserta Rekomendasi yang Bagus dan Aman
FOTO
VIDEO
DETIK NETWORK
-
Insertlive
Deva Mahenra & Mikha Tambayong Hadapi Perbedaan, Ini 7 Potret Harmonisnya Selama Menikah
-
Beautynesia
Parade Fashion Selebriti Hollywood di Pernikahan Mewah Jeff Bezos, Ada Kardashian-Jenner hingga Sydney Sweeney
-
Female Daily
Mulai Menjamur, Body Mist Diprediksikan Bakal Jadi Tren di Tahun 2025!
-
CXO
GOT7 Rilis Album Baru, Persiapan Harus Lewat Video Call Karena Hal Ini
-
Wolipop
Gaya Asri Welas Tampil Seksi di Pemotretan Terbaru, Dada Tertutup Rambut
-
Mommies Daily
Cara Efektif Menegur Anak dalam 1 Menit ala dr. Aisah Dahlan, Orangtua Harus Coba