Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

5 Hal Ini Sering Diabaikan Orang Tua Saat Beri Aturan ke Anak

Melly Febrida   |   HaiBunda

Selasa, 10 Mar 2020 06:30 WIB

Orang tua biasanya mulai menetapkan batasan untuk anak-anaknya sejak dilahirkan. Tujuannya sebagai batasan dalam menetapkan perilaku. Apakah itu efektif?
Ilustrasi ibu dan anak/ Foto: iStock
Jakarta - Sejak kapan Bunda menetapkan aturan atau batasan ke anak? Orang tua biasanya mulai menetapkan batasan untuk anak-anak sejak dilahirkan, atau bahkan sebelumnya. Tujuannya sebagai batasan dalam menetapkan perilaku yang bisa dan tidak bisa diterima.

Semua orang memang membutuhkan aturan, baik itu orang dewasa atau anak-anak. Linda Bress Silbert, Ph.D, dan Alvin J Silbert, Ed.D, founder dan direktur Strong Learning Centers di New York, mengatakan, ada beberapa hal yang perlu Bunda perhatikan dalam menerapkan aturan ke anak agar efektif:


1. Pastikan aturan masuk akal

Silbert menegaskan, apabila orangtua membuat aturan tentu niatnya yang terbaik untuk anak. Namun, terkadang aturan yang dibuat dengan cepat itu tidak logis.

"Aturan seperti itu perlu dievaluasi dan dimodifikasi. Ini tidak harus ditafsirkan pihak orang tua mengalah, tetapi sebagai bagian dari proses keluarga yang alami dan berkembang," kata Silbert, dalam buku Why Bad Grades Happen to Good Kids, What Parents Need to Know, What Parents Need to Do.

2. Pastikan anak-anak memahami logika di balik aturan

Umumnya, orang dewasa dan orang tua berasumsi anak-anak memahami logika di balik aturan. Tetapi seringkali anak tidak melakukannya. Karena anak-anak cenderung mematuhi peraturan jika mereka memahami logika di belakangnya.

"Untuk anak-anak kecil, Anda mungkin harus mulai dengan dasar-dasar, logika sebab-akibat di balik beberapa aturan umum. Apa yang akan terjadi jika mobil bisa mengemudi di sisi kiri dan kanan jalan? Apa yang akan terjadi jika mobil tidak berhenti saat lampu merah? Apa yang akan terjadi jika semua orang berbicara pada saat yang sama? Apa yang akan terjadi jika anak-anak bisa makan permen saat sarapan, makan siang, dan makan malam?" jelas Silbert.

Menurutnya, begitu anak-anak melihat konsekuensi dunia tanpa aturan, akan lebih mudah mengerti logika di balik aturan khusus yang mereka temui setiap hari.

Misalnya, banyak orang tua membatasi waktu anak-anak saat bermain game komputer. Karena mereka terobsesi dengan permainan, mereka membenci aturan tersebut. Saat itu, kata Silbert, Bunda bisa menjelaskan bahwa otak anak-anak masih berkembang, masih menumbuhkan sel-sel otak baru. Kalau main game terus, maka hanya bagus dalam permainan komputer.

"Begitu anak-anak memahami hubungan sebab-akibat antara aturan dan kehidupan mereka, mereka melihat bahwa mereka memiliki kekuatan dan kendali atas nasib mereka sendiri," imbuhnya.

Ibu dan anakIbu dan anak/ Foto: ilustrasi/thinkstock
3. Pastikan aturan adil

Anak-anak harus menjadi bagian dari evaluasi aturan, Bunda. Setelah mendapat masukan dari anak tentang salah satu aturan, menurut Silbert, Bunda mungkin perlu mengevaluasi beberapa pertanyaan yang muncul. Tanyakan pada diri Bunda, apakah aturan telah ditetapkan untuk keuntungan anak atau solusi bagi orang tua.

"Banyak orang tua mempertanyakan bagaimana mereka akan tahu jika aturan terlalu ketat atau terlalu longgar. Jawabnya sederhana: anak-anak Anda akan memberi tahu Anda dengan perilaku mereka," katanya.

Misalnya saja saat anak jadi menantang, menangis, atau jadi sedih. Ketika itu terjadi, bicaralah dengan anak-anak sehingga Bunda dapat menemukan solusi yang efektif dan adil.


4. Saat anak melanggar, cari tahu alasannya

Terkadang orang tua dan guru menghukum anak-anak karena melanggar peraturan tanpa terlebih dahulu melihat alasan mengapa mereka melanggarnya.

Silbert mencontohkan, banyak anak yang mengeluh tidak dapat menonton TV karena itulah aturannya. "Tetapi, kemudian mereka mengatakan kepada saya, mereka tidak dapat berkonsentrasi dengan pekerjaan rumah mereka karena Ayah menonton TV dengan volume keras," katanya.

5. Butuh kerja sama

Menurut Silbert, apabila orang tua bertujuan memiliki anak yang berpendidikan, bertanggung jawab, dan dapat menyesuaikan diri dengan baik, maka semua perlu bekerja bersama, kadang-kadang berkorban untuk mencapai tujuan itu.

Seperti dijelaskan psikolog anak dari Rainbow Castle, Yulita Patricia Semet, agar punya secure attachment dengan lingkungan, maka anak perlu struktur. Nah, struktur ini terbentuk dari batasan atau rule yang diterapkan orang tuanya.

"Yang dibutuhkan anak di bawah lima tahun adalah apa yang boleh dan yang tidak. Kalau memang ada larangan, maka harus ditampilkan secara konsisten," tutur perempuan yang akrab disapa Sisi ini.


Bunda, simak juga cerita pasangan selebriti, Ramzi dan Avi Basalamah mengatasi konflik tentang pola asuh anak, dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(muf/muf)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda