Jakarta -
Sebagai orang tua apabila dapat mengendalikan perilaku ketika segala sesuatunya di luar kendali diri maka akan memberikan pembelajaran berharga pada anak dalam hal kesabaran dan memahami kondisi, dan hal tersebut merupakan momentum yang baik bagi orang tua dalam mengambil kesempatan untuk membentuk karakter anak. Namun, tidak jarang sebagai orang tua ada banyak sekali tantangan dalam pengasuhan anak ya, Bunda.
"Salah satu tantangan yang cukup berat adalah mengelola emosi kita. Memastikan bahwa emosi dapat dikendalikan dengan baik tanpa berdampak buruk pada sekitar, terutama menjadikan anak sebagai pelampiasan perasaan-perasaan emosi negatif kita," ujar Hanifah, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Emosi sendiri adalah luapan ekspresi akan perasaan yang dialami manusia. Emosi tidak selamanya buruk. Ada dua jenis emosi, yaitu emosi positif dan negatif. Emosi bernada positif seperti contohnya adalah perasaan bahagia, bersyukur, dan bangga. Ada juga emosi yang bernada negatif seperti perasaan marah, benci, dan kecewa. Jadi, emosi tidak selalu dikaitkan dengan hal yang buruk loh, Bunda. Justru dengan merasakan berbagai emosi kita bisa memahami bahwa ada begitu banyak warna beragam dalam mengekspresikan perasaan kita.
Tantangan yang mungkin sering ditemui oleh Bunda adalah bagaimana cara untuk mengelola emosi -terutama emosi negatif-ketika memiliki banyak tuntutan atau tekanan, terutama peran sebagai orang tua, baik dalam mengasuh anak, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengatur waktu sebagai istri, ditambah apabila Bunda juga menjadi
working moms. Pasti sangat menantang.
"Tidak jarang kita sulit mengelola emosi negatif kita, apalagi jika merasa lelah dan stres. Reaksi emosi seperti marah, kecewa, atau jenuh sering ditemui. Menjadi orang tua tentu bukanlah hal yang mudah," tutur Hanifah.
Ilustrasi ibu dan anak. (Foto: iStock) |
Tapi tenang, Bunda.. Merasakan emosi-emosi tersebut adalah suatu hal yang normal dan wajar sebagai manusia. Menurut Hanifah, hal yang perlu diperhatikan adalah ketika emosi tersebut sulit dikendalikan. Misalnya, kita jadi mudah marah jika merasa lelah, dan tidak jarang marah tersebut dilampiaskan pada anak, apalagi jika anak sedang rewel. Atau ketika anak tidak menurut perkataan kita, kadang reaksi marah kita menjadi berlebihan pada anak dan sulit dikendalikan, seperti membentak, mencubit, melotot, atau bicara dengan kata-kata kasar.
"Ekspresi marah yang tidak terkendali seperti itulah yang perlu dihindari. Mengapa? Karena anak mempelajari tindakan dan perilaku dengan mencontoh, terutama mencontoh dari orang tuanya sebagai orang terdekat mereka. Anak dapat mempelajari bagaimana cara bereaksi terhadap suatu situasi dengan melihat reaksi dari orang tuanya," ujar Hanifah.
Hanifah menuturkan, secara tidak sadar dengan marah yang tidak terkendali maka akan mengajarkan anak bagaimana mereka merespons sesuatu dan bagaimana cara marah yang selama ini mereka kenali dari reaksi orang tuanya. Reaksi emosi yang berlebihan dan tidak terkendali juga akan memberikan kesan tidak nyaman bagi anak.
Orang tua yang seharusnya menjadi sumber rasa aman anak, yang memberikan kasih sayang, juga sebagai orang terdekat anak. Diperlakukan secara tidak nyaman oleh orang tua yang dianggap berharga bagi anak (
significant others) akan terasa jauh lebih menyakitkan dibandingkan dengan tindakan dari orang yang tidak dikenal atau yang tidak memiliki hubungan dekat.
Karenanya sangat penting bagi kita sebagai orang tua untuk dapat mengelola emosi kita. Lalu bagaimana caranya? Berikut adalah tips yang bisa Bunda coba untuk lakukan untuk mengelola emosi:
1. Kenali apa emosi atau perasaan yang Bunda milikiSangat penting bagi bunda untuk memahami apa emosi yang dirasakan, apakah sedang marah, kecewa, kesal, sedih, atau gabungan dari berbagai emosi? Dengan jujur dan terbuka terhadap perasaan bunda, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan selanjutnya dalam mengelola emosi.
2. Melakukan refleksi diriCobalah untuk mengambil jeda dan lakukan refleksi diri terkait emosi-emosi negatif yang biasa dialami, seperti:
- Pada situasi / hal apa saja Bunda biasanya merasakan emosi negatif (marah, kesal, sedih, kecewa, dll)?
- Sikap apa yang dipikirkan dalam situasi tersebut?
- Apa emosi yang dirasakan?
- Apa reaksi atau tindakan yang dapat dilakukan pada situasi tersebut?
Misalnya,
Contoh situasi: anak memberantakkan mainan di ruangan yang sudah dibereskan oleh bunda.
Yang dipikirkan: Ingin membentak anak, anak kok tidak mau nurut tapi mungkin anak belum paham tentang apa pentingnya membereskan mainan. Ingin memukul anak tapi kelak akan menjadi trauma bagi anak dan anak akan takut pada bunda.
Yang dirasakan:
Merasa kesal karena pekerjaan bertambah.
Merasa sedih karena sangat lelah dan anak tidak memahami.
Merasa khawatir waktu untuk melakukan pekerjaan rumah lainnya tidak selesai karena harus kembali membereskan ruangan.
Yang dilakukan:
Mengajak anak untuk membantu membereskan mainannya, dengan menyusunnya, memberikan pengertian bahwa jika sudah bermain harus dibiasakan dirapikan sehingga tidak mengotori ruangan, dengan demikian anak bisa mengerti apa hal yang harus dilakukan.
3. Mewaspadai kondisi pemicu emosi negatifSetelah bunda dapat mengidentifikasi apa saja situasi-situasi yang mungkin rentan membuat emosi atau perasaan negatif, bunda dapat lebih mewaspadai situasi-situasi yang berpotensi menjadi pemicu perasaan emosi negatif tersebut. Misalnya:
- Saya mudah marah ketika merasa lelah
- Saya mudah kesal ketika tidak ada yang membantu saya melakukan pekerjaan rumah
- Saya mudah kecewa ketika anak tidak bertindak sesuai yang saya harapkan, padahal hal tersebut sebenarnya baik untuk anak.
Dengan lebih menyadari dan mewaspadai situasi-situasi tersebut, maka bunda dapat lebih mengelola emosi dan memberikan alarm diri apabila akan ada dalam situasi tersebut. "Oh.. saya sekarang sedang capek sekali, saya rentan marah dalam kondisi ini, jadi saya perlu berhati-hati.."
4. Mencari aktivitas yang dapat menyalurkan emosi negatifEmosi negatif seperti marah, kecewa, kesal, dan sedih sangat wajar dan manusiawi untuk dirasakan. Karenanya emosi tersebut ada bukan lah untuk dipendam dan ditumpuk seorang diri. Emosi negatif tersebut perlu disalurkan dengan aktivitas yang tepat agar tidak menjadi bom waktu karena menumpuk.
"Carilah kegiatan yang bisa menyalurkan emosi negatif bunda, seperti misalnya melakukan hobi, mendengarkan musik, relaksasi nafas, berolahraga, atau mencari dukungan sosial dari orang terdekat yang bisa dipercaya seperti suami atau keluarga," kata Hanifah.
Ilustrasi ibu bermain bersama anak. (Foto: Getty Images/Stígur Már Karlsson /Heimsmyndir) |
5. Luangkan waktu untuk 'me time' atau quality time dan beristirahat
Salah satu hal yang membuat bunda mudah tersulut emosi negatif adalah ketika sedang merasa lelah atau kurang istirahat. Tapi kadang sulit ya mencari waktu istirahat penuh sedangkan pekerjaan rumah begitu banyak selama seharian? Istirahat yang dimaksud tidak hanya istirahat fisik dengan tidur atau bersantai, bisa juga menenangkan pikiran dan kekhawatiran bunda akan tekanan atau stres sebagai orang tua. Jika sempat gunakanlah waktu singkat untuk lakukan 'me time', komunikasikan juga bersama suami atau pasangan terkait ini, dukungan dari suami ternyata bisa sangat membantu loh.
6. Sampaikan pada anak dengan bahasa yang mudah diterimaKadang anak tidak mengerti mengapa bunda merasa marah, membentak, atau tidak sengaja berperilaku kasar. Tindakan-tindakan itu perlu dihindari. Anak bisa saja tidak mengerti apa-apa terkait marah yang bunda miliki.
"Marah yang baik adalah marah yang dapat dikendalikan dan memiliki alasan," ujar Hanifah.
Ketika marah, hindarilah untuk langsung bereaksi apalagi jika masih sangat emosional. Ambilah jeda dan waktu. Jika ada dalam posisi berdiri, cobalah untuk mengubah posisi bunda menjadi duduk atau jongkok sehingga bisa memfokuskan pada anak. Lalu sampaikan pada anak hal yang membuat bunda kecewa atau marah dengan intonasi yang sebiasa mungkin dan volume suara yang diturunkan. Sampaikan alasan secara jelas mengapa Bunda merasa marah dan apa harapan tindakan yang sebaiknya dapat dilakukan oleh anak.
Misalnya:
"Bunda tadi marah karena merasa lelah dan capek, juga karena kamu memberantakkan mainanmu. Coba kamu bereskan mainanmu agar bisa kelihatan rapi dan tidak mengotori kamar jadi supaya lebih enak dilihat."
Untuk bisa mempraktikkan dan membiasakan cara-cara mengelola emosi memang kadang tidak mudah. Perlu waktu dan proses konsisten agar dapat melatih bunda untuk bisa melakukannya dengan lebih mahir. Hal ini dilakukan untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang dapat membantu bunda untuk lebih dapat mengelola
emosi. Hal yang penting adalah tidak menyerah apabila mengalami hambatan karena itu bagian dari proses. Mungkin kita tidak sepenuhnya menjadi orang tua yang sempurna bagi anak-anak, tapi kita bisa berusaha dan berupaya untuk bisa menjadi
orang tua versi terbaik dari diri kita untuk anak.
Semangat selalu ya, Bunda.
Simak juga dampak memarahi anak secara berlebihan dalam video berikut:
(som/som)