Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Cegah Insecure saat Kumpul Lebaran, Ini 3 Tips Kuat Mental Saat Disenggol soal Parenting

Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog   |   HaiBunda

Minggu, 01 May 2022 11:48 WIB

Dokter Sisipan
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog
Danang Baskoro, M.Psi., Psikolog (@danangpsikolog) adalah psikolog klinis di RSJ Menur Surabaya. Menulis lebih 10 buku psikologi populer, aktif memberi seminar, training parenting, self healing, dan kesehatan. Danang adalah founder Brilian Psikologi.
Silaturahmi Lebaran
Tips mencegah insecure saat silaturahmi lebaran/ Foto: iStockphoto

Lebaran menjadi ajang silaturahmi keluarga tahunan. Tapi, tak jarang Lebaran justru bikin para Bunda insecure karena topik sensitif yang dibahas keluarga.

Saat Lebaran, beberapa Bunda bisa jadi insecure saat ditanya, 'Kapan punya anak lagi?', 'Kok anaknya dikasih susu formula sih masih kecil?', atau 'Kok pakai pengasuh buat ngurus anak yang masih bayi? Emang enggak ada waktu buat merawat anak?'

Semua pertanyaan tersebut sebenarnya bentuk perhatian untuk kita, Bunda. Orang yang bertanya mungkin merasa dekat dengan kita, sehingga tidak ada jarak.

Tapi sayangnya beberapa orang sering kali tidak mengerti, kalau topik pembicaraan tersebut membuat kita merasa insecure. Selama topik itu masih menjadi konflik dalam diri dan ingin kita tutupi, maka ketika ditanyakan, mau enggak mau akan terasa menyakitkan.

Budaya 'kepo' ini memang bukan hal baru lagi di Indonesia. Budaya Timur bukan individualis, tapi kolektif. Artinya, kita merasa ingin tahu dengan kondisi orang lain dan merasa punya keinginan untuk menolong bila orang itu kesusahan.

Kebanyakan mereka yang bertanya atau bicara topik sensitif ini tidak memiliki maksud yang jahat, Bunda. Biasanya mereka tidak menyadari bahwa pertanyaannya itu menyakitkan hati kita.

Silaturahmi jadi ajang pamer

Silaturahmi Lebaran ternyata juga dapat berubah menjadi ajang pamer materi lho, Bunda. Hal ini memang wajar terjadi.

Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan ingin berada di strata sosial yang tinggi dan tidak mau lebih rendah. Ketika kita berada di strata rendah, kita kan menjadi inferior atau minder.

Seseorang yang berada di posisi itu akan berusaha bagaimanapun caranya untuk bisa berada di strata tinggi, entah dengan bekerja sampai kaya atau malah pura-pura kaya agar dilihat tinggi. Tanpa kita sadari, hal tersebut bisa menyakitkan orang lain lho.

Lalu apa yang harus dilakukan bila kita berada di situasi demikian?

Kita memang enggak bisa mengendalikan sikap orang lain yang suka pamer, tapi kita bisa kendalikan reaksi kita. Kalau ada yang pamer, tahan emosi dan perasaan agar tidak terpengaruh ya.

Ibaratnya, orang tersebut membuat permainan. Ia berharap agar orang yang ia ajak bicara ikut bermain. Kalau kita memilih untuk enggak main, artinya permainan akan berakhir dan orang tersebut berhenti mengajak kita.

Bunda juga perlu mengendalikan reaksi, mengontrol emosi, dan santai saja. Jika kita merasa rendah diri, hal itu justru dapat menimbulkan sikap-sikap inferior.

Simak juga cerita Zaskia Mecca besarkan lima anak dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]




CARA MENGONTROL DIRI SAAT MENDAPAT KRITIKAN DAN PERTANYAAN MENYAKITKAN

Silaturahmi Lebaran

Tips mencegah insecure saat silaturahmi lebaran/ Foto: iStockphoto

Cara mengontrol diri & menanggapi pernyataan yang menyakitkan

Berikut cara mengontrol diri dan menanggapi pernyataan yang menyakitkan saat kumpul keluarga:

1. Memiliki rasa empati

Kontrol diri sangat dibutuhkan agar Bunda tak menjadi orang 'kepo' yang tanpa sadar bikin orang lain insecure. Kontrol diri ini termasuk memiliki rasa empati.

Coba posisikan diri Bunda di posisi orang tersebut. Lebih baik lagi bila kita mengenal latar belakangnya.

Contohnya, kalau kerabat Bunda sudah bercerai, artinya tidak pantas untuk bertanya tentang pasangan hidup. Kalau itu menjadi sumber konflik dia, kita jangan tanyakan dan harus memposisikan diri di posisi dia. Jadi, intinya adalah empati.

Meski penting, sebenarnya apa yang keluar dari mulut kita memang 100 persen sulit direm. Tapi paling tidak kita memiliki rasa empati supaya tidak menyakiti orang lain.

2. Tak perlu reaktif

Bila menjadi korban yang merasa insecure, Bunda sebaiknya belajar untuk bersikap biasa saja. Artinya, Bunda tak perlu reaktif menanggapi pertanyaan yang menyakitkan.

Jawab saja pertanyaan apa adanya. Misalnya, disinggung anak tidak disusui tapi diberikan susu formula. Coba jelaskan alasan Bunda dengan bahasa yang halus, kenapa tidak menyusui buah hati dan memberikannya susu formula.

Contohnya, 'ASI saya memang tidak keluar, jadi saya mau tak mau harus memberikan susu formula pada anak'.

Ketika kita malah tersinggung dengan pertanyaan tersebut, artinya memang ada yang salah dalam diri kita atau orang yang bertanya memang menyebalkan di mata kita. Coba tanyakan ke diri sendiri jawabannya ya, Bunda.

3. Bersikap asertif

Kalau memang Bunda tidak mau membicarakannya, beranikan untuk menolak. Coba bilang, 'Maaf ya, saya enggak mau membicarakan hal itu'.

Bila kita jujur, orang tersebut juga akan mengerti kalau kita sebenarnya sakit hati dengan topik tersebut. Kita memang bisa menolak, tapi dengan cara bicara yang tidak menyinggung.

Ingat ya, komunikasi di saat ini bukan lagi verbal, tapi lebih ke non verbal. Jadi kalau kita ngomong sambil senyum atau bercanda, itu akan berbeda ditangkap orang tersebut. Tapi, hal itu mungkin akan sulit bila Bunda masih baper alias terbawa perasaan.

Selain itu, sangat penting untuk menjaga ucapan juga agar tidak melukai orang lain saat silaturahmi Lebaran. Kadang-kadang, ada orang yang tidak sadar jika dirinya menjadi pelaku bullying lho.

Dalam hal ini, penting untuk memiliki self awareness yang bagus agar bisa berempati pada kondisi orang lain. Tak dipungkiri bahwa ada kecenderungan para orang tua selalu ingin membicarakan hal baik tentang anaknya, namun lebih baik menjaga omongan ya.

Selanjutnya, kita juga perlu melihat, ketika kita membicarakan anak kita, apa orang yang diajak berbicara tertarik? Orang tersebut bisa saja tidak tertarik, Bunda.

Sebaiknya pahami lawan bicara kita karena tingkat kematangan setiap orang berbeda. Ada yang suka bercerita tapi tak mau mendengarkan orang lain. Namun, terkadang hal itu menjadi bentuk dari ketidaknyamanan dalam berkomunikasi.

Kita sebagai orang yang mendengar dan membandingkan anaknya, bisa merespons dengan mendengarkan saja. Biasanya kalau begitu, mereka akan kehabisan topik karena sudah mendapatkan pengakuan yang diinginkan.

TIPS MENYIKAPI KRITIKAN SOAL PARENTING AGAR TAK BIKIN MENTAL DOWN

Silaturahmi Lebaran

Tips mencegah insecure saat silaturahmi lebaran/ Foto: iStockphoto

Tips menyikapi kritikan soal parenting

Nah, penting untuk Bunda dan Ayah siapkan beberapa hal berikut saat menerima kritikan seputar parenting dari orang lain. Simak ulasannya:

1. Siapkan diri

Penting untuk menata diri atau mempersiapkan diri menghadapi hal terburuk, misalnya anak kita masih belum memiliki kemampuan yang menonjol, saat diberi saran dan kritik dari orang lain, sebaiknya menerima kondisi tersebut.

Berbeda kondisinya kalau memang anak-anak sudah memiliki skill, tentunya kita sudah siap meresponsnya. Jadi memang harus siapkan mental dan harus menerima kondisi kita

2. Harus bisa berempati

Kenapa orang itu begitu? Oh ternyata dia memang tidak mengerti kalau pembicaraan itu menyakitkan hati. Kita enggak boleh menyerang balik, agar tidak semakin rumit hubungannya.

3. Fokus dengan tujuan

Tujuan silaturahmi apa sih? menjalin hubungan baik dengan orang atau saudara. Lebih baik fokuskan komunikasi untuk saling memberikan kesan menyenangkan tanpa menambah drama-drama lainnya.

Tahan diri agar tak melukai perasaan anak

Selain membentengi diri dari omongan dan tindakan orang lain seputar parenting, Bunda dan Ayah juga penting lho menjaga sikap agar tak melukai orang lain. Dalam hal ini, terutama menjaga perasaan anak-anak kita terlebih dahulu.

Kok bisa? Bagaimana maksudnya?

Coba diingat dan ditanyakan pada diri sendiri, apakah Bunda suka membuka keburukan atau kelemahan Si Kecil di depan anggota keluarga lainnya? Misalnya nih, Bunda jadi bercerita kalau adik atau kakak masih suka ngompol di depan para tante atau sepupunya.

Tanpa disadari hal itu bisa sangat melukai harga diri dan kepercayaan diri anak lho. Pada orang tua yang memiliki kontrol bagus, tentu akan memiliki empati untuk tidak membandingkan anak-anaknya.

Ingat ya, setiap anak memiliki kepintaran dan keistimewaan masing-masing. Sehingga mereka tidak bisa dibandingkan satu sama lain.

Dalam beberapa kondisi, membandingkan anak diperbolehkan untuk mengukur kemampuannya. Hindari tindakan yang kurang bijaksana dengan membuka kekurangan anak di depannya. Kritik yang Bunda anggap sepele sangat mungkin menjatuhkan harga diri anak-anak.


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda